Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5

Setelah menitipkan Fazila pada Bu Nyai, ustadz dan ustadzah juga teman sekamar Fazila, Zidane dan keluarga berpamitan pada Fazila.

"Papa Fazila pasti akan kangen Pa." Gadis itu merengek sambil bergelayut manja di lengan Zidane saat mengantar orang tua dan yang lainnya ke pintu pagar.

"Kamu tenang saja, sebulan sekali papa dan mama akan datang menjengukmu di sini," ucap Zidane sambil mengusap-usap punggung putrinya.

"Sebulan? Lama amat Pa." Fazila nampak cemberut.

"Sebulan Chila bukan setahun," protes Isyana.

"Iya Ma." Akhirnya Fazila diam. Dia takut mamanya akan marah.

"Ya sudah ya Chila kami semua pamit, oma khawatir dengan keadaan opa kamu sedangkan Nathan Abangmu pasti fokus pada istrinya yang keadaannya tidak begitu fit akibat kehamilannya."

"Iya Oma, hati-hati ya!"

"Iya Chila kamu juga, jangan membantah kalau dinasehati sama ustadz-ustadzah di sini juga Bu Nyai dan Pak Kyai. Semua itu mereka lakukan demi kebaikan kamu sendiri."

"Iya Oma."

"Dan jangan kabur, awas kalau sampai kabur! Kamu bisa disuruh berhenti sekolah dan menikah," tambah Tristan dan langsung terkekeh.

"Abang!" protes Fazila.

"Abang kamu benar, kalau kamu nggak sekolah dengan benar mending nggak usah sekolah langsung nikah saja," ucap Isyana membuat Fazila terbelalak.

"Iya Ma, Chila berjanji akan belajar dengan serius."

"Baiklah kalau begitu kami pamit."

Fazila pun menyalami tangan semua anggota keluarganya termasuk Bi Inah pembantunya.

"Baik-baik ya Non di sini, yakinlah bahwa dengan menaruh kamu di tempat ini mereka semua ingin Nona Chila menjadi manusia yang lebih baik dari sebelumnya, dan meskipun di tempat ini Nona tidak bisa bebas lagi untuk berjalan-jalan yakinlah bahwa ini adalah penjara suci yang bisa mengantarkanmu ke surga kelak."

"Aamiin ya Allah, terima kasih Bik semangatnya."

"Sama-sama Non."

Semua keluarga pun masuk mobil dan ketika mobil bergerak meninggalkan area pesantren, semua keluarga yang berada di dalam mobil melambaikan tangan ke arah Fazila disambut lambaian tangan pula oleh Fazila dengan mata yang berkaca-kaca. Bahkan sampai mobil itu tak terlihat dalam pandangan mata, Fazila pun masih melambaikan tangannya. Dia merasa hampa hidup tanpa keluarga yang sedari kecil menemaninya.

"Sudah Nak Chila jangan bersedih, mari masuk ke dalam!" Suara Nyai Fatimah terdengar begitu lembut di telinga Fazila.

"Baik Nyai." Gadis itupun menurut dan melangkah di belakang Nyai Fatimah menuju kamarnya.

"Aggita! ajak dia bicara agar tidak merasa kesepian di tempat ini!" perintah Nyai Fatimah pada salah satu teman sekamar Fazila.

"Baik Nyai."

"Beritahu juga peraturan di sini agar dia mengerti."

"Samakah dengan peraturan kami Nyai?" tanya Qiana yang juga merupakan teman sekamar Fazila.

"Sama, kenapa harus berbeda?"

"Karena dia kan orang kaya," lirih Qiana.

"Sama saja di pesantren ini tidak membedakan antara santri yang merupakan anak orang kaya ataupun orang miskin, juga yang cantik dan yang tidak cantik karena di akhirat nanti Allah tidak akan menilai manusia dari kedua hal itu. Melainkan kebaikan dan ibadah masing-masing. Jadi, jadikan tempat ini sebagai ladang mencari ilmu dan pahala agar setelah kalian kembali ke masyarakat menjadi orang yang berguna."

"Baik Nyai."

"Kalau begitu saya pamit, Chila semoga betah ya. Saya yakin kamu orangnya mudah berteman jadi tidak ada alasan untuk tidak betah bukan?"

