Dominic menyimak wajah pengantin baru yang kusut bagai tumpukan pakaian di keranjang setrikaan. Sama seperti yang dialaminya kala sebelum menikahi istrinya, untung dan buntung tak mengenal kasta, harta dan wanita. Kalau sudah takdir, yang terjadi ya terjadilah.
Dominic tersenyum geli, rasa kecewanya mendengar sang adik di perlakukan dengan kurang ajar itu mendadak sirna.
Melonggarkan dasi, dia paham masalah utama yang dihadapi mereka. Bingung dan canggung.
Ditatapnya Michelle yang menyandarkan tubuhnya yang lemas di bahu Prambudi. Sementara Paijo mencengkram kepalanya sambil menundukkan kepala.
“Mau malam pertama?” tanyanya iseng.
Michelle dan Paijo kompak menggelengkan kepala dengan tampang shock. Malam pertama, apa mungkin mereka akan melakukannya? Melihat dari bahasa tubuh mereka yang layu dan dingin hal itu tidak mungkin terjadi dalam waktu dekat ini.
”Yang benar aja mas malam pertama, ini nikah aja masih nggak percaya.” jawab Michelle, menatap Paijo. “Ini kita beneran sah nikah?”
Sepasang mata Paijo mengawasi ekspresi si cantik yang sudah memporak-porandakan tujuannya menikahi Puspita.
“Tepat, icel. Ada saksi, agama sama, persetujuan orang tua tapi ini yang menjadi letak masalahnya. Kita menikah karena kesalahan dan sebuah desakan.” jawab Paijo lemah.
Michelle mengubah tatapannya ke arah ayahnya, “Benar papa?”
Prambudi yang dihujani beberapa pertimbangan baru mengangguk lemah sebelum menyuruh putrinya melabuhkan kegelisahan di pelukannya.
“Sudah menikah kamu, Cel. Mama dan nenek pasti akan pingsan mendengar kisahmu ini.” Prambudi mengusap punggungnya sambil menahan napas.
Di lihat-lihat kasian juga mereka nanti, tapi bagaimana aku harus menjelaskannya pada Marisa.
Michelle mengangkat tatapannya, melihat ayahnya melamun, ia mengingatkan sambil mengeratkan pelukannya. “Itu berbahaya, Pa. Jangan ngomong mama dulu nanti dia bisa gila.”
Nyengir, Prambudi mengangguk. “Kalian lebih baik party merayakan pernikahan kalian berdua, jangan dulu bermalam di sini!”
Sementara dari dalam, uap panas dari empat cangkir kopi untuk masing-masing tamu yang masih asing ia sebut besan menguar dan pudar di udara.
“Wah... Tambah pisang goreng enak ini, mas.” puji Prambudi sambil menerima secangkir kopi dari Kusumonegoro.
“Pisang kepoknya belum panen, adanya pisang uter. Tidak cocok dihidangkan untuk tamu.” ucap Kusumonegoro dengan ketenangan yang lebih stabil.
Kusumonegoro menatap Michelle yang mengubah posisi duduknya lebih mendekat ke Paijo. “Itu, Nduk. Paijo di ambilkan kopinya.”
Untuk pertama kalinya Prambudi tersenyum lepas. Michelle, jabang bayinya bertahun-tahun lalu yang manjanya minta ampun harus melayani laki-laki yang dinikahinya tanpa cinta.
Prambudi sudah menduga akan banyak kejadian yang mengubah pribadi Michelle dan membuatnya ampun-ampun berkeluh kesah.
Michelle membungkuk, meraih satu cangkir kopi dengan cawannya seraya menyerahkan ke Paijo sambil tersenyum kikuk.
“Buat kamu.” ucapnya malu.
Dominic tersenyum-senyum sambil menyenggol lengan Paijo dengan sikunya karena Paijo terlihat tidak terlalu antusias.
“Ambil, Jo. Icel bukan lagi tamu tak diundang, dia bojomu.” seloroh Dominic sambil merangkul sahabatnya. “Come on. Just do it, bro!”
Tergelak pria setengah bule dengan suara yang mirip Hamish Daud itu sewaktu Paijo menerima kopi dari Michelle.
“Lain kali kamu yang buat sendiri.” kata Paijo sewaktu Michelle menyuguhkan tatapan gusar yang ditutupinya dengan senyuman malu.
Michelle mengangguk, dalam hati ia benar-benar akan party setelah para pria-pria itu menghabiskan kopinya dengan perbincangan hangat seputar pekerjaan dan wilayah sekitar.
