Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)

Malam menjelang malam, atas keinginan Isyana semua anggota keluarga berkumpul di ruang keluarga untuk mendiskusikan bagaimana baiknya tindakan yang harus diambil untuk menghadapi kenakalan Fazila.

Setelah berembuk akhirnya mereka semua memutuskan agar Fazila di sekolahkan di pesantren saja.

"Bang!" Fazila mendekat ke arah Tristan yang sedang duduk bersandar pada sebuah sofa dengan mata gadis itu yang nampak berkaca-kaca.

"Nggak apa-apa, sekolah di sana bagus loh. Selain bisa belajar agama lebih dalam, kamu juga bisa belajar disiplin dan bersosialisasi lebih akrab dengan teman-temanmu," jelas Tristan menenangkan hati sang adik.

"Tapi Chila pasti kangen sama Abang." Gadis itu meneteskan air mata. Dibandingkan yang lain Fazila memang paling dekat dengan Tristan.

"Hus, jangan nangis! Nanti Abang usahakan sering-sering jenguk kamu."

Fazila langsung berhambur ke pelukan Tristan. Ia mendongak, menatap wajah Tristan penuh harap.

"Benar, ya Bang? Abang jangan bohong sama Chila. Nanti alasan sibuk lagi."

"Nggak, Abang janji," ucap Tristan sambil mengelus rambut sang adik.

Fazila mengangguk.

"Ya sudah istirahat sana! Besok kamu sudah harus pergi. Papa sudah menghubungi pihak pesantren tadi."

"Iya Bang." Fazila langsung berlari ke atas dan masuk ke dalam kamarnya.

Di dalam kamar dia tidak bisa tidur. Matanya terpejam, tetapi pikirannya kemana-mana. Akhirnya dia memutuskan untuk duduk lalu meraih segelas air putih di bawah lampu tidur dan meneguknya.

"Ah aku pasti bisa menjauh dari keluarga untuk sesaat. Setelah lulus juga bakal kembali ke sini lagi." Gadis itu menatap seluruh kamarnya yang bernuansa putih.

"Aku pasti akan merindukan kamar ini. Bagaimana kamar di sana ya?" Gadis itu bergumam sendiri.

"Ah sudahlah lebih baik aku tidur saja, besok malam aku sudah tidak bisa menikmati kenyamanan kamar ini lagi." Fazila merebahkan tubuhnya kembali. Mencoba untuk memejamkan mata hingga akhirnya dia terlelap.

Esok hari semua orang sedang bersiap untuk mengantarkan Fazila. Saat hendak masuk mobil Chexil muntah-muntah dan tidak mau berhenti.

"Nathan lebih baik kalian nggak usah ikut saja ya. Sepertinya kondisi istri kamu sedang tidak baik-baik saja. Mama tidak mau terjadi sesuatu yang tidak baik dengan janinnya."

"Chila?" Nathan seolah meminta persetujuan adiknya.

"Nggak apa-apa Bang, demi kebaikan kak Chexil juga dedeknya, Abang dan Kak Chexil tidak usah ikut saja," saran Fazila.

"Padahal Kakak juga mau ikut mengantar, huek ... huek."

"Sudah Kak nggak apa-apa, lebih baik Kakak jaga ponakan Chila saja. Chila mau kalau pulang nanti dedeknya sudah lahir." Fazila berkata sambil mengelus perut Chexil.

"Awas Chila tubuh kakak kotor kena muntahan, jangan pegang-pegang! Huek ... huek."

"Sudah Nath bawa istrimu masuk!" perintah Zidane.

"Iya Pa. Maaf ya Chila."

"Iya Bang nggak apa-apa, santai aja lagi."

Nathan dan Chexil kembali ke dalam rumah sedangkan keluarga yang lain masuk ke dalam mobil untuk mengantarkan Fazila ke pondok pesantren.

Di dalam mobil Fazila tampak termenung, tidak berbicara sepatah katapun.

Tristan terus saja menggodanya, tetapi gadis itu tidak merespon sama sekali.

"Mikirin apa sih Chila? Masih mikirin dokter itu?" tanya Tristan serius.

Chila tersadar dari lamunannya. "Apa kata Abang tadi?"

"Masih mikirin dokter itu?"

