"Pakai nyangkut di ranting lagi," keluh Fazila sambil berusaha menarik roknya. Namun, ternyata sangat sulih dia raih.
"Egh, sedikit lagi." Fazila membungkuk dan dan berusaha mengulurkan tangan untuk melepaskan bagian rok yang masih tertarik dahan tersebut.
"Susah sekali, ah semoga saja aku tidak jatuh," ucapnya penuh harap dan bersamaan dengan itu sepatu fantofelnya yang bagian kanan tidak sengaja jatuh mengenai bahu seseorang.
"Gawat!" Fazila menutup mata dengan kedua tangan, takut-takut sepatu yang jatuh tadi mengenai ustadz Alfarisi ataupun ustadzah seperti yang terjadi pada Heni tadi siang. Kalau itu sampai terjadi maka dirinya akan mendapatkan hukuman double.
"Siapa itu di atas?" Izzam bertanya sambil menangkap sepatu tersebut lalu memeriksanya.
"Sepatu perempuan," gumamnya lalu mendongak ke atas. Namun, saat melihat ke atas, Izzam terbelalak sebab rok Fazila yang tersangkut membuat betis dan paha mulus Fazila terekspose jelas dari bawah.
"Astaghfirullah haladzim." Izzam langsung mengusap wajahnya dengan kasar.
Mendengar suara Izzam, Fazila langsung membuka mata dan menyingkirkan kedua tangannya yang berada di depan wajah. Gadis itu langsung menatap ke bawah.
"Izzam?" Fazila tak kalah terbelalak.
"Chila rapikan rokmu, ayam gorengmu kelihatan!" seru Izzam tanpa mau melihat lagi ke atas.
"Ayam goreng? Aku tidak punya," ujar Fazila gagal paham.
"Pahamu maksudnya, jangan dipamerkan seperti paha ayam," jelas Izzam masih tidak mau melihat ke atas.
Mendengar perkataan Izzam, pipi Fazila langsung memerah seperti kepiting rebus karena menahan malu. Segera ia menutup bagian bawah tubuhnya dengan tangan.
"Turunlah!" perintah Izzam.
"Kenapa kau bersembunyi di sana?" lanjutnya.
"Izzam aku tidak bisa turun, rokku nyangkut ini dan susah dilepas."
"Ustad–"
"Ssst! Jangan panggil ustadz-ustadzah Izzam. Aku mohon!"
Izzam menghembuskan nafas berat mendengar permintaan Fazila.
"Kalau begitu aku panggilkan salah santriwati biar bisa membantumu," ujar Izzam lalu hendak melangkah pergi.
"Hei-hei Izzam, jangan!" cegah Fazila sehingga membuat Izzam mengurangkan niatnya untuk pergi.
"Terus kau mau apa? Mau tinggal di atas pohon terus?" Izzam benar-benar tidak paham dengan pemikiran Fazila.
"Tidak aku ingin turun, tapi tanpa harus ada yang tahu."
"Yasudah turun sendiri saja kalau tidak ingin dibantu siapapun," ucap Izzam enteng.
"Aku hanya butuh bantuanmu!" seru Fazila membuat Izzam langsung mengernyitkan dahi.
"Apa yang bisa aku lakukan? Tidak mungkin 'kan aku naik ke atas dan menggendongmu? Bisa jatuh fitnah nanti kalau ada yang melihat kita berduaan di atas pohon."
"Tidak masalah, kita kan sama-sama jomblo. Kalau ada yang mengira macam-macam kita nikah aja langsung," ujar Fazila menggoda Izzam lalu tampak cengengesan.
"Astagfirullah, wanita apa yang aku hadapi? Sepertinya berbicara dengan orang ini harus banyak-banyakin stok sabar agar tidak hipertensi. Kasihan teman-teman sekamarnya kalau tidak sedia mentimun. Bisa naik darah setiap hari."
" Kenapa bengong? Tolong ambilkan kayu yang panjang!" perintah Fazila.
"Hemm, baiklah," ujar Izzam lalu melangkah pergi. Beberapa saat kemudian kembali dengan kayu di tangan dan mengulurkan ke atas tanpa mau melihat.
"Izzam aku masih ada jauh di depanmu!" seru Fazila.
"Maaf," ucap Izzam lalu maju beberapa langkah ke depan.
"Nah ini baru tepat." Fazila langsung meraih kayu yang disodorkan. Setelahnya mencoba melepaskan rok yang tersangkut ranting dengan kayu di tangannya.
"Alhamdulillah akhirnya kelar juga," ucap Fazila bersyukur akhirnya bisa lepas tanpa harus merobek roknya lebih lebar lagi.
Namun, baru saja hendak turun kakinya tergelincir hingga dia terjatuh.
