"Ada apa Heni kenapa kamu berteriak-teriak seperti tadi?" tanya ustadzah Aini saat dirinya tiba di samping gadis itu.
"Dan kenapa kamu lama sekali kembalinya ke dalam kelas?" sambung ustad Alfarisi.
"Anu ustadz ... anu ...." Heni tampak gugup.
"Anu-anu kenapa? Oh jangan-jangan kamu mau kabur ya karena tidak hafal?" Ustadz Alfarisi menatap Heni penuh curiga.
"Tidak ustadz mana mungkin saya ingin kabur. Kalau saya benar-benar ingin kabur dari sekolah sekarang juga, apa gunanya saya tadi berisik sehingga kalian semua keluar dari dalam kelas."
"Nah itu tahu kalau tadi suara kamu mengganggu kami dan juga teman-temanmu," keluh ustadz Alfarisi sedangkan ustadzah Aini hanya terlihat diam saja. Seolah merasa lebih nyaman menjadi pendengar saja.
"Maaf Ustadz tapi saya terpaksa–"
"Terpaksa karena apa?" potong ustadz Alfarisi sedangkan ustadzah Aini masih saja senantiasa menjadi pendengar setia.
"Maaf ustadz tapi saya tadi berteriak karena melihat Chila ingin kabur dari sekolah ini," jelas Heni.
"Oh iya ya, kemana tuh anak? Semenjak pelajaran baru dimulai dia pamit ke kamar mandi dan sampai saat ini belum kembali juga," ustadz Alfarisi terlihat bingung dan khawatir.
"Justru itu Ustadz makanya saya tidak kembali ke dalam kelas sedari tadi. Setelah selesai membuang air kecil saya melihat Chila menaiki pagar yang di sana itu lalu hendak melompat.
Saya langsung memperingatkan supaya jangan kabur, tetapi meskipun saya cegah, dia langsung melompat ke bawah dan saya yang tidak fokus pada Chila karena berteriak sambil melihat ustadz di pintu kelas tidak jelas saat itu Chila berhasil melompat keluar dari area sekolah ini atau masih di dalam sekolah," jelas Heni panjang lebar.
"Gawat ustadz, bagaimana kalau dia kabur? Bukannya Fazila memang mondok karena dipaksa oleh kedua orang tuanya?" Ustadzah Aini terlihat khawatir.
"Benar juga sih apa kata ustadzah. Bukankah beberapa waktu yang lalu Chila mengatakan tidak betah tinggal di pesantren."
Ustadzah Ana menanggapi perkataan ustadz Alfarisi dengan anggukan.
"Kalau begitu sekarang kita harus segera mencarinya. Saya tidak mau dia tersesat karena tidak tahu daerah ini. Bagaimana nanti kita menghadapi kyai Miftah kalau Chila benar-benar kabur?"
"Terlebih kedua orang tuanya ustadz, mereka pasti akan sangat marah dan menganggap kita lengah dalam mengawasi putri mereka."
"Kalau begitu tunggu apalagi. Kita berpencar saja biar cepat ketemu. Saya dan ustadz-ustadzah yang lain akan mencari di sekitar sini dalam lingkungan sekolah maupun di luar lingkungan sekolah sedangkan ustadz Aini lebih baik langsung mengecek ke dalam pondok putri barangkali Chila sakit perut atau sakit kepala atau apalah sehingga terpaksa harus kembali ke dalam pondok tanpa sempat memberitahu kita."
"Siap ustadz, kalau begitu saya pamit dulu assalamualaikum warahmatullahi ta'ala wabarakatuh."
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi ta'ala wabarakatuh ustadzah Aini."
Ustadzah Aini melenggang pergi sedangkan ustadz Alfarizi mengajak para pengajar lainnya untuk mengitari halaman dan belakang sekolah.
"Kamu Heni ajak teman-temanmu untuk ikut dalam pencarian!" perintah ustadz Alfarisi pada Heni.
"Baik siap Ustadz."
Sampai di pintu pagar sekolah, ustadzah Aini tampak berbicara dengan pak satpam.
"Mau ke mana ustadzah Aini?" sapa pak satpam basa-basi.
"Mau ke pondok putri Pak untuk melihat apakah Fazila sudah ada di sana."
"Fazila yang mana Ustadzah? Yang anaknya sedikit pendek dan wajahnya cantik bulat itu, bukan?"
"Iya-iya benar Pak. Yang biasa dipanggil dengan sebutan Sheila oleh teman-temannya. Pak satpam tadi melihat?" tanya ustadzah Aini antusias.
"Tadi dia memang ke sini dan meminta saya untuk membuka pintu pagar. Katanya dia akan kembali ke pondok putri karena kepalanya pusing, cuma saya tidak mengizinkan karena tidak diantar langsung oleh ustadz atau ustadzah yang sedang mengajarnya sekarang untuk mengantisipasi agar santri atau santriwati tidak kabur dari sekolah terutama pondok pesantren ini.