"Ah nggak, cuma mikirin gimana nanti kalau sudah berpisah dengan keluarga." Fazila berbohong padahal sedang teringat saat-saat bersama dokter Davin sampai dimana dia chat-an terakhir kali dengannya. Hingga membuat ia harus terlempar ke dalam pesantren kini.

Ternyata dia tidak suka aku ngerecokin hari-harinya. Kenapa nggak jujur aja sih sampai harus mengerjaiku segala? Ah sudahlah mungkin ini yang terbaik untukku. Paling tidak Tuhan masih menyelamatkanku dari kejahatan para preman itu.

"Bohong, mikirin apa hayo?"

"Beneran Bang, nggak mikirin apa-apa juga."

"Kalau begitu senyum dong, cemberut aja sih dari tadi!"

Fazila mencebik, tetapi kemudian tersenyum juga.

"Selvi dulu yuk!" ajak Tristan.

Fazila pun mengangguk dan akhirnya foto-foto bersama Tristan dalam mobil sambil tertawa-tawa.

Laras melirik Tristan dan Fazila lalu tersenyum melihat keakraban keduanya yang tidak pernah berkurang sedikitpun.

"Ingat ya jangan posting-posting kalau Chila mondok. Saya tidak mau si dokter itu tahu kalau Fazila kita taruh di pesantren."

"Iya Ma," jawab Tristan sedang Fazila hanya mengangguk. Dalam hati sudah bertekad untuk melupakan dokter Davin untuk selamanya.

Sampai di sana kedatangan keluarga Zidane sudah disambut oleh ketua yayasan dan beberapa ustadz dan ustadzah.

"Bik Ina Nasi kotaknya tolong diturunkan dari mobil dan berikan sama mereka ya biar di bagi sama anak-anak di sini!" perintah Zidane.

"Iya Den."

"Pak sopir bantu juga ya!"

"Baik Tuan."

"Baiklah kalau begitu kami masuk duluan."

"Iya Tuan."

"Ramai ya Bang," ucap Fazila sambil terus berjalan mepet Tristan.

"Namanya juga pesantren Chila ya rame lah, kalau sepi itu namanya kuburan," ucap Tristan lalu terkekeh.

"Ih Abang Chila serius ngomongnya." Fazila mencebik.

"Lah Abang lebih serius lagi Chila."

Mereka terus berjalan di belakang orang tua. Bik Ina menyusul di belakang dengan membawa kotak makanan.

Dari sudut bangunan beberapa santri saling senggol.

"Siapa mereka? Santri barukah?"

"Mungkin," jawab Izzam sambil mengendikkan bahu.

"Izzam lihat dulu dong! Nih anak kebiasaan menjawab tanpa lihat dulu siapa yang kita tanyakan," protes santri yang bertanya tadi.

"Aku lagi sibuk baca Alquran hadis. Kalian lihat sendiri, kan? Kenapa masih bertanya padaku?"

"Hmm, mentang-mentang anak ustadz bawaannya ke sana kemari ya kita. Kalau tidak baca Al Qur'an ya hadis atau kitab lain lagi. Aku nggak ngerti ah apaan saja yang kamu baca. Coba sekali-kali lihat sekitar Izzam tuh lihat di depan sana ada barang bagus."

"Barang bagus apa sih Fik, pasti si Juleha lagi ya? Udah deh jangan mencoba meracuni mataku dengan hal-hal yang tidak halal."

"Astaghfirullah haladzim, benar kata om Bintang nih anak benar-benar ya," kesal Rofik.

"Baca terus kalau perlu tuh mata jangan lihat yang lain selain kitab. Kusumpahi kamu berjalan terus terbentur pohon," geram Rofik lalu meninggalkan Izzam pergi. Bukan apa-apa pria itu kesal sebab seolah Izzam cuek dengan dirinya.

"Rofik tunggu!" Izzam menaruh buku kecil itu ke dalam saku baju muslimnya lalu sedikit berlari mengejar Rofik.

Namun, Rofik sudah menghilang dari pandangan mata.

"Kemana tuh anak, masa cowok ngambekan sih," keluh Izzam.

"Izzam!" Suara seseorang membuat pria itu kaget dan kesandung batu. Izzam hampir saja terjatuh dan sarung yang dipakainya hampir merosot.