"Insyaallah Nyai."

Nyai Fatimah mengangguk dan mengucapkan salam sebelum akhirnya benar-benar pergi dari sisi mereka.

"Yuk Chila kita siap-siap ibadah shalat ashar berjamaah," ucap Anggita dibalas anggukan dari Fazila.

"Ayo Andin kamu nggak ikut?" tanya Qiana yang melihat Andin hari ini banyak diam.

"Aku lagi menstruasi jadi nggak bisa shalat," jelas Andin.

"Oh sudah sampai jadwalnya ya?" tanya Qiana sambil mengambil handuk dan sebuah sarung sedangkan Fazila mengambil mantel mandinya.

Andin mengangguk.

"Yasudah kalau begitu kita tinggal ya! Jaga kamar jangan sampai ada penyusup," ucap Qiana lalu terkekeh.

"Memang di pesantren ini ada penyusup?" tanya Fazila yang terus melangkah dengan tangan yang digandeng oleh Anggita.

"Maksudnya maling," sahut Qiana.

"Maling?" tanya Fazila tidak percaya.

"Bukankah penjagaan di pesantren ini terlihat ketat. Bagaimana mungkin maling bisa masuk pesantren?" lanjut Fazila.

"Maling kecil-kecilan Chila, dari santriwati sendiri, dan yang dicuri hanyalah camilan. Nggak banget ya surga ditukar makanan!" ucap Anggita lalu tersenyum.

"Aneh di tempat seperti ini masih saja mencuri," gumam Fazila.

"Ya karena mereka mendengarkan pengajaran ustadz hanya dengan masuk telinga kanan dan keluar telinga kiri. Jadi, ya nggak ngaruh dengan pelajaran yang diberikan."

"Benar juga sih tapi kenapa nggak dilaporan sama ustadzah ataupun Bu Nyai? Mereka yang seperti itu harus dikasih pelajaran biar nggak terbiasa."

"Aku nggak pernah memergoki langsung siapa pelakunya dan teman-teman yang memergokinya malah tidak berani melapor dengan alasan tidak ada bukti sehingga bisa saja tuduhan berbalik kepada dirinya sendiri dan mereka tidak mau bercerita siapa pelakunya."

"Aneh," gumam Fazila.

"Cepat jangan sampai kita terlambat dan mendapatkan hukuman dari Nyai Fatimah!"

Mereka bertiga pun bergegas. Fazila langsung dan Qiana langsung masuk ke kamar mandi sedangkan Anggita hanya mengambil wudhu' di keran yang berada di tengah-tengah antara kamar mandi dan kamar mandi lainnya.

Selesai mereka kembali ke kamar dan berpakaian lalu mengambil mukena dan berjalan beriringan menuju masjid.

Tidak menunggu lama di masjid tersebut sudah ramai dengan para santriwati yang ingin melakukan salat ashar berjamaah. Lima menit kemudian datanglah Nyai Fatimah yang akhirnya bertindak sebagai imam shalat.

Selesai shalat Nyai Fatimah memberikan kajian tentang ilmu fikih. Beliau hari ini membahas tentang makmum yang datang terlambat. Semua santriwati mendengarkan dengan seksama termasuk Fazila yang sepertinya begitu paham dengan penjelasan Nyai Fatimah.

"Ada yang ingin ditanyakan?" tanya Nyai Fatimah sebelum mengakhiri pertemuan hari ini, barangkali ada santriwati yang belum mengerti.

"Tidak ada Nyai!" seru santriwati yang hadir.

"Kalau begitu berarti kalian sudah paham. Chila sudah paham juga, kan?"

"Paham Nyai."

"Bagus kalau begitu kalian bisa kembali ke kamar masing-masing."

Semua santriwati bubar dan kembali ke tempat mereka masing-masing.

"Kangen Bang Tris," ucap Fazila sambil merebahkan tubuh di ranjang susun paling bawah. Dia pun meraih tas dan menelpon Tristan. Untuk seminggu ini Fazila di perbolehkan untuk membawa ponsel karena Nyai Fatimah takut gadis itu belum betah dan akan semakin tidak betah jika tidak diberikan kesempatan untuk menghubungi keluarganya.

