Saat Bertemu Kamu (Romantic Scandal)
Dari segenap kisah yang tersemat di cerita Jogja, Kamu, & Kenangan dan Rekah Hati. Paijo Halim, pemeran pembantu asli Bantul Yogyakarta itu kerap muncul sebagai tempat pelarian para penikmat patah hati dan pemberi petuah bijak untuk sahabatnya yang dilanda problematika cinta. Bagai ahli profesional curhat-curhatan yang tidak perlu diragukan kredibilitasnya menyimpan rahasia-rahasia paling rumit dan tergetir para sahabatnya. Apakah ia juga sanggup menyimpan bangkai perselingkuhannya sendiri dari tunangannya, Puspita?
...Happy Reading 💚...
...(✯ᴗ✯)...
Paijo membuka pintu rumahnya setelah suara ketukan berulang kali terjadi bak peringatan tanda bahaya berhenti terdengar.
Pria macho dengan kulit kecoklatan dan brewok tipis amat rapi itu terdiam sambil melebarkan mata atas datangnya wanita tinggi semampai yang menggunakan hot pant dan crop top putih yang memperlihatkan pusarnya yang bertindik kristal merah muda.
“Hai, Paijo.” Genit wanita itu menyapa.
Paijo mengerjapkan mata sambil mengusap lehernya canggung. “Michelle? Kok tahu rumahku...” ucapnya dengan ekspresi salah tingkah.
“Tanya mas Dominic.” Michelle menyandarkan kepalanya di kusen pintu dengan senyum yang tak pudar di bibirnya.
Lelaki impiannya yang ia kenal di Malang ada di depan matanya sekarang, nyata dan memukau.
Paijo melihat sekeliling, tidak ada siapa pun di mobil merahnya yang berhenti tepat di bawah pohon mangga.
“Ngapain kamu ke sini sendirian?” tanya Paijo di tengah suasana malam yang asri dan sunyi. Suara jangkrik dan kodok di persawahan menjadi nyanyian alam yang menemani pertemuan mereka.
“Mau main.” Tanpa ragu, Michelle yang Paijo kenal di rumah sahabatnya ‘Novel Jogja, Kamu & Kenangan’ masuk melewati sang empunya rumah sembari menyeret koper merah mudanya.
Di dalam rumah yang memiliki gaya joglo, Michelle melihat-lihat dengan kagum.
Paijo memejamkan mata dengan kedua telapak tangan menempel di pelipis. Sadar tak guna berdiam diri, kehadiran wanita yang bisa menjadi gunjingan Lik Surip sekeluarga dan para warga desa membuat Paijo mengintai suasana sekitar dengan saksama.
Sepi. Hanya di warung kelontong dekat rumah ada Lik Mulyadi yang saban hari dangdutan siang malam di bawah pohon talok yang saban berbuah lebat, bocah-bocah berebutan memetiknya.
Aman, damai, sentosa.
Tangan Paijo giat meraih satu persatu daun pintu yang terbuka lebar-lebar seraya menutupnya.
“Kamu ngapain ke sini, Sel?” tanya Paijo heran setelah berdiri di depan tamu tak di undangnya. Sama sekali tak di undang hanya saja ia sempat janjian untuk bertemu lagi kapan-kapan setelah Paijo pamit dari acara aqiqah Budiman—keponakan Michelle—di kota Malang.
Paijo berdecak dalam hati, tak menyangka jika basa-basi gombalnya demi menjaga tali silaturahmi dengan keluarga Dominic terjadi hari ini, di malam Jum'at Kliwon yang wening.
“Aku bilang hanya main, Paijo.” Michelle berdecak sebal, laki-laki sarungan yang ia puji mempunyai tangan kapalan itu menambah rasa geli dihatinya. Anggaplah Paijo manusia paling nyentrik dan gres di hidup Michelle yang di penuhi orang bule dan perlente.