Buru-buru Izzam membenahi sarungnya lalu menoleh.

"Ada apa ustadzah Ana?"

"Kau dipanggil Pak kyai. Beliau ingin meminta tolong dirimu untuk menyuguhkan makanan kepada tamu pria."

Ya, karena Izzam adalah putra dari almarhum ustadz Alzam yang pernah mengajar di tempat itu maka Izzam sudah dianggap keluarga sendiri oleh pihak pesantren.

Izzam dekat dengan Pak Kyai dan selalu dibawa saat beliau mengisi ceramah di luar kota. Izzam pun tidak segan-segan membantu perkara hal apa saja yang dibutuhkan pesantren dengan ikhlas dan karena itu pula pihak pesantren menggratiskan biaya sekolah Izzam.

Namun, meskipun demikian Bintang dan Mentari yang berasal dari orang kaya tidak hanya diam saja. Mereka menjadi donatur tetap untuk kebutuhan pesantren.

"Baik ustadzah."

Ustadzah Ana mengangguk lalu pamit pergi.

Izzam pergi ke dapur pesantren. Sampai di sana dia menuangkan kopi dari ceret ke dalam beberapa cangkir yang sudah terlebih dahulu diletakkan di atas sebuah nampan. Tak lupa juga dia menaruh beberapa toples berisi kue-kue kering di atasnya. Setelah itu dia membawa ke dalam rumah tempat pak Kyai menerima tamu.

"Assalamualaikum!" Izzam berikan salam sebelum masuk ke dalam rumah.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Masuk Izzam!"

Izzam mengangguk sambil tersenyum saat Pak Kyai dan Zidane memandang dirinya.

"Ini santri yang saya bicarakan tadi, di usianya yang ke 15 tahun dia sudah hafal Al-Qur'an," jelas Pak Kyia membuat Zidane langsung menatap ke arah Izzam dengan kagum. Dalam hati berharap Fazila bisa hafal Al-Qur'an juga kelak.

"Permisi!" Izzam membungkukkan badan lalu menaruh kopi dan kue kering di hadapan Zidane dan Pak Kyai.

"Silahkan diminum Om mumpung masih hangat!"

"Terima kasih Izzam. Izzam ya namamu?"

"Iya Om."

"Masyaallah, bisakah om berharap putri om bisa hafal Alquran juga sepertimu?" Zidane menepuk-nepuk pundak Izzam sambil melirik ke arah Fazila yang duduk dengan Isyana dan Laras ditemani Bu Nyai.

"Bisa Om, semua yang penting niat dan usaha, walau hasil akhirnya pun tetap Allah yang menentukan. Jadi, jangan lupa disertai doa."

"Iya Nak aku bangga padamu," ucap Zidane sambil menepuk pundak Izzam.

"Tris apa kamu bisa seperti anak ini?" Zidane beralih bertanya pada Tristan yang sedari tadi duduk di samping Zidane, tetapi malah memperhatikan Fazila yang berada jauh di hadapannya sana.

"Maaf Pa kalau soal menghafal ayat, otak Tris sudah lelet," ujar Tristan lalu menutup mulut menyadari dirinya kini berada di samping seorang Pak Kyai.

Kyia Miftah hanya tersenyum mendengar jawaban dari Tristan.

"Maaf Pak Kyai putra saya yang satu ini memang agak hank," ucap Zidane lalu terkekeh.

"Papa!" seru Tristan terbelalak membuat Fazila yang memperhatikan Abangnya tadi tertawa terpingkal-pingkal. Meskipun jarak mereka jauh, tetapi Fazila masih bisa mendengar suara Zidane.

"Chila nggak sopan ah di depan Bu Nyai!" protes Isyana yang sedari tadi fokus berbicara dengan Nyai Fatimah.

"Maaf Ma habisnya papa tuh aneh masa Bang Tris dibilang hank, maaf ya Bu Nyai," sesal Fazila.

"Tidak apa-apa," ucap Nyai Fatimah memaklumi.

Izzam yang tidak sengaja mendengar tawa Fazila akhirnya melihat ke arah gadis itu.

Fazila tersenyum manis pada Izzam.