Lama Chila teleponan dengan Tristan hingga gadis itu lupa waktu karena saking asiknya.

"Chila cepat mandi! Bentar lagi adzan magrib!" Anggita memperingatkan sambil memasang mukena.

"Kami tunggu di masjid ya," ucap Qiana.

"Oke." Segera Fazila memutus panggilan teleponnya lalu bergegas ke kamar mandi.

"Mandi nggak ya? Kalau mandi aku bisa telat, tapi kalau nggak mandi badan rasanya nggak enak. Ah mandi sebentar saja." Akhirnya Fazila langsung masuk ke kamar mandi dan memutus untuk mandi.

"Gawat sudah iqomat." Segera Fazila mengambil handuk dan mengambil wudhu, setelah itu melangkah dengan cepat ke arah kamar dan bergegas memakai baju.

"Cepatlah Chila kau sudah terlambat!" Andin memperingatkan.

Dengan tergesa-gesa Fazila berjalan menuju masjid dan ternyata benar dirinya terlambat. Dia pun ikut shalat berjamaah dan berharap tidak ada yang tahu bahwa dirinya terlambat.

"Nyai ada yang terlambat!" seru Heni, seorang santriwati yang ditugaskan sebagai pengurus.

"Siapa?" tanya Nyai Fatimah setelah menyelesaikan wiridan.

"Fazila Nyai," sahutnya. Sontak saja Fazila terbelalak.

"Kenapa kau menyebut namaku?" tanya Fazila sambil menatap tajam mata Heni.

"Lah kan memang kamu yang shalat yang berhenti terakhir tadi."

"Kau jangan menuduh sembarangan Hen, bisa saja kan tadi Chila shalat rawatib atau shalat sunnah ba' diyah Maghrib," bantah Qiana.

"Kau mau membodohi saya ya karena dia sekamar denganmu? Maaf aku tidak bodoh. Kau pikir aku tidak melihat tadi dia datang di rakaat terakhir kita semua shalat."

"Waw kamu shalat atau apa sih? Masa shalat bisa mengawasi orang lain," protes Fazila.

"Benar Fazila?" tanya Nyai Fatima yang berjalan mendekat ke arah Fazila.

"Benar Nyai," jawab Fazila sambil menunduk. Gadis itu tidak berani berbohong pada pengasuh pondok pesantren itu.

"Qiana dan Anggita! Apakah kalian sudah menjelaskan peraturan jika terlambat shalat berjamaah di pesantren ini?"

"Maaf Nyai kalau yang itu belum. Kami lupa," sahut Qiana dan Anggita serentak dan sama-sama dengan posisi menunduk.

"Baik karena kalian lalai maka kalian harus mendampingi Chila melaksanakan hukuman."

"Apa Nyai, saya dihukum?"

"Iya Chila saya harap kamu tidak keberatan dengan ini sebab saya tidak ingin dikatakan tidak adil hanya karena kamu anak orang kaya."

"Tapi apa gunanya pelajaran yang disampaikan Nyai tadi siang tentang Masbuk kalau saya tidak boleh terlambat shalat berjamaah? Kapan itu bisa dipraktekkan? Bukankah ini kesempatan baik Nyai untuk menilai seberapa besar pemahaman saya tentang pelajaran yang baru tadi siang Nyai sampaikan?"

Mendengar jawaban Fazila, semua santriwati menganga karena baru kali ini ada santriwati yang berani protes pada Nyai Fatimah sedangkan Nyai Fatimah hanya tampak mengangguk-angguk.

"Baik, katakan dulu apa yang menyebabkan kamu terlambat!"

"Dia terlambat karena teleponan sambil tertawa-tawa Nyai." Sebuah suara yang timbul du tengah-tengah kerumunan santriwati membuat Fazila menggeleng tak percaya.

