"Kalau begitu kita cari sekali lagi, di tempat-tempat yang sekiranya belum kita sentuh tadi!"
"Baik ustadz." Mereka pun berpencar sekali.
"Apa ini?" Fazila mengernyit tatkala melihat ulat pala bagol di daun-daun Jambu air.
"Ih aneh nih ulat," gumamnya sambil bergidik ngeri. Sesaat kemudian dia mengingat perkataan dokter Davin tempo dulu.
"Kay seperti ulat jambu air kalau pakai helm itu," ucapan dokter Davin ini terngiang di telinga Fazila. Sejenak dia tersenyum saat mengingat kebersamaan dengan dokter Davin beberapa waktu yang lalu.
Namun, senyumnya langsung memudar tatkala mengingat momen dirinya dirampok dan dikejar-kejar oleh para preman.
"Ah, sampai saat ini aku tidak pernah mengerti kenapa kau melakukan itu dokter?" Fazila mendesah kasar lalu melihat beberapa ustadz dan ustadzah beserta santriwan dan santriwati yang berlalu lalang di bawahnya.
"Apa yang mereka lakukan? Apa tidak capek ya mondar-mandir macam setrikaan?" tanya Fazila dalam hati. Ingin rasanya dia menyapa tapi, urung tatkala melihat jam dipergelangan tangan yang menunjukkan waktu pelajaran bahasa Arab belum usai.
"Nanti saja deh aku turun kalau sudah jam pergantian pelajaran." Fazila meraih daun yang ada ulatnya tadi lalu mengawasinya.
"Tidak semengerikan yang kulihat tadi," gumamnya lalu melempar daun itu ke bawah hingga mengenai kepala Heni yang kebetulan melintas.
"Hup." Fazila langsung menutup mulut saat menyadari Heni bisa curiga dengan jatuhnya daun yang masih hijau itu.
"Apa ini?" Heni meraih sesuatu yang menyentuh kepalanya.
Dia langsung mengambil daun tersebut.
"Hanya daun ... ih ada ulatnya!" Heni berjingkrak-jingkrak, bukan senang melainkan jijik dan takut melihat ulat tersebut.
"Ih!" Dia melempar daun itu secara sembarangan setelannya berlari pergi dan tidak sengaja daun itu mengenai wajah ustadzah Ana yang melintas.
Wanita itu segera menangkap daun yang menyentuh pipinya sebelum terjatuh ke bawah. Dia kaget saat melihat daun tersebut ada ulatnya.
"Heni!" teriak ustadzah Ana geram sambil mengepalkan kedua tangannya.
Heni yang melihat raut wajah ustadzah Ana yang terlihat murka berlari menjauh sedangkan ustadzah Ana turut berlari mengejar Heni. Rasanya dia tidak ingin melepaskan santrinya yang satu itu.
"Awas kamu ya!" kesal ustadzah Ana.
Fazila yang berada di atas pohon hanya cekikikan sendiri melihat Heni dan ustadzah Ana kejar-kejaran seperti anak kecil.
Sesaat kemudian Heni berhasil ditangkap dan langsung mendapat jeweran dari ustadzah Ana.
"Ampun Ustadzah!" mohon Heni sambil meringis.
"Lain kali yang sopan sama guru. Tidak baik melempar sesuatu ke wajah ustadz atau ustadzah apalagi daun yang ada ulatnya."
"Maaf ustadzah Ana, tadi saya refleks dan tidak sengaja," jelas Heni.
"Tidak usah beralasan, lain kali kalau begini lagi kau akan saya hukum berdiri dengan satu kaki."
Untuk kedua kalinya Fazila menutup mulutnya sebab takut tawanya lepas walaupun sebenarnya keinginan hatinya saat ini adalah menertawakan Heni dengan nyaring biar anak itu kesal.
Terpaksa Heni mengangguk agar tangan ustadzah Ana segera melepaskan telinganya.
"Bagus," ucap ustadzah Ana lalu melepaskan Heni kemudian melenggang pergi.
Hari sudah menjelang siang, tetapi Fazila belum turun juga. Gadis itu betah berada di atas pohon jambu. Saat ini gadis itu bersandar pada dahan lalu memejamkan mata. Fazila tidur dengan tenang seolah tidak menghiraukan bahwa orang-orang di bawah sana sedang berjuang mencari dirinya.
"Sudahlah hari ini kita bebas, tidak ada pelajaran. Yang ingin kembali ke pondok silahkan, dan yang masih mau membantu melakukan pencarian Chila. Kali ini pencarian akan dilakukan di luar sekolah terutama di sekitar pemakaman yang belum kita jamah tadi."
