Setelah berkeliling hampir di semua sudut museum yang berada di Keraton Yogyakarta. Sambil memandangi jalan, Michelle kembali ke mobil seraya pergi ke tempat Paijo bekerja.
Tak gentar ia mengingat jalan yang ia lalui tadi sampai alisnya mencureng. Dan ketika jalan yang dilewatinya sudah benar hingga nyaris sampai ke lokasi kelurahan, terbit senyum lega di wajahnya.
“Laper. Paijo pasti sama.” Michelle memeriksa jam di dashboard mobil sambil menyentuh perutnya, keroncongan terjadi di dalam sana. “Nunggu jam istirahat aja wes biar bisa makan siang bareng.”
Senyum walaupun kelaparan dia nunggunya nyaris dua jam di lapangan kelurahan.
Michelle tersenyum mengingat kepingan-kepingan kejadian yang menjadi fantasinya yang meroket tinggi sebelum senyumnya memudar.
“Rasanya kok ada yang nggak beres ini, tapi apa ya?” Meraba logikanya, Michelle yang kelaparan susah menyimpulkan bahwa sudah terjadi perundingan serius di Malang. Dominic dan Prambudi sepakat ke Jogja bersama dalam diam penuh rahasia.
Michelle membuka pintu mobil seraya memakai jaket, ia berjalan menuju angkringan yang di huni beberapa laki-laki pekerja supplier kopi dan obat-obatan warung.
Tersenyum penuh ia mengamati pintu keluar masuk pegawai kelurahan tepat jam dua belas siang. Jam istirahat yang tidak berubah jadwal.
Paijo mematikan komputernya sementara waktu dan meraih ponsel yang lima kali bergetar di dalam laci meja.
“Dominic?” Nyengir ia membaca selarik pesan darinya.
Tunggu aku di rumahmu, Paijo. 🔪🔨 🤣😭!
Memasukkan ponselnya ke celana dinasnya yang ngampret pas body, Paijo berjalan keluar dari pintu samping seraya tersenyum kecut.
Tatapannya menangkap wanita yang dia pikirkan sembari bekerja di pinggir pagar. Michelle bersedekap sambil bersandar di pagar tralis.
Paijo tiba di titik paling dekat dengan Michelle. “Mau apa ke sini lagi?”
“Nggak tanya dulu aku habis darimana?” Michelle tersenyum kecil. “Aku habis ikut Bapak kerja.”
Paijo menerima penjelasannya dengan pasrah lalu matanya mengarah ke dalam angkringan dengan terpal biru yang menaungi nasi kucing, gorengan, sate telur puyuh, sate usus dan air jahe mendidih di atas bara api.
Menggantung pula minuman serbuk sachet beragam rasa dan tumpukan mi instan di keranjang plastik.
Michelle ikut duduk di bangku kayu memanjang yang muat di duduki tiga orang.
“Mau makan apa kamu?” tanya Paijo sambil menyingkirkan pelan tangan Michelle yang menyentuh punggung bawahnya.
“Mi rebus pakai dua telur, di masak setengah matang bisa, Pak?” tanya Michelle sopan.
Pedagang angkringan mengangguk. “Mau rasa apa ini Mbak Bule.”
Mbak Bule. Paijo dan Michelle meringis dalam hati.
“Rasa soto, Pak. Rasah mbayar juga bisa, siang ini aku di traktir temanku yang mau nikah.” Michelle sengaja mengelus punggung Paijo sambil tersenyum aneh kala pria di sampingnya menginjak kakinya.
Keduanya saling tatap dengan interaksi akrab.
“Ayu tenan temanmu, Jo. Dapat darimana ini, jian wes mirip keajaiban.” Pedagang angkringan itu mengambil panci di bawah meja angkringan seraya mengisi air panas dari termos dan menaruhnya di atas tungku api yang lengang.
Paijo mencomot mendoan dan menyantapnya. “Benar, Pak. Ayu banget... nget... nget... Dia.”
Sesaat sebelum ia mengigit mendoannya lagi, ia menatap Michelle yang memilih duduk seperti putri raja. Anggun tak terperikan. Michelle menunggu dikelilingi wajah yang terpukau menatapnya dengan sabar.
“Cuma kadang-kadang secantik-cantiknya teman perempuan sering bikin vertigo, Pak. Nyusahin.” imbuhnya selunak mungkin.
Ganti Michelle menginjak sepatu kinclong Paijo sambil mengerucutkan bibir.
“Awalnya nggak begitu, aku cuma menuruti permainanmu.” balas Michelle, “Mana mungkin bikin vertigo, ngawur!”
Mulusnya omongan Michelle membuatnya mendesis. “Kalau lapar jangan melantur ngomongnya, sudah diam. Makan saja.” Paijo memberikan sate telur puyuh ke tangannya.
Michelle bergumam pendek meski ia tidak tersinggung sama sekali. Berbeda dengannya, Paijo merasa kekhawatirannya meningkat setelah mendengarnya menyindirnya.
Menjelang jam istirahat berakhir di bawah pohon beringin di samping mobil Michelle. Paijo membuang rokok kreteknya di tanah.
“Aku mau kamu jaga rahasia kita, Sel.” ucapnya serius, mengusahakan tidak ada permainan yang tampak memancing curiga orang-orang yang mengenalnya.
“Kita bisa selesaikan ini baik-baik nanti malam, sementara kamu bolehlah menikmati hari yang panjang dan melelahkan ini di hotel atau ke mal? Terserah kamu ke mana, tapi jangan di dekat-dekatku terus.”
Michelle mengendikkan bahu sambil melepas senyum kecil. Ia tidak akan merespon dua kali permintaannya, ia tahu, hanya saja perasaannya tak kunjung baik setelah menyantap semangkok mi rebus pedas dan pelengkapnya tadi.
Michelle masih gelisah tak kala Prambudi dan kakaknya sudah berada di kereta.
“Aku ke sini cuma pingin ketemu kamu, nggak bisa pergi-pergi jauh kalau nggak ada kamu. Aku serius.”
Paijo tahu Michelle tidak bisa melalang buana di Jogja seorang diri, Dominic sudah mengatakan adiknya hanya pernah ke Bali, Surabaya, Lombok dan selebihnya ke luar negeri. Membiarkannya plesiran seorang diri di ramainya kota Jogja akan membuatnya kebingungan.
“Tunggu di hotel tadi, nanti sore aku ke sana.”
“Terus bapak pulangnya dari keraton gimana?”
“Mabur.” cetus Paijo senewen, dia belum mengerti bagaimana sifat asli lawan mainnya di kamar semalam. “Ya aku jemput bola, Icel. Aku jemput bapak dulu baru ke hotel.”
Michelle menanggapi dengan cengiran puas seraya membiarkannya berlalu sementara ia menguap lebar-lebar dan memilih tidur di dalam mobil sampai menjelang sore.
...**********...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Ersa
indomi rasah bayar kuwi rasa favorit e cah kos2an wayahe tanggal tuwo 😂😂😂
2023-08-24
0
Ersa
kuapoook kowe Jo arep di cacah-cacah & digeprek karo Mas Dom & Papa Prambudi🤣🤣
2023-08-24
0
Umine LulubagirAwi
ampyun.
2023-05-26
1