"Sepertinya di sini banyak mata-mata," gumamnya.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

hati² chila ....mereka itu ttp pny perasaan baik dn tdk Krn hakikatnya mereka manusia yg masih trus belajar

2023-11-13

1

Pink Blossom

Pink Blossom

btul skli,, d psntren gk mndng blu dn ras,, smw'y mndpt hak & prlakukn yg sm

2023-05-20

0

Pink Blossom

Pink Blossom

hooh,, knp🤔

2023-05-20

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Dokter Davin dan Chila 1
2 Bab 2. Dokter Davin dan Chila 2
3 Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)
4 Bab 4. Dokter Davin dan Chila 4
5 Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5
6 Bab 6. Dokter Davin dan Chila 6
7 Bab 7. Dokter Davin dan Chila 7
8 Bab 8. Dokter Davin dan Chila 8
9 Bab 9. Dokter Davin dan Chila 9
10 Bab 10. Dokter Davin dan Chila 10
11 Bab 11. Dokter Davin dan Chila 11
12 Bab 12. Dokter Davin dan Chila 12.
13 Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13
14 Bab 14. Dokter Davin dan Chila 14
15 Bab 15. Dokter Davin dan Chila 15.
16 Bab 16. Dokter Davin dan Chila 16.
17 Bab 17. Dokter Davin dan Chila 17
18 Bab 18. Dokter Davin dan Chila 18.
19 Bab 19. Dokter Davin dan Chila 19.
20 Bab 20. Dokter Davin dan Chila 20.
21 Bab 21. Dokter Davin dan Chila 21.
22 Bab 22. Dokter Davin dan Chila 22
23 Bab 23. Dokter Davin dan Chila 23
24 Bab 24. Dokter Davin dan Chila 24
25 Bab 25. Dokter Davin dan Chila 25
26 Bab 26. Rencana Perjodohan
27 Bab 27. Dokter Davin dan Chila 27
28 Bab 28. Dokter Davin dan Chila 28
29 Bab 29 Dokter Davin dan Chila 29
30 Bab 30. Ketahuan
31 Bab 31. Terlambat
32 Bab 32. Kiriman
33 Bab 33. Bertemu
34 Bab 34. Bertemu Lagi
35 Bab 35. Lamaran Tiba-tiba
36 Bab 36. Penolakan
37 Bab 37. Curhat
38 Bab 38. Undangan Pernikahan
39 Bab 39. Ikhlas
40 Bab 40. Adik Yang Menjengkelkan
41 Bab 41. Permintaan Chila
42 Bab 42. Kecewa
43 Bab 43. Gundah Gulana
44 Bab 44. Sebelum Terlambat
45 Bab 45. Bertemu Suster Tantri
46 Bab 46. Ketahuan
47 Bab 47. Waktu Terakhir
48 Bab 48. Pingsan
49 Bab 49. Sakit
50 Bab 50. Dokter Cinta
51 Bab 51. Mencari Dokter Davin
52 Bab 52. Curiga
53 Bab 53. Meminta Bantuan Dilvara
54 Bab 54. Ketemu
55 Bab 55. Kartu Nama
56 Bab 56. Menemui Dokter Davin
57 Bab 56. Bertemu Chila
58 Bab 58. Dokter Davin dan Chila
59 Bab 59. Penjelasan
60 Bab 60. Perseteruan
61 Bab 61. Perhatian
62 Bab 62. Alasan
63 Bab 63. Pembuktian
64 Bab 64. Ancaman
65 Bab 65. Gertakan
66 Bab 66. Berubah Pikiran
67 Bab 67. Restu
68 Bab 68. Bersemangat
69 Bab 69. Mencurigakan
70 Bab 70. Mengejar
71 Bab 71. Kangen
72 Bab 72. Botulinum Toxin
73 Bab 73. Rencana Lamaran
74 Bab 74. Insomnia
75 Bab 75. Kecewa
76 Bab 76. Sebuah Nasehat
77 Bab 78. Kecelakaan
78 Bsb 79. Saingan Baru
79 Bab 79. Belanja Bersama
80 Bab 80. Rasanya Ingin Menikah Saja