"Masyaalah cantik banget itu anak," batin Izzam.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Ita rahmawati

Ita rahmawati

hay anak sholih gk boleh ngelirik cwe ya 🤣

2024-10-30

0

Dewi Anggya

Dewi Anggya

cieee izzam....🤭

2023-11-13

0

Ir Syanda

Ir Syanda

Lah bukannya itu malah bagus 😂

2023-05-09

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Dokter Davin dan Chila 1
2 Bab 2. Dokter Davin dan Chila 2
3 Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)
4 Bab 4. Dokter Davin dan Chila 4
5 Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5
6 Bab 6. Dokter Davin dan Chila 6
7 Bab 7. Dokter Davin dan Chila 7
8 Bab 8. Dokter Davin dan Chila 8
9 Bab 9. Dokter Davin dan Chila 9
10 Bab 10. Dokter Davin dan Chila 10
11 Bab 11. Dokter Davin dan Chila 11
12 Bab 12. Dokter Davin dan Chila 12.
13 Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13
14 Bab 14. Dokter Davin dan Chila 14
15 Bab 15. Dokter Davin dan Chila 15.
16 Bab 16. Dokter Davin dan Chila 16.
17 Bab 17. Dokter Davin dan Chila 17
18 Bab 18. Dokter Davin dan Chila 18.
19 Bab 19. Dokter Davin dan Chila 19.
20 Bab 20. Dokter Davin dan Chila 20.
21 Bab 21. Dokter Davin dan Chila 21.
22 Bab 22. Dokter Davin dan Chila 22
23 Bab 23. Dokter Davin dan Chila 23
24 Bab 24. Dokter Davin dan Chila 24
25 Bab 25. Dokter Davin dan Chila 25
26 Bab 26. Rencana Perjodohan
27 Bab 27. Dokter Davin dan Chila 27
28 Bab 28. Dokter Davin dan Chila 28
29 Bab 29 Dokter Davin dan Chila 29
30 Bab 30. Ketahuan
31 Bab 31. Terlambat
32 Bab 32. Kiriman
33 Bab 33. Bertemu
34 Bab 34. Bertemu Lagi
35 Bab 35. Lamaran Tiba-tiba
36 Bab 36. Penolakan
37 Bab 37. Curhat
38 Bab 38. Undangan Pernikahan
39 Bab 39. Ikhlas
40 Bab 40. Adik Yang Menjengkelkan
41 Bab 41. Permintaan Chila
42 Bab 42. Kecewa
43 Bab 43. Gundah Gulana
44 Bab 44. Sebelum Terlambat
45 Bab 45. Bertemu Suster Tantri
46 Bab 46. Ketahuan
47 Bab 47. Waktu Terakhir
48 Bab 48. Pingsan
49 Bab 49. Sakit
50 Bab 50. Dokter Cinta
51 Bab 51. Mencari Dokter Davin
52 Bab 52. Curiga
53 Bab 53. Meminta Bantuan Dilvara
54 Bab 54. Ketemu
55 Bab 55. Kartu Nama
56 Bab 56. Menemui Dokter Davin
57 Bab 56. Bertemu Chila
58 Bab 58. Dokter Davin dan Chila
59 Bab 59. Penjelasan
60 Bab 60. Perseteruan
61 Bab 61. Perhatian
62 Bab 62. Alasan
63 Bab 63. Pembuktian
64 Bab 64. Ancaman
65 Bab 65. Gertakan
66 Bab 66. Berubah Pikiran
67 Bab 67. Restu
68 Bab 68. Bersemangat
69 Bab 69. Mencurigakan
70 Bab 70. Mengejar
71 Bab 71. Kangen
72 Bab 72. Botulinum Toxin
73 Bab 73. Rencana Lamaran
74 Bab 74. Insomnia
75 Bab 75. Kecewa
76 Bab 76. Sebuah Nasehat
77 Bab 78. Kecelakaan
78 Bsb 79. Saingan Baru
79 Bab 79. Belanja Bersama
80 Bab 80. Rasanya Ingin Menikah Saja
81 Bab 81. Cewek Matre
82 Bab 82. Perhatian