“Kayaknya papa tertarik bangun properti daerah sini, Sel. Jogja kabarnya jadi kota pilihan untuk menikmati masa tua. Bagaimana menurutmu, menjanjikan?” kata Prambudi setelah mendengar banyak rumah mewah mepet sawah dan perumahan-perumahan yang di bangun di bekas areal persawahan.
“Ntar dulu deh, Pa. Kerjaan lagi di luar kepalaku.” Michelle mengikat rambutnya dengan tali yang menghiasi pergelangan tangannya.
“Aku mau cari udara segar, udah jam sembilan juga, jadwal tamu pamit pulang.” ucapnya membuat Paijo ikut beranjak. Michelle terlihat ingin kabur sejenak dari persoalan serius sekarang.
“Aku ganti baju bentar.”
“Jadi kita pergi?” tanya Dominic sambil melepas jasnya. Tampil formal dalam rumah joglo itu tampak aneh setelah yang terjadi hanya ngopi dan menikahkan adiknya tak kurang dari setengah jam.
Michelle mengangguk. “Mau ke mana kalian?” tanya Kusumonegoro.
“Disuruh papa party, Pak. Biar nggak pusing, terus aku nggak bisa nginep di sini langsung. Takut di gerebek ke tiga kalinya.” Michelle menundukkan kepala. Takut mertuanya yang tidak menolerir segala macam kenakalan itu protes.
Ucapan Michelle mengusik Kusumonegoro.
“Party bagaimana?” tanyanya menjureng ke arahnya.
“Pesta kecil-kecilan, Pak. Di kafe, bapak mau ikut sama papa sekalian?”
“Ndak perlu!” Kusumonegoro menggeleng. “Kalian saja. Dom jaga adik-adikmu!”
“Sendiko dhawuh bapak Kusumonegoro.” ucap Dominic sembari menjura meniru mertua Michelle jika memberi hormat kepada yang mulia sultan.
Kusumonegoro menghela napas sambil menepuk-nepuk lengan atas Dominic.
“Kamu ini sudah bapak anggap anak sendiri, sekarang justru adikmu yang jadi anakku, Dom... Dom...”
“Cuma beda casing, Pak.” Dominic tersenyum. “Icel itu baik, sopan, bukan tipe yang suka menggoda laki-laki. Cuma yang bikin dia kesengsem sama Paijo waktu ketemu di malam itu, katanya kulitnya bagus, tangannya tangan pekerja keras, terus Pak Kus paham to sikap Paijo bagaimana?”
Kusumonegoro menghela napas lagi dan lagi. Paijo yang humble, Paijo yang asyik, Paijo yang ramah anak dan Paijo yang bisa berbaur dalam segala kondisi keluar kamar.
Jeans biru lusuh, kemeja yang tak di kancingkan, dan kaus polos nampak membuat Michelle mengedip-edipkan matanya berulang kali.
Kalau modelan begini nggak ada yang ngira Paijo dari keluarga sederhana. Bisa keren juga dia.
Paijo mengibaskan tangannya di depan wajah Michelle yang terpesona nyaris melamun melihatnya.
“Jadi keluar tidak?”
“Dia kalap, Jo. Udah...”Dominic sengaja menarik tangan adiknya keluar rumah.
Terseok-seok Michelle mengikutinya sembari mengelap sudut bibirnya yang berair.
“Mupeng aku, Paijo keren juga mas.”
Dominic meraih gantungan kunci dari kantong belakang celana Michelle.
“Si Jonny emang keren, tapi dia masih sulit di gapai.”
Di dalam rumah, Paijo mengulurkan tangannya sambil berjalan.
“Pamit dulu, Pak.”
Prambudi pun mengucapkan sepotong kata, “Hati-hati” dibarengi dengan tatapan tajam. Entah isyarat apa yang diberikan, tapi Paijo seakan paham, jangan macam-macam!
Kusumonegoro mengantarnya sampai di teras rumah. “Mulai besok cari kontrakan, buat sekalian surat pernyataan pernikahan siri biar tidak di gerebek lagi!”
Paijo membalasnya dengan senyuman kecut, sambil berjalan ke mobil ia diombang-ambing masalah baru. Bayar kontrakan, menafkahi Michelle, menutupi rahasia besarnya dan membereskan masalah dengan Puspita.
Belum lagi gairah malam pertama yang seharusnya melejitkan kandungan feromon dan testosteron miliknya harus di redam dulu.
Alangkah suram malam pengantinnya.
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
Jo Paijo 🤣🤣🤣
2024-03-06
0
Asngadah Baruharjo
Paijo ngenness 😂😂😂😂
2023-11-09
0
Devinta ApriL
Michelle termehek mehek sama pesona bojone dewe... 😂😂😂
2023-05-13
0