81 Bab 81. Cewek Matre
82 Bab 82. Perhatian
83 Bab 83. Hari Pertunangan
84 Bab 84. Hari Pertunangan (2)
85 Bab 85. Badmood
86 Bab 86. Marah
87 Bab 87. Ada Apa Sebenarnya?
88 Bab 88. Sikap Yang Aneh
89 Bab 89. Dari Hati ke Hati
90 Bab 90. Kebetulan Yang Disengaja
91 Bab 91. Penjelasan Suster Dinda
92 Bab 92. Kebanyakan Micin
93 Bab 93. Kembali ke Pesantren 1
94 Bab 94. Malu
95 Bab 95. Semakin Yakin
96 Bab 96. Mencari Perhatian
97 Bab 97. Pernyataan Cinta Dimas
98 Bab 98. Ada Yang Mengawasi
99 Bab 99. Rasa Takut
100 Bab 100. Mengerjai Dimas
101 Bab 101. Ukuran
102 Bab 102. Ngambek
103 Bab 103.Tiba di Pesantren
104 Bab 104. Kecewa
105 Bab 105. Perpisahan
106 Bab 106. Perasaan Izzam
107 Bab 107. Tertangkap Basah
108 Bab 108. Teror
109 Bab 109. Permintaan Maaf
110 Bab 110. Penuturan dokter Davin
111 Bab 111. Ada Yang Mengikuti
112 Bab 112. Penangkapan
113 Bab 113. Iseng
114 Bab 114. Hari Santri
115 Bab 115. Tragedi di Perkemahan.
116 Bab 116. Benar Hilang
117 Bab 117. Jejak
118 Bab 118. Aksi Penyelamatan 1
119 Bab 119. Aksi Penyelamatan 2
120 Bab 120. Penguntit
121 Bab 121. Surprise
122 Bab 122. Hari Pernikahan
123 Bab 123. Hari Pernikahan 2
124 Bab 124. Masih di Suasana Pesta
125 Bab 125. Gara-gara Kado Laknat
126 Bab 126. Seperti Digerebek.
127 Bab 127. Unboxing
128 Bab 128. Terciduk
129 Bab 129.
130 Bab 130. Tiket Bulan Madu
131 Bab 131. Bulan Madu
132 Bab 132. Masih Malu-malu
133 Bab 133. Hamil?
134 Bab 134. Pulang
135 Bab 135.
136 Bab 136. Kabar Baik
137 Bab 137. Ngidam
138 Bab 138.
139 Bab 139.
140 Bab 140.
141 Bab 141.
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Bab 1. Dokter Davin dan Chila 1
2
Bab 2. Dokter Davin dan Chila 2
3
Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)
4
Bab 4. Dokter Davin dan Chila 4
5
Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5
6
Bab 6. Dokter Davin dan Chila 6
7
Bab 7. Dokter Davin dan Chila 7
8
Bab 8. Dokter Davin dan Chila 8
9
Bab 9. Dokter Davin dan Chila 9
10
Bab 10. Dokter Davin dan Chila 10
11
Bab 11. Dokter Davin dan Chila 11
12
Bab 12. Dokter Davin dan Chila 12.
13
Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13
14
Bab 14. Dokter Davin dan Chila 14
15
Bab 15. Dokter Davin dan Chila 15.
16
Bab 16. Dokter Davin dan Chila 16.
17
Bab 17. Dokter Davin dan Chila 17
18
Bab 18. Dokter Davin dan Chila 18.
19
Bab 19. Dokter Davin dan Chila 19.
20
Bab 20. Dokter Davin dan Chila 20.
21
Bab 21. Dokter Davin dan Chila 21.
22
Bab 22. Dokter Davin dan Chila 22
23
Bab 23. Dokter Davin dan Chila 23
24
Bab 24. Dokter Davin dan Chila 24
25
Bab 25. Dokter Davin dan Chila 25
26
Bab 26. Rencana Perjodohan
27
Bab 27. Dokter Davin dan Chila 27
28
Bab 28. Dokter Davin dan Chila 28
29
Bab 29 Dokter Davin dan Chila 29
30
Bab 30. Ketahuan
31
Bab 31. Terlambat
32
