Walaupun ayam tidak mempunyai pekerjaan tetap, tapi ayam selalu bangun sebelum matahari terbit. Pepatah itu apakah ada hubungannya dengan Paijo? Jelas.
Tak hanya ayam yang mangkir dari cara takdir membagi tugasnya, Paijo Halim Pradana, pria yang memilih tidur di sofa semalam untuk menjaga nalurinya agar tetap berada di garis janji yang ia sepakati meraba-raba bakpao empuk dan hangat hingga membuatnya penasaran.
Paijo terus meraba-raba sambil mengernyit, mengira-ngira benarkah itu guling atau bukan dan sisa kantuknya perlahan menghilang kala ia sampai di titik paling mengagetkan jiwanya yang pamit jalan-jalan. Tangannya menyentuh tindik bertahtakan berlian merah muda di pusar Michelle.
Paijo menyingkirkan tangannya perlahan-lahan lalu memunggunginya. Menghadap sandaran sofa abu-abu, tangannya gemetar.
“Kenapa pindah?” katanya dengan suara tidak tenang. “Sengaja kamu?”
Michelle membalikkan badan, di balik selimut yang menutupi tubuh keduanya, ia ganti memeluk pria yang sekujur tubuhnya mengalami peningkatan suhu.
“Jam empat tadi aku sadar, lihat kamu tidur mepet sofa aku pindah ke sini jagain kamu biar nggak gelinding.” aku Michelle dengan suara manja.
Paijo menyingkirkan tangan Michelle yang menyentuh dadanya yang berdebar-debar dengan hati-hati. Tetapi tangan itu kembali ke tempatnya semula sewaktu tubuh Paijo semakin mepet ke sandaran sofa.
“Gelinding ke bawah itu lakyo lumrah, sakitnya nggak lama.”
Michelle mendesis. “Kamu tuh, Jo. Bukannya makasih malah ngomel-ngomel, jual mahal lagi habis pegang-pegang.”
“Nggak sengaja, yoo...” bantah Paijo seraya menelan ludah. “Aku cuma ngecek guling atau bukan!” katanya setengah ngegas.
“Ndobos...” Michelle ganti meraba-raba dada Paijo seperti yang di lakukan pria itu sebelum berakhir di pusarnya. Michelle tercekat lalu beranjak kabur dari sofa.
“Berbulu... wow... Amazing...” serunya sambil menjatuhkan diri di kasur. Dia terkekeh-kekeh melihat Paijo menutup wajahnya yang merona dengan selimut.
Tambah bersalah lagi aku, tangan kok gratil.
Michelle meraih ponselnya di kantong celana yang semampir di meja lampu seraya pindah ke dekat jendela. Ia menyingkap gorden coklat burgundy untuk melihat suasana pagi di sekitarnya.
”Bangun deh, Jo. Kita breakfast dulu sebelum kerja.” kata Michelle setelah melihat jam berapa sekarang, enam kurang lima menit.
Matahari sudah bersinar walau malas-malasan di ufuk timur, kendati begitu suasana pagi di seputar Malioboro sudah ramai oleh aktivitas beragam mayoritas penduduk dan keberangkatan kereta api di stasiun tugu.
Paijo menyingkirkan selimut dari tubuhnya, dia bangkit dengan tubuh yang pegal-pegal.
“Kamu telepon Dominic, Sel. Baju dinasku jangan lupa!” kata Paijo di belakang tubuh jenjang Michelle yang terlihat sempurna dari belakang, tak ada cela untuk menampik keindahan yang menyajikannya sekelumit bara di benaknya.
“Alright.” Michelle mengangguk, ”Terus mau breakfast di sini apa di luar? Kayaknya jalan-jalan di sini pagi-pagi seru, Jo.”
“Jangan sekarang, Sabtu atau Minggu!” sahut Paijo, tidak ada itu yang namanya plesiran di hari kerjanya. Menguras tenaga apalagi mengurus jabang bayi Prambudi dan Marisa yang satu itu bikin seluruh tubuhnya bekerja keras. “Sama Dominic kalau ngebet.”
“Maunya sama kamu.” Michelle menoleh, dia mendapati Paijo duduk-duduk di tepi meja TV.
Berjalan dengan sensual, Michelle ke arahnya yang pusing melihat kamar mandi yang transparan.
“Kayaknya mas Dominic pesan suite room, biasanya buat honeymoon. Memang gitu bentuknya...” jelas Michelle maklum dengan respon Paijo sekarang. “Gantian aja mandinya terus kita sama-sama janji nggak ngintip. Setuju?”
Meski ragu, Paijo menautkan jari kelingkingnya ke jari kelingking Michelle.
“Kamu duluan.” kata Paijo, mengingat jika wanita konglomerat itu mandinya bisa lama.
“Ah, enggak.” Michelle menggeleng sembari meringis lebar. “Aku mau telepon mas Dominic terus pesan sarapan buat kita.”