"Aaah!" teriak Fazila merasakan tubuhnya seperti melayang di udara sebelum akhirnya menyentuh lantai.
Melihat tubuh Fazila melayang dari atas sontak Izzam langsung menangkapnya.
"Lah kenapa tubuhku tidak sakit?" tanya Fazila sebab tubuhnya sudah tidak bergerak lagi yang menandakan dia seharusnya sudah membentur lantai halaman sekolah.
"Turun!" perintah Izzam lalu hendak menurunkan tubuh Fazila membuat gadis itu tersadar bahwa tubuhnya tidak membentur lantai melainkan ditangkap oleh Izzam.
"Wah-wah-wah! Ternyata yang dicari dari tadi malah pacaran disini," ujar Heni. Dia yang memergoki interaksi keduanya lalu gerak cepat mengambil foto saat Izzam menggendong tubuh Fazila.
Keduanya terperanjat hingga memandang tidak berkedip ke arah Heni.
"Astaghfirullah." Izzam mengusap wajahnya lalu meninggalkan tempat tersebut.
"Ini tidak seperti yang kau lihat. Kami tidak ada hubungan apa-apa melainkan berteman layaknya terhadap santri-santri yang lain," jelas Fazila.
"Mau berbohong seperti apapun aku tidak akan pernah percaya sebab aku sudah melihat dengan mata kepalaku sendiri kalian bermesraan di tempat ini. Ya Allah! Chila, Chila! Bahkan semua warga di pesantren ini khawatir bahkan mencari dirimu kemana-mana sedangkan yang dicari malah asik-asikan." Heni tampak menggelengkan kepala.
"Sudah kubilang kau hanya salah paham!" kesal Fazila.
"Kalau maling ngaku penuh penjara. Yang pasti aku sudah melihat sendiri dengan mata kepala bukan dengan mata kaki." Heni tersenyum licik lalu melenggang pergi.
"Yasudah, serah kalau kamu nggak mau percaya!" teriak Fazila, sepertinya dia lupa dengan keinginannya tadi untuk tidak dilihat semua orang.
"Aku punya rekaman ini dan siap-siap mendapatkan hukuman!" seru Heni merasa puas karena bisa mengerjai Fazila.
"Arrg, kenapa pakai jatuh segala sih? Kalau tahu gini aku kan nggak bakal meminta bantuan Izzam dan langsung melompat saja dari atas. Persetan dengan rok yang sobek." Fazila melangkah gontai keluar dari area sekolah.
"Loh Eneng tenyata masih ada di sini. Semua orang dari tadi mencari Eneng loh. Mereka pikir Eneng kabur dari pesantren ini," ujar pak satpam.
"Mana mungkin saya kabur Pak, saya tidak hafal daerah ini dan bisa tersesat kalau nekat kabur."
"Terus si Eneng tadi ke mana, sampai semua pada nyariin?"
"Mereka semua tidak menemukan saya karena saya berada di kamar mandi dan saya yakin tidak ada satupun di antara mereka yang mencari sampai ke tempat itu," bohong Fazila.
"Ke kamar mandi sampai lama Neng?"
"Saya kan tadi sudah bilang sama Bapak bahwa saya sedang pusing, tetapi bapak tidak mengizinkan saya kembali ke pondok Putri. Pas saya ingin minta izin pada ustadz Alfarisi perut saya terasa mulas sekali. Jadi, saya memutuskan untuk buang air besar di sekolah ini terlebih dahulu. Namun, sampai di kamar mandi ternyata saya jatuh dan pingsan."
"Waduh begitu ya Neng?" Yasudah sekarang langsung saja kembali ke pondok dan beristirahat. Kata ustadz orang tuamu akan datang ke pesantren ini."
"Apa! Bapak tidak bercanda, kan?"
"Tidak Neng ngapain bapak melakukan hal itu. sepertinya karena pihak pesantren tidak bisa menemukan Neng dari tadi pagi akhirnya pengasuh pondok ini memutuskan untuk memberitahu kedua orang tuanya Neng."
"Gawat kalau sampai papa, mama datang dan Heni memberitahukan foto yang diambilnya tadi. Aduh jangan sampai aku kualat dengan ucapanku yang menggoda Izzam tadi sebab aku tidak ingin menikah dini." Fazila tampak menggaruk kepalanya dengan kasar.
"Semoga mereka ada halangan sehingga tidak jadi datang kemari," lirih Fazila.
Baru kali ini Fazila tidak ingin keluarga datang untuk menemuinya.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Dewi Anggya
berdoalah chilaa🤭🤭🤭
2023-11-13
0
Maulana ya_Rohman
🤣🤣🤣🤣🤣🤣🤣
2023-10-10
1