Setelah mandi Fazila balik ke kamar dan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Di dalam
kamar ketiga temannya sudah siap dengan seragamnya.
"Lama banget sih Chila mandinya. Mandi ke laut ya?" protes Andin.
"Bukan hanya ke laut tapi ke langit," jawab Fazila seenaknya.
"Astaghfirullah kalian ngomong apa sih? Cepat dong! Sepuluh menit lagi pelajaran akan dimulai!" seru Qiana lalu menyandang tas dan memakai sepatu, sementara Andin masih tampak memasukkan buku-buku ke dalam tas dan Fazila masih sibuk memakai seragam. Anggita hanya berdiri di luar pintu dan terlihat sudah siap meluncur ke sekolahan.
"Ayo kita berangkat sekarang!" ajak Fazila setelah selesai memasang sepatu.
"Bukumu sudah dimasukkan?" tanya Qiana mengingatkan melihat Fazila langsung menarik tasnya begitu saja tanpa mengecek isinya terlebih dahulu.
"Sudah semalam," jawab Fazila sambil terus melangkah.
"Chila pelan-pelan dong jalannya!" seru Qiana sebab tidak bisa menyamai langkah Fazila yang terlalu cepat.
"Aih katanya hampir telat," keluh Fazila menghentikan langkah dan menatap teman-temannya di belakang.
"Memang kau sudah hafal tugas menghafal Bahasa Arab? Kok buru-buru banget sih?" tanya Andin membuat nyali Fazila ciut seketika untuk melanjutkan langkah kaki ke sekolah karena tidak hafal.
"Lah sekarang malah bengong. Ayo jalan!" Andin menarik tangan Fazila ke depan.
Sampai di sekolah Fazila menaruh tas di atas meja lalu dirinya duduk dengan kasar di atas bangku.
"Hah! Semoga saja ustadz Alfarisi tidak masuk hari ini. Semoga ada halangan begitu." Fazila mendesah kasar.
"Hei Chila nggak baik mendoakan orang lain buruk." Andin menepuk bahu Fazila.
"Ih siapa yang berdoa buruk?" protes Fazila.
"Itu tadi apa kalau tidak berdoa buruk?"
"Aku 'kan hanya berharap agar ustadz Alfarisi ada halangan. Halangan bukan selalu identik dengan hal buruk, kan? Bisa saja tiba-tiba ada tamu dan ustadz Alfarisi merasa tidak enak untuk meninggalkannya atau tiba-tiba ada undangan mendadak di suatu tempat."
"Hem, ngeles aja nih anak kalau diprotes."
Fazila hanya tersenyum melihat Andin yang kesal.
"Assalamualaikum ukhti!" Tiba-tiba saja ada yang mengucapkan salam di samping Fazila.
Fazila, Andin maupun Qiana beserta Anggita yang duduk di belakang bangku Fazila langsung menatap ke arah datangnya suara.
Ketiga teman Fazila terbelalak melihat siapa yang berdiri di samping mereka.
Fazila yang bingung dengan ekspresi ketiga temannya langsung merasa khawatir sebab takut yang mengucapkan salam adalah ustadz Alfarisi.
"Chila!" panggil Anggita lalu memberikan kode agar Fazila segera merespon terhadap orang yang berdiri di sampingnya.
"Saya ambil hafalan yang terakhir saja ustadz," ucap Fazila dengan wajah yang menunduk.
"Assalamualaikum ukhti!"
"Ya ampun nih para cewek-cewek bukannya menjawab salam malah bengong sendiri," protes Rofik lalu berjalan mendekat dan berdiri di samping Izzam.
"Hehe, wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh," ucap ketiganya serempak sambil cengengesan sedangkan Fazila hanya menjawab salam dalam hati.
"Kenapa pada senyum-senyum sih? Nggak baik loh ngucapin salam sambil tertawa-tawa gitu. Oooh, apa kalian senang ya melihat wajah saya yang tampan ini?" Rofik begitu percaya diri sebab ketiga gadis itu terlihat senang dengan kedatangannya.
Ketiganya malah tertawa lepas mendengar perkataan Rofik yang menurut mereka geli.