Ustadzah tahu sendiri 'kan beberapa bulan yang lalu ada santriwati yang pamit keluar dari sekolah dan katanya akan kembali ke pondok putri, tapi nyatanya setelah itu langsung menghilang dan membuat pondok pesantren gempar. Nah saya yang paling disalahkan waktu itu."
" Iya Pak saya paham, tindakan Bapak sudah benar tapi, kenapa Fazila tidak kembali ke dalam kelas?"
"Mana saya tahu Ustadzah, mungkin ada di koperasi untuk membeli obat sakit kepala atau di kamar mandi begitu."
"Sudahlah Pak, saya akan langsung mengecek ke kamarnya saja sebab tadi Heni mengatakan melihat Fazila melompat dari pagar. Dia tidak akan kabur dari pesantren tanpa membawa apa-apa, bukan? Lagipula untuk di sekitar sini biarlah ustad dan ustadzah yang lainnya memeriksa."
"Melompat dari pagar?" Pak satpam terkejut mendengarnya. Bagaimana mungkin gadis pendek seperti Fazila bisa melompati pagar yang tinggi itu.
"Iya Pak, cepat buka pintu pagarnya!"
"Baik ustadzah!"
Suasana di dalam lingkungan sekolah itu mendadak jadi ramai dan berisik karena dibuat gusar dengan kabar melarikannya diri Fazila.
"Ngapain sih tuh anak pakai acara menghilang segala," protes Anggita sambil menuntun tangan Qiana.
"Aku yakin pasti karena dia tidak hafal," ujar Qiana.
"Tuh anak memang aneh, nggak hafal aja harus pergi dengan cara begini. Pura-pura sakit kek, kan beres." Andin tidak habis pikir dengan sikap Fazila."
"Biarkan saja deh, ini menurutku malah justru lebih bagus agar ustadz Alfarisi tidak melanjutkan hafalan kami hari ini karena aku pun juga belum hafal," ucap Andin terkekeh.
"Astaghfirullah nih anak, bersembunyi dalam tindakan orang lain," protes Anggita.
"Ada ya istilah seperti itu," ucap Qiana lalu ikut terkekeh.
"Ada aku yang bikin," jawab Anggita seenaknya.
"Bukan begitu Anggit, ini yang namanya mengambil hikmah dari sebuah peristiwa tertentu," ujar Andin.
"Saya sih menghargai keputusan Chila yang pergi dari sekolah tanpa pamit karena dengan begitu dia sudah berhasil menyelamatkan saya dari hukuman yang akan diberikan ustadz Alfarisi," tambah Andin lagi.
"Egois," ucap Qiana sambil menepuk kepala Andin.
"Kau pikir dengan begini Chila tidak akan dihukum apa?!"
"Kalau begitu sih masih mending, bagaimana kalau dia kabur dan tidak akan kembali?" tanya Qiana.
"Tidak mungkin, dia tidak akan kemana-mana. Dia tidak bodoh, dia tidak akan melarikan diri karena tidak hafal daerah sini," ujar Andin begitu tenang.
"Bagaimana apakah sudah ketemu?" tanya ustadz Alfarisi kepada para
santriwan-santriwatinya.
"Belum ustadz!" sere mereka dengan jawaban yang serempak.
"Ustadz dan ustadzah juga tidak menemui juga?"
"Tidak ada ustadz."
"Hmm, baiklah kita tunggu ustadzah Aini. Barangkali beliau membawa kabar yang baik."
Semua ustadz dan ustadzah mengangguk sambil menatap kedatangan ustadzah Aini yang sekarang masih melangkah ke arahnya.
"Bagaimana ustadzah? Ada di kamarkah?"
"Tidak ada ustadz, ustadzah. Seperti dia tidak kembali ke sana setelah kabur dari sekolahan."
"Bagaimana ini? Kalau sampai Kyai Miftah dan Nyai Fatimah tahu pasti akan kecewa padaku apalagi saat ini orang tua Chila sudah menjadi donatur tetap di pesantren ini," ucap ustadz Alfarisi dengan wajah yang terlihat sendu.
Sementara yang lain sedang heboh mencari dirinya, Fazila nampak santai di atas pohon sambil menikmati jambu air yang rasanya begitu manis di mulut Fazila.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Ita rahmawati
ustadz dm ustadzahnya terkesan men spesialkan chila ya,,gtu aja di cari sampe pelajaran ditunda dn menelantarkan santri yg lain 🤭
2024-10-31
0
Dewi Anggya
cariiii dipohon Jambu yg rindang ustadz dn ustadzah 🤭🤭🤭
2023-11-13
0