Kusumonegoro mendelik sambil mengamati dua manusia yang bergeming dengan tubuh rekat tak berjarak. Ia mendekat dengan air muka berapi-api. Tangannya terangkat lalu menyewer telinga Paijo yang hanya bergeming di tempat dengan kedua tangan menyentuh pinggang Michelle.
“Ampun, pak. Ampun...” bujuknya setengah cengengesan.
Ciuman pertama dengan seorang bule? Rekor fantastis itu akan ia catat baik-baik di buku hariannya. Sebab, sebagai pria sederhana yang hanya mampu mencuri pandang dan berkhayal tentang cantiknya wanita luar negeri hari ini terasa menakjubkan.
Kusumonegoro menarik Paijo ke ruang tamu seraya melepas telinganya. Kecewa ia menekan bahunya agar berlutut dihadapannya.
“Maksudmu apa bawa-bawa cewek di kamar?” ucapnya dengan bahasa Jawa kasar. “Nggak mikir Puspita kamu!” desisnya sambil mengangkat tangan.
“Aku nggak sengaja, Pak. Aku cuma korban.”
“Korban apa!!” pekik Kusumonegoro, “Bapak tidak percaya.” tangannya menabok bahu Paijo sekuat tenaga. ”Kurang ajar! Nggak punya tata krama.”
Sementara bersamaan dengan Kusumonegoro yang mengomentari kelakuan Paijo Michelle berlari ke arahnya lalu merengkuh tubuh Paijo. Ia menggigit bibirnya kuat-kuat ketika tangan sepuh Kusumonegoro menghantam kepalanya.
Michelle keliyengan, ciuman yang memabukkan tadi berputar-putar di kepalanya.
Hening...
Paijo merasakan lengannya teraliri air mata.
Kesadarannya perlahan pulih. Dan atas kisah heroik yang di lakukan Michelle, ia menoleh, ekspresinya menahan sakit dengan derai air mata yang meleleh di pipinya meski terdiam.
Cemas, dan takut dihakimi keluarga Dominic Dwayne atas apa yang terjadi pada putri kesayangan Dwayne Group, ia memutar tubuhnya seraya memeluk Michelle. Tak acuh pada Kusumonegoro yang bergeming dengan napas naik-turun di dekatnya.
“Nggak harus begini, Michelle. Sakit sendiri toh?” Paijo mengusap kepalanya dengan lembut dan menghapus air matanya dengan wajah menyesal.
“Salahku.” Michelle melonggarkan pelukannya, menatap Paijo sambil mengatur napasnya yang sesenggukan, “Maafin Icel, Jo. Icel khilaf.”
Kusumonegoro memijat pelipisnya, sepasang muda-mudi yang berusaha saling menenangkan itu membuat tensinya naik. Seumur hidup tak pernah dia membayangkan hal senonoh Paijo lakukan di luar mahligai pernikahan dengan seorang bule. Bule! Pikat apa yang anaknya janjikan hingga mampu membuat wanita itu bersedia bersembunyi di bawah kolong dipan dan mampu mengkhianati Puspita.
Kusumonegoro pusing sudah menyiksa dua orang yang telah menyakiti kepercayaannya juga keluarga Puspita. Ia melangkah seraya mengambil kunci rumah dan menyembunyikannya di kantong baju kokonya.
“Bapak pingin kalian bertanggung jawab atas tindakan tidak berkelas itu!”
“Bukannya kita lumrah sekali melakukan kesalahan, Pak?” sahut Paijo sambil beranjak. “Apa nggak ada kata maaf buat kita?”
Kusumonegoro menjureng ke arah Michelle yang menundukkan kepala.
“Berani kamu menyembunyikannya dari bapak harus berani juga kamu mengakui kesalahanmu!”
Paijo menghela napas. Situasi ini harus segera di luruskan sebelum niat bapaknya benar-benar meruncing untuk menikahkan keduanya.
“Aku bisa jelaskan kenapa ini bisa terjadi, Pak. Dia Michelle adiknya Dominic, datang ke sini untuk ketemu dan numpang mandi. Pas mandi ndilalah bapak pulang. Aku yang nggak mau jadi masalah sengaja menyembunyikannya di kolong dipan—”
Kusumonegoro memintas ucapan Paijo dengan menunjuk Michelle. “Bapak tahu kakakmu, suruh dia ke sini untuk membicarakan kelakuan kalian berdua! Bapak tidak ingin mendengar alasan lain selain nurut!”
Michelle memejamkan mata. Mas Domi pasti ngakak aku ciuman sama Paijo. Gawat juga ini masalahnya.
Tatapan Kusumonegoro pindah ke Paijo. “Batalkan juga pertunanganmu dengan Puspita!”