Bab 32. Kiriman
33
Bab 33. Bertemu
34
Bab 34. Bertemu Lagi
35
Bab 35. Lamaran Tiba-tiba
36
Bab 36. Penolakan
37
Bab 37. Curhat
38
Bab 38. Undangan Pernikahan
39
Bab 39. Ikhlas
40
Bab 40. Adik Yang Menjengkelkan
41
Bab 41. Permintaan Chila
42
Bab 42. Kecewa
43
Bab 43. Gundah Gulana
44
Bab 44. Sebelum Terlambat
45
Bab 45. Bertemu Suster Tantri
46
Bab 46. Ketahuan
47
Bab 47. Waktu Terakhir
48
Bab 48. Pingsan
49
Bab 49. Sakit
50
Bab 50. Dokter Cinta
51
Bab 51. Mencari Dokter Davin
52
Bab 52. Curiga
53
Bab 53. Meminta Bantuan Dilvara
54
Bab 54. Ketemu
55
Bab 55. Kartu Nama
56
Bab 56. Menemui Dokter Davin
57
Bab 56. Bertemu Chila
58
Bab 58. Dokter Davin dan Chila
59
Bab 59. Penjelasan
60
Bab 60. Perseteruan
61
Bab 61. Perhatian
62
Bab 62. Alasan
63
Bab 63. Pembuktian
64
Bab 64. Ancaman
65
Bab 65. Gertakan
66
Bab 66. Berubah Pikiran
67
Bab 67. Restu
68
Bab 68. Bersemangat
69
Bab 69. Mencurigakan
70
Bab 70. Mengejar
71
Bab 71. Kangen
72
Bab 72. Botulinum Toxin
73
Bab 73. Rencana Lamaran
74
Bab 74. Insomnia
75
Bab 75. Kecewa
76
Bab 76. Sebuah Nasehat
77
Bab 78. Kecelakaan
78
Bsb 79. Saingan Baru
79
Bab 79. Belanja Bersama
80
Bab 80. Rasanya Ingin Menikah Saja
81
Bab 81. Cewek Matre
82
Bab 82. Perhatian
83
Bab 83. Hari Pertunangan
84
Bab 84. Hari Pertunangan (2)
85
Bab 85. Badmood
86
Bab 86. Marah
87
Bab 87. Ada Apa Sebenarnya?
88
Bab 88. Sikap Yang Aneh
89
Bab 89. Dari Hati ke Hati
90
Bab 90. Kebetulan Yang Disengaja
91
Bab 91. Penjelasan Suster Dinda
92
Bab 92. Kebanyakan Micin
93
Bab 93. Kembali ke Pesantren 1
94
Bab 94. Malu
95
Bab 95. Semakin Yakin
96
Bab 96. Mencari Perhatian
97
Bab 97. Pernyataan Cinta Dimas
98
Bab 98. Ada Yang Mengawasi
99
Bab 99. Rasa Takut
100
Bab 100. Mengerjai Dimas
101
Bab 101. Ukuran
102
Bab 102. Ngambek
103
Bab 103.Tiba di Pesantren
104
Bab 104. Kecewa
105
Bab 105. Perpisahan
106
Bab 106. Perasaan Izzam
107
Bab 107. Tertangkap Basah
108
Bab 108. Teror
109
Bab 109. Permintaan Maaf
110
Bab 110. Penuturan dokter Davin
111
Bab 111. Ada Yang Mengikuti
112
Bab 112. Penangkapan
113
Bab 113. Iseng
114
Bab 114. Hari Santri
115
Bab 115. Tragedi di Perkemahan.
116
Bab 116. Benar Hilang
117
Bab 117. Jejak
118
Bab 118. Aksi Penyelamatan 1
119
Bab 119. Aksi Penyelamatan 2
120
Bab 120. Penguntit
121
Bab 121. Surprise
122
Bab 122. Hari Pernikahan
123
Bab 123. Hari Pernikahan 2
124
Bab 124. Masih di Suasana Pesta
125
Bab 125. Gara-gara Kado Laknat
126
Bab 126. Seperti Digerebek.
127
Bab 127. Unboxing
128
Bab 128. Terciduk
129
Bab 129.
130
Bab 130. Tiket Bulan Madu
131
Bab 131. Bulan Madu
132
Bab 132. Masih Malu-malu
133
Bab 133. Hamil?
134
Bab 134. Pulang
135
Bab 135.
136
Bab 136. Kabar Baik
137
Bab 137. Ngidam
138
Bab 138.
139
Bab 139.
140
Bab 140.
141
Bab 141.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!