83 Bab 83. Hari Pertunangan
84 Bab 84. Hari Pertunangan (2)
85 Bab 85. Badmood
86 Bab 86. Marah
87 Bab 87. Ada Apa Sebenarnya?
88 Bab 88. Sikap Yang Aneh
89 Bab 89. Dari Hati ke Hati
90 Bab 90. Kebetulan Yang Disengaja
91 Bab 91. Penjelasan Suster Dinda
92 Bab 92. Kebanyakan Micin
93 Bab 93. Kembali ke Pesantren 1
94 Bab 94. Malu
95 Bab 95. Semakin Yakin
96 Bab 96. Mencari Perhatian
97 Bab 97. Pernyataan Cinta Dimas
98 Bab 98. Ada Yang Mengawasi
99 Bab 99. Rasa Takut
100 Bab 100. Mengerjai Dimas
101 Bab 101. Ukuran
102 Bab 102. Ngambek
103 Bab 103.Tiba di Pesantren
104 Bab 104. Kecewa
105 Bab 105. Perpisahan
106 Bab 106. Perasaan Izzam
107 Bab 107. Tertangkap Basah
108 Bab 108. Teror
109 Bab 109. Permintaan Maaf
110 Bab 110. Penuturan dokter Davin
111 Bab 111. Ada Yang Mengikuti
112 Bab 112. Penangkapan
113 Bab 113. Iseng
114 Bab 114. Hari Santri
115 Bab 115. Tragedi di Perkemahan.
116 Bab 116. Benar Hilang
117 Bab 117. Jejak
118 Bab 118. Aksi Penyelamatan 1
119 Bab 119. Aksi Penyelamatan 2
120 Bab 120. Penguntit
121 Bab 121. Surprise
122 Bab 122. Hari Pernikahan
123 Bab 123. Hari Pernikahan 2
124 Bab 124. Masih di Suasana Pesta
125 Bab 125. Gara-gara Kado Laknat
126 Bab 126. Seperti Digerebek.
127 Bab 127. Unboxing
128 Bab 128. Terciduk
129 Bab 129.
130 Bab 130. Tiket Bulan Madu
131 Bab 131. Bulan Madu
132 Bab 132. Masih Malu-malu
133 Bab 133. Hamil?
134 Bab 134. Pulang
135 Bab 135.
136 Bab 136. Kabar Baik
137 Bab 137. Ngidam
138 Bab 138.
139 Bab 139.
140 Bab 140.
141 Bab 141.
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Bab 1. Dokter Davin dan Chila 1
2
Bab 2. Dokter Davin dan Chila 2
3
Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)
4
Bab 4. Dokter Davin dan Chila 4
5
Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5
6
Bab 6. Dokter Davin dan Chila 6
7
Bab 7. Dokter Davin dan Chila 7
8
Bab 8. Dokter Davin dan Chila 8
9
Bab 9. Dokter Davin dan Chila 9
10
Bab 10. Dokter Davin dan Chila 10
11
Bab 11. Dokter Davin dan Chila 11
12
Bab 12. Dokter Davin dan Chila 12.
13
Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13
14
Bab 14. Dokter Davin dan Chila 14
15
Bab 15. Dokter Davin dan Chila 15.
16
Bab 16. Dokter Davin dan Chila 16.
17
Bab 17. Dokter Davin dan Chila 17
18
Bab 18. Dokter Davin dan Chila 18.
19
Bab 19. Dokter Davin dan Chila 19.
20
Bab 20. Dokter Davin dan Chila 20.
21
Bab 21. Dokter Davin dan Chila 21.
22
Bab 22. Dokter Davin dan Chila 22
23
Bab 23. Dokter Davin dan Chila 23
24
Bab 24. Dokter Davin dan Chila 24
25
Bab 25. Dokter Davin dan Chila 25
26
Bab 26. Rencana Perjodohan
27
Bab 27. Dokter Davin dan Chila 27
28
Bab 28. Dokter Davin dan Chila 28
29
Bab 29 Dokter Davin dan Chila 29
30
Bab 30. Ketahuan
31
Bab 31. Terlambat
32
Bab 32. Kiriman
33
Bab 33. Bertemu