“Tapi, Pak—”
Kusumonegoro mengibaskan tangan. ”Nggak ada tapi-tapian!”
Paijo menarik kedua tangan Michelle seakan percuma berdebat dengan bapaknya yang sangat terlihat kecewa. Pun ia tak mau membuat bapaknya semakin murka.
Keduanya melewati Kusumonegoro yang tepat berdiri sigap di ruang tamu seraya masuk kamar.
Di kamar, Paijo melepas sarungnya seraya memakai celana jins dengan ekspresi muram. Michelle yang menatapnya terlihat pilu, Paijo pasti sangat kecewa pertunangannya dengan Puspita batal tapi kenapa tadi ia menikmatinya.
“Jo...” panggilnya ragu.
Membuka pintu lemari, Paijo menoleh.
“Aku bingung harus gimana, Sel. Mending kita keluar rumah dulu!”
“Kamu yakin itu keputusan yang tepat? Aku mau-mau aja minggat dari sini asal sama kamu.”
Memangku salah yang sudah kepalang susah menjelaskan bagaimana duduk perkaranya, Paijo mengangguk pasrah. Lagipula watak bapaknya tambah keras setelah Kasidah wafat.
“Bapak butuh waktu, kita ngalah saja dan turuti kemauannya. Kita yang salah.”
“Maaf ya.” Michelle menjulurkan tangannya.
Nggak cukup hanya dengan kata maaf, Michelle...
Paijo menghela napas, alih-alih menyalami tangan Michelle. Dia mengusap pipi adik sahabatnya dengan sedih.
“Udah terlanjur. Aku yang nggak baik buat Puspita.”
Keterangan itu tak dapat Michelle terima sepenuhnya, ia yakin itu karenanya dan seperti belum puas, ia menahan tangan Paijo di pipinya.
”Aku bakal tanggung jawab.” Michelle bersungguh-sungguh dan seolah ada bulu ayam yang menggelitik pangkal pahanya, Paijo tersenyum geli.
“Kita bahas nanti.” Paijo menarik tangannya dari pipi Michelle seraya mengeluarkan beberapa potongan pakaian dari lemari. Ia memasukkannya ke dalam tas ransel hitam seraya mengeluarkan kartu tanda penduduknya dari dompet sebagai jaminan. Michelle melakukan hal yang sama, foto KTP mereka terlihat sederhana apa adanya di atas meja.
Keduanya bertatapan sambil membawa barang masing-masing dan dengan anggukan setuju bertemu Kusumonegoro.
“Kita keluar rumah biar bapak nggak kepikiran terus.” Paijo mencium punggung tangan Kusumonegoro.
Mengatupkan kedua mulutnya rapat-rapat. Kusumonegoro enggan bicara . Air mukanya mengeras, sedih dan marah terlihat beda tipis di wajahnya.
“Kami tinggalkan KTP di kamar untuk jaminan. Bapak bisa bawa karena kami tidak ke mana-mana.”
Michelle ikut mencium punggung tangannya dengan lihai seolah sudah akrab sekali dengan keluarganya.
“Saya janji mas Dominic atau bapakku datang untuk tanggung jawab, Pak.”
Kusumonegoro menyahut datar seraya menutup pintu setelah dua manusia yang memburu nafsu dunia keluar rumah lewat bedeng belakang.
Di pekarangan, badai masih menguasai Paijo yang tak habis pikir bagaimana caranya membatalkan pertunangannya dengan Puspita, bagaimana pula harus menjelaskannya secara jujur kepada Dominic bahwa ia berciuman dengan adiknya alih-alih memarahinya.
Pusing, Paijo menonjok batang pohon mangga yang menaungi mereka.
“Jangan gitu, Jo. Udah...”
Michelle membuka bagasi mobil, memasukkan koper dan melepas tas ransel dari punggung Paijo. Pasrah laki-laki itu menurut seraya masuk ke mobil, menjadi penumpang mobil Mazda yang dikemudikan Michelle keluar kampung.
“Kita mau ke mana sekarang, Jo?”
“Makan!”
Mendengar nada ketegasan dari Paijo serta-merta emosi yang mengikuti suaranya. Michelle menangkup pipinya dengan tangan kiri.
“Aku pikir kita memang sehati. Aku lapar banget, apalagi habis di marahin bapak dan ciuman. Rasanya menguras energi.”
Paijo memalingkan wajahnya, tanpa memedulikan senyuman Michelle yang terpaksa indah.
***
Next —> 💚
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Asngadah Baruharjo
kabooooorrrrrrr
2023-11-09
0
🇮🇩 SaNTy 🇵🇸
Jujur.... Lbh bagus & menarik kisah ini.
2023-09-27
0
Anonim
Paijooooo...Paijooooo....ngakak habis dah
2023-09-04
0