Meski terlihat mencurigakan, Paijo meninggalkan Michelle ke kamar mandi. Di sana ia berkacak pinggang, semua nampak resik dan kimpling, lantai marmer berkilauan di bawah gelimang cahaya. Bath tub yang luas, shower yang asing, dan tombol-tombol yang tidak ia mengerti cara menggunakan.
“Sel...” panggil Paijo.
Sedang mencoba menghubungi Dominic, Michelle berjalan ke kamar mandi.
“Kenapa?” Michelle memasang wajah penasaran, ”Kok belum lepas baju, nunggu aku bantuin?”
“Bukan itu, Icel.” Paijo mendesis gemas, urusan itu dia sudah sangat pintar bahkan semalam keahliannya sudah bertambah pesat sebab sekian lamanya baru wanita itu yang memintanya membuka celana. “Ini lho...” Paijo menunjuk serangkaian tombol-tombol yang menempel di dinding.
“Oalah, katrok... katrok...” Michelle terkikik sembari memandang Paijo gemas, tangannya terulur mencubit sekilas pipinya.
Paijo mendengus, ”Katrok... katrok gini kamu samperin.”
Michelle mencebikkan bibir tepat di depan wajahnya. Memang iya dia samperin, karena baginya kekatrokan Paijo membuatnya di butuhkan. “Mau air dingin apa hangat, bath tub apa shower?”
“Dingin, shower.”
Selang sedetik mengucur deras air dingin dari shower yang memeriahkan suasana kamar mandi hingga membuat Paijo dan Michelle menyingkir.
“Kebutuhan mandinya ada di dekat wastafel, bye Paijo... much... much...” Mengedip-edipkan sebelah mata, Michelle menutup pintu kaca kamar mandi seraya pindah ke dekat jendela. Michelle membiarkan privasi Paijo terjaga.
“Wes koyo adus ning kali, ketok kabeh.” ( Sudah seperti mandi di sungai, kelihatan semuanya )
Paijo melepas kaos dan celana pendeknya seraya menyampirkannya di meja, ia menyisakan celdam sebagai pelindung si Jonny cilik dari tatapan Michelle.
Di samping jendela, Michelle berhasil menghubungi Dominic yang kedapatan baru bangun tidur di kamar Paijo.
“Buruan mas, Paijo sudah mandi ini. Jam tujuh harus otw ke kantor.” ucapnya tidak sabar.
Dominic yang masih ngantuk berat beranjak, dia menggapai baju dinas Paijo berwarna khaki di gantungan baju.
“Sempak juga tidak?”
“He'eh, dia mandi pakai ****** soalnya.”
Dominic memperhatikan isi lemari Paijo yang terbuka seraya mendelik.
”Pantesan mereka cocok, sama-sama tukang ngintip.”
“Udahan dulu mas, aku lagi lihat tontonan bagus.” ucap Michelle yang bersembunyi di balik gorden dengan posisi menghadap kamar mandi.
Paijo sedang menyabuni tubuhnya dengan satu kaki yang ia taruh di tepi bath tub.
Michelle menggigit bibirnya, opera sabun di depan matanya sangat menggiurkan dan Paijo yang enggan menoleh ke belakang karena saking malasnya mendapati Michelle melihatnya memberi kesempatan wanita itu melihat-lihat.
“Jantungku mau meledak.” gumam Michelle sambil meraba dadanya. ”Jadi mau lagi jadi guling.” Mengerucut bibir dia lemas sendiri melihat Paijo membilas tubuhnya dengan begitu nikmat dan luwes.
“Sel...” panggil Paijo karena yang terlihat di matanya wanita itu tidak ada di penjuru kamar. “Michelle.”
Mengatur napas untuk mengurangi kadar rona panas di wajahnya, Michelle keluar dari balik gorden sembari menundukkan kepala.
“Ngapain kamu sembunyi di situ?” tanya Paijo sambil mengeringkan rambutnya yang cepak.
“Kita sudah janji, nggak ngintip-ngintip.” Michelle tersenyum geli. “Kamu pakai baju yang tadi dulu, mas Domi lagi otw.” katanya jaim tanpa berani menatapnya yang bertelanjang dada.
Aneh. Paijo kembali masuk ke kamar mandi, ia memakai kaosnya seraya menurunkan celdam-nya dari balik handuk dengan hati-hati.
Michelle histeris, ”Oh my wow, oh my wow... Buka saja, Jo. Buka...” Paijo menoleh, aksinya yang keranjingan mendadak mematung seketika.
Paijo mengernyit sambil memakai celana pendeknya. ”Tambah aneh kamu.”
Melesat cepat ke dalam kamar mandi, Michelle mengabaikan Paijo yang menatapnya curiga. “Giliran kamu yang ngumpet, Jo.”
“Untuk apa? Aku sudah melihatnya.” Paijo tersenyum meremehkan sembari duduk di sofa.
“Curang!”
...----------------...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 80 Episodes
Comments
Anonim
lucuuuuuuuuu😂😂😂
2023-09-14
0
App Putri Chinar
eleehh curang.... padahal Yo podho ae.ngintip
2023-05-11
1
Cindy Ralisya
hahahahhaaha cocokkk sukaa ngintip
2023-04-23
0