34
Bab 34. Bertemu Lagi
35
Bab 35. Lamaran Tiba-tiba
36
Bab 36. Penolakan
37
Bab 37. Curhat
38
Bab 38. Undangan Pernikahan
39
Bab 39. Ikhlas
40
Bab 40. Adik Yang Menjengkelkan
41
Bab 41. Permintaan Chila
42
Bab 42. Kecewa
43
Bab 43. Gundah Gulana
44
Bab 44. Sebelum Terlambat
45
Bab 45. Bertemu Suster Tantri
46
Bab 46. Ketahuan
47
Bab 47. Waktu Terakhir
48
Bab 48. Pingsan
49
Bab 49. Sakit
50
Bab 50. Dokter Cinta
51
Bab 51. Mencari Dokter Davin
52
Bab 52. Curiga
53
Bab 53. Meminta Bantuan Dilvara
54
Bab 54. Ketemu
55
Bab 55. Kartu Nama
56
Bab 56. Menemui Dokter Davin
57
Bab 56. Bertemu Chila
58
Bab 58. Dokter Davin dan Chila
59
Bab 59. Penjelasan
60
Bab 60. Perseteruan
61
Bab 61. Perhatian
62
Bab 62. Alasan
63
Bab 63. Pembuktian
64
Bab 64. Ancaman
65
Bab 65. Gertakan
66
Bab 66. Berubah Pikiran
67
Bab 67. Restu
68
Bab 68. Bersemangat
69
Bab 69. Mencurigakan
70
Bab 70. Mengejar
71
Bab 71. Kangen
72
Bab 72. Botulinum Toxin
73
Bab 73. Rencana Lamaran
74
Bab 74. Insomnia
75
Bab 75. Kecewa
76
Bab 76. Sebuah Nasehat
77
Bab 78. Kecelakaan
78
Bsb 79. Saingan Baru
79
Bab 79. Belanja Bersama
80
Bab 80. Rasanya Ingin Menikah Saja
81
Bab 81. Cewek Matre
82
Bab 82. Perhatian
83
Bab 83. Hari Pertunangan
84
Bab 84. Hari Pertunangan (2)
85
Bab 85. Badmood
86
Bab 86. Marah
87
Bab 87. Ada Apa Sebenarnya?
88
Bab 88. Sikap Yang Aneh
89
Bab 89. Dari Hati ke Hati
90
Bab 90. Kebetulan Yang Disengaja
91
Bab 91. Penjelasan Suster Dinda
92
Bab 92. Kebanyakan Micin
93
Bab 93. Kembali ke Pesantren 1
94
Bab 94. Malu
95
Bab 95. Semakin Yakin
96
Bab 96. Mencari Perhatian
97
Bab 97. Pernyataan Cinta Dimas
98
Bab 98. Ada Yang Mengawasi
99
Bab 99. Rasa Takut
100
Bab 100. Mengerjai Dimas
101
Bab 101. Ukuran
102
Bab 102. Ngambek
103
Bab 103.Tiba di Pesantren
104
Bab 104. Kecewa
105
Bab 105. Perpisahan
106
Bab 106. Perasaan Izzam
107
Bab 107. Tertangkap Basah
108
Bab 108. Teror
109
Bab 109. Permintaan Maaf
110
Bab 110. Penuturan dokter Davin
111
Bab 111. Ada Yang Mengikuti
112
Bab 112. Penangkapan
113
Bab 113. Iseng
114
Bab 114. Hari Santri
115
Bab 115. Tragedi di Perkemahan.
116
Bab 116. Benar Hilang
117
Bab 117. Jejak
118
Bab 118. Aksi Penyelamatan 1
119
Bab 119. Aksi Penyelamatan 2
120
Bab 120. Penguntit
121
Bab 121. Surprise
122
Bab 122. Hari Pernikahan
123
Bab 123. Hari Pernikahan 2
124
Bab 124. Masih di Suasana Pesta
125
Bab 125. Gara-gara Kado Laknat
126
Bab 126. Seperti Digerebek.
127
Bab 127. Unboxing
128
Bab 128. Terciduk
129
Bab 129.
130
Bab 130. Tiket Bulan Madu
131
Bab 131. Bulan Madu
132
Bab 132. Masih Malu-malu
133
Bab 133. Hamil?
134
Bab 134. Pulang
135
Bab 135.
136
Bab 136. Kabar Baik
137
Bab 137. Ngidam
138
Bab 138.
139
Bab 139.
140
Bab 140.
141
Bab 141.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!