.
.
.
.
.
Alea terdiam melihat pesan yang baru saja masuk dari ponselnya. Dari Dareen. Pria itu menyuruhnya untuk datang ke kantornya. Apalagi yang mau dia lakukan. Apa pria itu lupa jika hari ini ia harus mulai mengurus pekerjaannya di butik sebelum pindah. Baru juga beberapa jam ia melakukan pekerjaannya tapi sudah harus berhenti. Apa sebaiknya ia tidak usah pergi. Lagipula Dareen tidak mengatakan lebih jelas ada perlu apa ke sana. Sudahlah, lebih baik ia melanjutkan pekerjaannya agar cepat selesai.
Drrrrrttt..
Berkali-kali pesan masuk Alea abaikan. Sampai terdengar panggilan masuk. Alea menutup matanya rapat-rapat. Dareen memang sangat menyebalkan.
" Halo," akhirnya Alea mengalah, mulai menekan tombol hijau.
" Kenapa tidak membalas pesanku?"
" Untuk apa aku harus datang ke kantormu?"
" Kau akan tahu setelah sampai di sini. Cepat datang!"
" Tidak mau! Aku tidak mau datang kalau kau tidak mengatakan padaku ada perlu apa aku harus datang kesana!" tegas Alea sambil mengetukkan pena yang ia pegang di atas meja cukup keras. Pasti Dareen mendengarnya. Biarkan saja, toh memang ia ingin pria itu tau kekesalannya.
" Kalau kau tidak datang ke sini sekarang, aku akan mempercepat perpindahan kita. Besok kita akan berangkat."
" Apa?? Mana bisa begitu? Kau benar-benar menyebalkan!" Alea memutuskan sambungan teleponnya secara sepihak. Ingin rasanya ia mencekik leher Dareen. Suka sekali mengancam untuk menuruti semua keinginannya. Tapi bagaimana jika ancaman itu terjadi. Suaminya itu kan memang selalu melakukan sesuatu seenaknya sendiri. Pasti dia juga tidak main-main dengan ucapannya bukan. Bagaimana ini? Ia masih belum menyelesaikan urusannya di sini. Apa ia harus datang ke sana?
" Pria gila!" Alea berdiri dari duduknya, menyambar tas yang ada di dekatnya dan mulai melangkah pergi meninggalkan ruangannya.
.
.
.
.
.
Sebuah mobil BMW hitam terparkir sempurna di depan gedung bertingkat yang merupakan sebuah perusahaan terbesar di kota Berlin. SRF Corporation. Sebuah perusahaan yang bergerak dalam bidang properti. Memiliki cabang perusahaan di berbagai negara. Sudah lebih dari empat puluh tahun perusahaan berdiri, dari waktu ke waktu semakin menunjukkan kemajuan pesat. Banyak orang yang meyakini jika ini berkat kegigihan dari sang pemegang saham utama yaitu Jason Smith dalam mengelola dengan sangat baik hingga sampai pada titik ini.
" Franz, bagaimana kabarmu?"
Seseorang yang tengah berkunjung ke SRF Corporation adalah Franz Allington. Memenuhi undangan sang sahabat sekaligus besannya.
" Kabar baik Jason. Kau sibuk?"
" Tidak, aku senggang hari ini. Karena sahabatku yang juga besanku mau datang ke sini." Senyum lebar terpancar dari keduanya. Menghabiskan waktu mereka dengan mengobrol santai sambil membicarakan rencana kerja sama yang sempat tertunda. Ini bukan satu dua kali mereka melakukan kerjasama. Hampir setiap tahun mereka melakukannya. Dan hasilnya selalu sesuai harapan.
" Aku lupa memberitahumu, jika kali ini kita tidak sendiri. Akan ada seseorang yang ikut andil dalam kerja sama kita."
" Siapa dia?"
" Putraku Franz"
" Dareen?"
" Tidak, mana mungkin dia mau. Lagi pula dia sudah punya perusahaan sendiri."
" Lalu siapa?" Jason tak berniat menjawab. Hanya menunjukkan senyum smirk nya.
" Jangan bilang dia Dariel?"