”Serius aku hanya ingin silaturahmi aja, tanyao bapakku apa mas Dominic kalau nggak percaya, aku pamit ke Jogja buat ketemu Paijo sekalian liburan.”
Liburan? Enak banget hidupnya. Liburan kok nggak perlu nunggu wikend.
Michelle menatap lekat-lekat Paijo dengan heran. Laki-laki itu tampak menggerutu dalam hati karena bibirnya bergerak-gerak.
“Kamu kenapa, Jo? Batin aku, ya?” tukas Michelle.
Paijo lantas mengajak duduk wanita berambut ikal sebahu di depannya tanpa sungkan.
Bunyi kursi bambu berderit menahan beban keduanya sementara di atas mereka lampu LED menerangi ruang tamu yang interiornya lebih banyak terbuat dari kayu.
Paijo memegang lututnya. Di samping seorang wanita idaman yang memenuhi kriteria pendamping hidup yang pernah ia bayangkan menjadi miliknya membuat kebingungannya meningkat.
“Gini, ya.” katanya lembut alih-alih menawari segelas air putih untuk Michelle yang mengemudikan mobilnya dari Malang ke Jogja seorang diri tanpa jeda. “Aku dan masmu memang sahabat dekat, cuma kalau sama kamu aku tidak bisa akrab!”
Michelle lantas mengingat pesan Dominic sebelum ia pergi.
Temenan sama Paijo boleh, Chell. Tapi dia itu sudah punya tunangan, jangan macam-macam, jangan kamu goda dia, awas kamu, mas nggak mau kehilangannya karena kenakalanmu.
Berbekal nasihat yang masuk kuping kanan keluar kuping kiri, hati Michelle bertanya-tanya kenapa Paijo begitu membatasi gerak-geriknya kepada wanita cantik dan sensual sepertinya. Bingung rasanya Michelle, sudah tidak menarikkah dia di mata rakyat Indonesia bersuku Jawa itu?
Pikiran Michelle melayang-layang.
Hening.
Paijo melirik Michelle. “Kok diam saja?” tanyanya saat wanita yang mengagumi rumahnya balas meliriknya.
“Rumahmu sepi banget mirip kuburan. Pada ke mana?” Mata Michelle pindah dari satu titik ke titik lain yang menurutnya bagus di lihat. Ada kuda lumping sepasang, kuda tiruan dari anyaman bambu yang di pajang berhadapan di tembok kanan.
“Bapakku masih mengabdi, ibuku sudah wafat. Adikku sudah nikah dan tinggal di kampung suaminya, jadi ya memang sepi rumah ini.” jawab Paijo spontan.
Bibir Michelle merekah perlahan-lahan dan tanpa bisa Paijo duga wanita itu membungkuk, memperlihatkan sejengkal punggung yang sangat mulut dan apik di tonton matanya yang butuh kesegaran.
Paijo memelototinya saat Michelle membuka koper seraya mengeluarkan kimono handuk.
”Kalau gitu aku numpang mandi, Jo. Gerah banget habis perjalanan jauh.” Michelle tersenyum riang.
Paijo Halim Pradana. Anak pertama dari abdi dalem kaprajan Keraton Yogyakarta itu tersentak, dadanya mengembang seolah mengisi banyak-banyak oksigen agar gejala sesak napas tidak terjadi sebab baru kali ini dalam hidupnya menampung satu tamu yang sedikit vulgar.
Paijo pikir-pikir sebelum mengiyakan, toh apa pun yang dilakukan Michelle ia punya senjata ampuh untuk mengusirnya.
Dalam akuarium besar, hidup seekor hewan melata berukuran lengan orang dewasa sepanjang tiga meter dan gerombolan tikus berbulu putih yang bisa ia gunakan untuk menakut-nakutinya.
Paijo mengantar Michelle ke kamar mandi yang terdapat di bedeng rumah belakang. Heran dan ternganga langsung terlihat jelas di wajah Michelle, ia merapatkan tubuhnya ke tubuh Paijo.