"Ish malah tertawa lagi. Akui saja kalau aku memang tampan dan yang tercantik diantara kalian aku pinang sebagai istri nantinya."
"Huek! Siapa yang senang melihat kamu Rofik? Kami hanya senang akhirnya Izzam tidak cuek lagi sama teman-temannya yang cewek. Ngerti kamu? Kamu kalau mau merayu sana sama Juleha saja, kalau sama kami tidak mempan. Kamu bukan kriteria kami," ujar Andin.
"Aih, tega sekali kalian," ucap Rofik lalu memberengut dan undur ke belakang Izzam lalu kembali ke tempat duduk semula.
"Izzam?"
Mendengar nama yang disebut teman-temannya barulah Fazila mau mengangkat wajahnya.
"Wa'alaikum salam Izzam, ada apa?" tanya Fazila kemudian.
"Saya hanya ingin menyampaikan bahwa tiga hari lagi sudah memasuki bulan puasa. Jadi saya minta kamu dan santriwati yang lainnya untuk mendata ta'jil apa saja yang akan dibuat tiap harinya untuk kita bagi-bagi bersama di jalanan. Tolong juga catat apa saja yang harus kita beli biar anggarannya bisa kita siapkan," terang Izzam panjang lebar.
"Baik," jawab Fazila singkat.
"Yasudah kalau datanya sudah lengkap kau bisa berikan padaku. Untuk berembug kau bisa menghubungi Mak Pur agar tidak bingung dengan bahan-bahan dapur yang perlu dipersiapkan."
"Baik," ucap Fazila lagi.
"Baiklah kalau sudah paham saya kembali ke tempat dudukku lagi."
Fazila mengangguk dan Izzam kembali ke bangkunya sendiri setelah mengucapkan salam.
"Keren," ucap Andin sambil menunjukkan kedua jempol pada Fazila.
"Keren-keren, masyaallah gitu! Gini-gini kan kita anak pesantren jadi harus lebih memilih kata-kata yang harus diucapkan biar kelihatan kayak orang takwa gitu."
"Astaghfirullah Chila, biar kelihatan aja ya? Aslinya kagak takwa." Andin langsung menutup mulutnya yang hampir tertawa karena melihat guru bahasa Arab berdiri di depan pintu.
"Emang kenapa kau bilang aku keren?" bisik Fazila di telinga Andin. Dia belum melihat keberadaan ustadz Alfarizi di pintu.
"Karena biasanya Izzam hemat bicara. Dia akan berkata hal-hal yang penting saja dan jarang bersosialisasi dengan teman-teman cewek," jelas Andin dengan suara yang berbisik pula.
"Oh begitu ya? Tapi tadi dia memang hanya membicarakan hal yang penting saja. Jadi, aku pikir biasa saja, tak usahlah kau bilang aku keren-keren."
"Tapi dia tadi menatap wajahmu, sepertinya dia suka deh padamu sebab dia jarang dan hampir tidak pernah menatap wajah wanita, itu yang kulihat sih."
"Jangan su'udzon pada orang, eh jangan-jangan dia menatapku karena jilbabku yang tidak rapi ya aku masangnya?"
"Bukan hanya tidak rapi, tapi terbalik luar dalamnya," bisik Andin. Gadis itu baru menyadari dengan kerudung Fazila yang terbalik.
"Apa?!" Fazila terlihat syok. Sebagai putri dari seorang desainer ternama, Fazila ingin penampilannya selalu sempurna dan tidak ingin mempermalukan mamanya dalam berbusana.
"Assalamualaikum warahmatullahi!" Ustadz Alfarisi mengucap salam sambil melangkah ke dalam ruangan.
"Waduh ustadz Alfarizi ternyata tidak absen hari ini. Mati aku!" Fazila menepuk jidatnya sendiri.
"Siapa yang mati Chila?" tanya ustadz Alfarizi dan langsung menatap ke arah Fazila. Sontak Fazila langsung merasa tegang.
"Itu ... itu ... kucing saya ustadz. Ya kucing saya," jawab Fazila gugup.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Dewi Anggya
chilaaaaa😀😀
2023-11-13
0