" Benar sekali!" Franz sangat tidak percaya dengan kabar ini. Berarti sebentar lagi Dariel akan pulang setelah sepuluh tahun lamanya pergi ke London. Sebenarnya bukan hanya Franz yang tidak percaya dengan hal ini. Jason yang merupakan Daddy nya saja juga tak kalah terkejut saat Dariel, putranya mengatakan akan segera pulang dalam waktu dekat. Ia sangat merindukan putranya sulungnya itu. Jika Dariel pulang, paling tidak pekerjaan yang melelahkan ini akan sedikit berkurang. Ia tidak bisa mengharapkan Dareen untuk membantunya karena Dareen memilih jalannya sendiri. Untung saja Dariel tidak memiliki pemikiran yang sama dengan Dareen. Jika itu terjadi mungkin akan sangat menyulitkan dirinya sendiri.
.
.
.
.
.
Dareen menutup sambungan teleponnya setelah cukup lama melakukan panggilan di jam kerja. Ia tidak masalah dengan waktu. Ini perusahaannya sendiri. Tidak ada yang berhak melarangnya bukan. Hari ini matahari tak menunjukkan sinarnya dengan leluasa. Tertutup awan tebal di sekelilingnya. Apakah hari ini akan turun hujan? Tiba-tiba saja Dareen teringat dengan sesuatu yang sejak kemarin mengganggu pikirannya. Tidak seharusnya ini terjadi. Ini di luar dugaan. Apa ia bisa menyelesaikannya?
" Ada apa?" Dareen menoleh. Istrinya sudah berdiri di ambang pintu dengan ekspresi kesalnya. Sekretarisnya memandang Alea tak suka. Alea tidak peduli. Memangnya siapa dia? Dia hanya sekretaris di perusahaan suaminya tidak lebih.
" Masuk!" Dareen yang sedang berdiri di dekat jendela tak berniat menghampiri atau berpindah posisi dari tempatnya saat ini. Membuat Alea melangkah mendekatinya. Ikut melihat pemandangan kota Berlin dari balik jendela.
" Cepat katakan, ada apa kau menyuruhku ke sini? Aku tidak punya banyak waktu"
" Aku sudah membeli sebuah gedung untuk butikmu di Hamburg. Hanya satu lantai tapi cukup luas untuk ukuran sebuah butik. Dan aku sudah menyiapkan sebuah apartemen untuk asistenmu. Tempatnya tak jauh dari butik. Rumah yang akan kita tempati juga sudah siap." Alea diam membisu. Kenapa harus secepat ini? Tidak bisakah ia lebih lama di kota ini? Dareen yang tidak mendengar sautan di sampingnya melirik dari sudut matanya. Memperhatikan mimik wajah Alea yang berubah seratus delapan puluh derajat setelah mendengar penuturannya. Apa ia sudah keterlaluan? Tapi ini sudah perjanjiannya. Mana bisa dirubah.
" Hanya itu kan? Aku pergi sekarang." Dareen menahan kepergian Alea dengan menarik tangannya, menggenggamnya erat. Alea hampir saja terdorong ke dada Dareen. Untungnya ia bisa menjaga keseimbangan tubuhnya.
" Apalagi?" Alea malas berdebat dengan Dareen hari ini. Moodnya hancur dalam sekejap.
" Aku belum selesai."
" Kau mau mengatakan apa lagi? Apa tidak bisa di rumah saja?"
" Tidak bisa."
" Kau berencana pulang telat lagi malam ini?" selidik Alea. Dareen masih belum melepaskan genggamannya.
" Ini bukan sesuatu yang pantas untuk dibahas di rumah!" Alea memutar bola matanya. Apa maksudnya? Ia sama sekali tidak mengerti.
" Terserah. Apa? Kau mau mengatakan apa lagi?" Dareen hendak mengatakan apa yang ingin ia katakan pada Alea, namun semuanya tidak sesuai dengan kenyataannya. Seseorang tiba-tiba saja menerobos masuk ke dalam ruangannya. Keduanya sontak saja menoleh. Mendapati seorang wanita cantik berdiri mematung melihat tangan Dareen yang masih menggenggam tangan Alea dengan posisi tubuh yang lumayan dekat. Alea tidak mengerti dengan wanita itu yang melihatnya seperti mengintimidasi. Siapa dia? Kenapa sampai menerobos masuk ke ruangan ini? Ruangan yang tidak sembarang orang bisa masuk ke dalamnya. Lalu di mana sekretaris kecentilan itu? Kenapa tidak melarang wanita ini masuk seenaknya ke sini?
" Dareen, siapa dia?"
.
.
.
.
.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 229 Episodes
Comments