“Serem...” Bukan jijik pada tempat yang dia pijak sekarang. Lampu artistik lima watt di tengah gaduhnya suara tikus dan barang-barang remeh temeh seperti tumpukan kardus, lemari jadul kaca penyimpan barang-barang bekas serta meja setengah lapuk tak mampu memberi penerangan yang bagus untuk mata lincah Michelle yang penasaran.
”Ini benar kamar mandinya, Jo? Nggak ada yang lebih berkilau gitu cahayanya?” Michelle mengernyit jijik pada kecoak yang merambat di tembok, seember air kumkuman pakaian kotor di dekat pintu masuk mengeluarkan aroma tak sedap seolah benar ada gambaran nyata rumah yang tak tersentuh tangan-tangan terampil dan rajin seorang wanita.
“Aku biasanya mandi air dan mandi cahaya.” imbuh Michelle menjelaskan, takut Paijo salah paham dengan kondisi timpang terjadi.
Paijo mengerutkan kening seraya menoleh pada Michelle. “Kasih tambah senter mau?”
“Gimana kalau beli lampu baru? Yang 15 watt lah, yang putih biar kelihatan terang. Rumahmu serem banget, Jo. Aku takut di gigit sesuatu.” Michelle meringis lebar.
Tapi kalau di gigit kamu aku mau.
Paijo merasakan malam Jumat Kliwon di rumahnya jauh lebih angker dari biasanya. Ada wanita, bukan kuntilanak, tapi kelakuan dua jenis wanita itu sama saja. Mengganggunya.
Paijo pergi ke dalam rumah untuk mengambil lampu yang berada di kamarnya. Selesai mengganti lampu di kamar mandi dengan lampunya, Paijo mempersilakan Michelle untuk masuk.
Di dalam kamar mandi, Michelle berjinjit ngeri di atas lantai keramik yang jarang di sikat itu sambil tersenyum lebar. Pesonanya tak luntur dan masih bisa ia andalkan untuk meminta bantuan seseorang.
Tak jauh dari sana, Paijo memijat keningnya. Menunggu adik sahabatnya mandi menimbulkan pikirannya keruh seakan ada kegawatan yang mengiringi hari-hari menuju pelaminan.
Sementara itu di tengah padatnya situasi hati yang belum benar-benar pulih dari rasa keterkejutannya. Suara motor Kusumonegoro—ayah Paijo— yang sangat nyaring mendekat ke samping bedeng.
Paijo kembali ke dunia nyata. Gegas dia melangkah seraya mengetuk-mengetuk pintu kamar mandi.
“Sel buruan, Sel. Bapakku sudah pulang. Kamu harus buruan ngumpet.” ucapnya buru-buru. Jantungnya pun terasa berdetak kencang.
Michelle yang mengenal nada kepanikan itu kontan membilas tubuhnya yang belum sepenuhnya terkena sabun mandi dengan cepat.
Selesai memakai kimono handuknya, Michelle keluar. Paijo terpesona, mulutnya ternganga, seksi, matanya ternodai mulusnya kulit Michelle walau secepat kilat ia meraih pakaian kotor Michelle yang numpuk di samping bak mandi dan menyembunyikannya buru-buru di kumkuman pakaian kotornya.
“Ganti di kamarku, tapi jangan berisik! Ngerti?” ucapnya serius sambil meraih pergelangan tangan Michelle dan menariknya ke kamar..
...-------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
jumpa lagi dengan kang mas prabu Paijo 🤣🤣🤣
2024-03-05
0
Asngadah Baruharjo
kang mas Paijo bikin kangen,jadi baca lagi
2023-11-09
0
Ulil
nama lengkap Paijo Halim Pradana tpi untuk panggilan seng bok pilih yo kok paijo,,thorr thorr
2023-10-03
0