"Izzam sini!" seru Nyai Fatimah sambil melambaikan tangan.
"Saya Nyai?" tanya Izzam sambil menunjuk ke dadanya sendiri sebagai kode sebab Nyai Fatimah belum tentu bisa mendengar suaranya.
"Iya Izzam kamu dipanggil Nyai tuh," ucap Kyai Miftah, memperjelas keinginan istrinya.
"Baik Pak Kyai." Izzam pun melangkah ke arah Nyai Fatimah.
"Ada apa Bu Nyai memanggil saya?" tanya Izzam saat dirinya sudah berada di samping para wanita yang sedang duduk dengan serius itu.
"Saya hanya ingin memperkenalkan kamu dengan dia. Namanya Fazila, bisa dipanggil Chila, kan ya Nak?"
"Iya Bu Nyai," sahut Fazila dengan santai sedangkan Izzam sendiri tampak gugup. Tidak biasanya Nyai Fatimah memperkenalkan dia dengan santri wanita jika tidak ada maunya.
"Dan Chila, perkenalkan juga namanya Abrizam, bisa dipanggil Izzam!"
Fazila mengulurkan tangan sedangkan Izzam langsung mengatupkan kedua tangan di depan dada.
"Izzam."
"Chila."
Mereka berkenalan tanpa salaman.
"Saya Izzam Tante, Oma," ucap Izzam memperkenalkan lagi dirinya pada Laras dan Isyana. Dia memanggil Laras oma karena melihat wanita itu hampir seumuran dengan Arumi, omanya.
"Iya Nak Izzam, saya Isyana mama dari Chila dan beliau Oma Laras," ucap Isyana.
Izzam mengangguk.
"Chila ini pesantren, tidak diperkenankan berkenalan dengan cara menyentuh tangan dengan lawan jenis jika bukan muhrim," bisik Isyana di telinga Fazila.
"Hehe, lupa Ma," ucap Fazila sambil cengengesan.
"Oh ya Izzam sebentar lagi bulan ramadhan tiba. Saya ingin kamu berkolaborasi dengan Chila untuk mengelola takjil yang akan diberikan di jalan-jalan nantinya bagi mereka yang kemalaman di jalan. Kamu yang menjadi ketua di grup para santri sedangkan Chila menjadi ketua di grup santriwati. Hanya saja saya ingin menu yang harus dibuat tiap harinya kalian berdua yang menentukan."
"Oh ada acara beginian di pesantren ini ya, Nyai?" tanya Isyana.
"Iya Nyai, bukankah seharusnya orang-orang luar yang memberikan makanan kepada anak-anak dalam pesantren?" sambung Laras.
"Iya Nyonya. Orang luar pesantren sering memberikan kami makanan ataupun uang selama ini. Jadi, saya berpikir untuk kali ini giliran kita yang berada di dalam lingkup pesantren ini yang mengabdi kepada masyarakat meskipun dimulai dari hal-hal kecil seperti ini. Namun, sebenarnya dana ini juga berasal dari beberapa donatur tetap pesantren, salah satunya dari orang tua Izzam juga, cuma mereka memberikan ke pesantren agar pesantren yang mengelola."
"Oh begitu ya Nyai?"
Nyai Fatimah mengangguk.
"Ya, lumayanlah jadi selain belajar agama para santri di sini kita didik untuk mengolah dan mengkreasikan makanan lalu menyalurkan kepada mereka-mereka yang membutuhkan di luar. Jadi, pada intinya pesantren juga mengajarkan beramal kepada para santrinya terutama di bulan Ramadan yang pahalanya ini bisa dikatakan berlipat ganda. Selain itu selama bulan Ramadhan ini para santri dibebaskan untuk membayar uang makan karena makanan yang menjadi santapannya saat buka maupun sahur mereka sendiri yang buat, meskipun ada beberapa orang dewasa yang kami tugaskan untuk membantu para santri ataupun santriwati."
Isyana dan Laras hanya manggut-manggut saja.
"Rencananya saya ingin agar Izzam dan Chila yang mengelola sebab saya melihat putri Anda ini sangat lincah dan supel orangnya sedangkan Izzam sendiri pendiam. Jadi saya pikir peran Chila di sini akan sangat membantu. Selain itu agar Chila bisa cepat betah di pesantren."
"Wah kalau begitu saya mendukung Bu Nyai, tapi tergantung sama Chila juga sih, dia mau apa tidak," ucap Isyana.
"Saya bersedia Ma," ucap Fazila begitu antusias.