"Ih kuburan. Nggak ah, aku nggak mau ikut." Terdengar seorang santri berkomentar.
"Kalau aku mau ikut aja, toh siang-siang begini tidak akan ada hantu," timpal yang lain.
"Baiklah masalah ikut atau tidak itu terserah kalian masing-masing. Tidak ada pemaksaan di dalamnya asalkan dengan satu syarat sampai pada waktu shalat dhuhur berjamaah nanti kalian tidak boleh telat," ujar ustadzah Aini memperingatkan.
"Baik ustadzah!" seru mereka serempak.
Sebagian siswa kembali ke kamar mereka masing-masing dan sebagian lagi ikut mencari keberadaan Fazila.
Hingga sore hari Fazila belum ditemukan juga dan berita kehilangan itu akhirnya sampai juga di telinga Nyai Fatimah.
Nyai Fatimah langsung mengambil tindakan menghubungi orang tua Fazila untuk menanyakan apakah gadis itu pulang ke rumah ataukah seharian ini pernah menelpon keluarganya.
Isyana yang mendapatkan telepon dari pesantren langsung menghubungi Laras untuk menanyakan keberadaan Fazila yang mungkin saja sudah ada di rumah karena dia sendiri sedang berada di salah satu butiknya.
"Benar tidak ada Ma?" tanya Isyana memastikan barangkali Laras tadi tidak fokus atau belum melihat keberadaan Fazila saja."
"Benar Nak Syasa mama tidak melihatnya," sahut Isyana.
"Mungkin Mama masih belum berpapasan saja di sana. Boleh minta tolong untuk ngecek ke kamarnya saja dulu Ma?"
"Sebentar aku naik ke atas dulu!" Laras pun memeriksa kamar Fazila yang ternyata masih sepi. Tidak ada penampakan Fazila ada di kamar itu.
"Bagaimana Ma?" tanya Isyana dengan nada suara yang terdengar sangat khawatir.
"Tidak ada Nak, lebih baik kamu telepon saja Zidane barangkali Chila langsung menemui papanya sebelum pulang ke rumah.
"Baik Ma." Segera Isyana menutup telepon dengan Laras kemudian beralih menelpon Zidane.
"Tidak ada Sayang. Memangnya sudah mulai liburan sehingga Chila pulang?"
"Ini bukan liburan Mas, tapi Chila kita kabur dari pesantren."
"Apa?!" Zidane nampak terbelalak.
"Ada apa Pa?" Nathan yang kebetulan ada di kantor membantu sang papa kaget melihat Zidane terlihat syok.
"Adikmu kabur dari pesantren Nath dan sampai sekarang pihak pesantren tidak bisa menemukannya."
"Bagaimana bisa Pa? Bukankah akhir-akhir ini Chila katanya sudah betah di pesantren?" tanya Nathan dengan ekspresi bingung.
"Entahlah papa tidak mengerti. Kau urusi kantor ya karena papa harus pergi!"
"Baik Pa."
Zidane berjalan keluar dari ruangan kerjanya sambil menelpon anak buahnya dan memerintahkan untuk mencari Fazila.
Sampai di rumah semua keluarga tampak heboh dan semuanya sudah siap untuk pergi mencari anak perempuan dalam keluarga itu.
***
Di halaman sekolah, tepatnya di atas pohon Fazila langsung membuka mata tatkala mendengar suara muadzin mengumandangkan adzan.
"Sudah dhuhur rupanya. Sepertinya pelajaran bahasa Arab sudah berganti dengan pelajaran selanjutnya," gumam Fazila lalu melihat sekeliling ternyata sudah terlihat sepi.
Gadis itu mengernyit tatkala melihat sinar matahari sudah tidak terik lagi seperti saat siang hari sebelumnya.
Fazila merentangkan tangan untuk mengendurkan otot-ototnya sebelum akhirnya memutuskan untuk turun dari tempat persembunyiannya sedari pagi.
Kreek
Tidak sengaja rok panjangnya tertarik oleh ranting tajam dan sobek.
"Waduh bagaimana ini?"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
bhunshin
waaahhhhh jadi inget waktu sekolah gak mo disuntik terus bolos pulng kerumah ngumpet di gulungan kasur kapuk Ampe ketiduran Ampe sore udah gitu diberitain pake toa mushola aku di bilang ilang🤣🤣🤣🤣
2024-05-20
1
Dewi Anggya
chilaaaaaa yg lain pd heboooh nyariin tuuhhhh😂😂😂
2023-11-13
0