"Baiklah kalau kamu mau, biar cepat kenal juga dengan teman-teman kamu di sini."
Fazila mengangguk.
"Yasudah kamu sekarang boleh pergi, nanti bagaimananya biar ustadzah Ana yang menyampaikan."
"Baik Nyai kalau begitu saya pamit. Assalamualaikum!"
"Wa'alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh."
Izzam pun pergi dan Nyai Fatimah dan Isyana serta Laras melanjutkannya pembicaraan mereka.
Setelah lama berbincang-bincang akhirnya semua keluarga mengantarkan Fazila ke kamar yang harus ditempatinya.
Di dalam kamar itu sudah ada lemari baru untuk Fazila yang dibawakan oleh orang suruhan Zidane.
"Jadi saya harus tidur di tempat ini?" tanya Fazila sedikit ragu sebab kamar di sana begitu sempit dibandingkan kamarnya sendiri di rumah orang tuanya.
"Iya Chila, kamu harus belajar menjadi orang yang sederhana. Kamu di sini bukan sebagai anak orang kaya tapi sama seperti teman-temanmu yang lainnya," jelas Isyana. Dia hanya ingin Fazila tidak manja lagi dan bisa merasakan seperti anak-anak yang lain termasuk seperti dirinya dahulu sewaktu masih bersekolah.
"Tapi ini kamarnya sudah sempit harus isi 4 orang pula." Fazila sedikit merasa kesal.
Bagaimana mungkin dirinya yang biasa tidur di kamar yang luas kini tinggal di kamar sempit dan harus berbagi tempat pula. Dia pikir dirinya pasti akan merasa sesak nafas.
Teman-teman yang menghuni kamar itu sebelumnya hanya memandang Fazila tanpa mau berbicara. Dalam hati mereka berpikir pastilah Fazila adalah anak yang manja dan sombong. Namun, mereka tidak bisa menolak jika Fazila harus tinggal di kamar itu karena sudah perintah dari Nyai Fatimah langsung.
"Itu karena kamu tidak biasa Chila," ucap Tristan yang datang bersama Zidane.
"Abang!" rengek Fazila dengan suara manja membuat para santriwati segera mendekat ke arah Fazila dan menatap Tristan tak berkedip.
"Hai apa kabar semua!" sapa Tristan sok tebar pesona membuat para santriwati menganga melihat pria itu. Tanpa Tristan tebar pesona pun para santriwati sudah terpesona dengan ketampanan pria itu.
"Abang!" kesal Fazila. Bukannya fokus padanya, Tristan malah fokus pada para santriwati.
"Awas Abangku ini sudah punya tunangan," ucap Fazila memperingatkan agar para santriwati di sana tidak menggantungkan harap pada sang kakak sambil menarik tangan Tristan.
"Chila kamu buka kartu aja," protes Tristan.
"Biarin, kalau macam-macam aku lapor nih Kak Dilvara."
"Iya-iya."
"Oh iya setelah ini para pria tidak diperkenankan untuk menjenguk Chila sampai kamar lagi ya Pak Zidane! Untuk keluarga santriwati yang laki-laki hanya bisa menunggu di ruang tunggu. Namun, untuk sekarang masih boleh sebab ini hari pertama Chila di pesantren dan pihak keluarga mungkin ingin melihat langsung kondisi kamar putrinya," jelas Nyai Fatimah akan peraturan di tempat itu.
"Baik Nyai saya paham," ucap Zidane.
"Ini pasti gara-gara Abang yang suka menggoda santriwati," protes Fazila.
"Lah kok Abang yang disalahin? perasaan abang gak goda mereka deh. Kalau mereka tergoda ya salah mereka sendiri suruh siapa tidak menjaga pandangan mata."
Fazila mencebik mendengar perkataan Tristan.
"Tidak Chila. Ini bukan karena Abang kamu, melainkan karena memang sudah menjadi peraturan di pesantren ini. Papa ataupun abangmu muhrim bagi kamu, tapi tidak dengan santriwati yang lain."
Mendengar penjelasan Nyai Fatimah Tristan mengedipkan mata kepada Fazila seolah menggoda adiknya dan mengatakan Fazila kalah.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Ita rahmawati
baru masuk pesantren udah jd ketua grup santriwatinta bingung tuh 🤦♀️
hrusnya jgn lgsg jd ketua lah biar alami gtu 🤣
2024-10-31
1
Pink Blossom
wkwkk,, bnr² tuh🤭
2023-05-20
0
🥑⃟Serina
nah bener tuhh wkwkwk
2023-05-13
1