Setelah beberapa kali meminum obat keadaan ketiga teman-teman Fazila berangsur-angsur pulih. Panas di tubuh mereka sedikit demi sedikit mulai berkurang dan menyisakan gatal yang sudah tidak terlalu sangat.
"Chila bangun, sudah subuh ini!" seru Andin sambil mengguncang tubuh Fazila, sedari tadi mereka membangunkan gadis itu tidak bangun-bangun juga.
Fazila hanya terlihat menggeliat kemudian tidur lagi.
"Astaghfirullah nih anak, masih aja susah dibangunkan," keluh Anggita.
"Dia baru tidur, dia tadi sudah shalat tahajud di kamar lalu tidur lagi. Mungkin karena kelamaan menunggu waktu subuh," terang Qiana yang sudah bangun terlebih dahulu dari kedua
teman-temannya dan memilih tidak tidur lagi seperti Fazila.
"Yasudah kita biarkan saja dulu. Kita shalat subuh duluan," usul Anggita.
Andin yang sudah mandi hadas besar pun manggut-manggut. Mereka bertiga beranjak ke kamar mandi lalu shalat subuh berjamaah di kamar. Beberapa hari ini Nyai Fatimah memang melonggarkan peraturan mengingat banyak santriwatinya yang sedang sakit.
Setelah selesai shalat mereka pun membangunkan Fazila kembali.
"Astaghfirullah, kenapa kalian membangunkan aku setelah selesai shalat berjamaah sih? Tega amat kalian bertiga mau masuk surga nggak ngajak-ngajak," protes Fazila.
"Tuh, kan kita yang salah," protes Anggita.
"Hooh padahal dari tadi kami sudah berusaha membangunkan, tapi sayang sepertinya suara kami tidak sampai di telinganya. Mungkin dibawa angin," sindir Andin lalu cekikikan.
"Bukan nggak sampai ke telinga sih sepertinya tidak sampai ke hati karena aku sudah membisikkan terlalu dekat dan sudah dengan suara yang keras," tambah Anggita lalu tertawa lepas.
"Karena bisikanmu dianggap bisikan setan Anggit. Jadi mana mungkin Chila dengar," ujar Andin kemudian ikut tertawa renyah.
"Apakan sih kalian?! Sudah ah aku mau ambil wudhu saja. Entar telat shalat subuhnya," ujar Fazila lalu keluar dari kamar meninggalkan ketiga teman-temannya yang semakin terdengar tertawa dengan kencang.
Setelah mengambil wudhu, Fazila kembali ke kamar dan shalat subuh di sana.
"Hei kalian sudah hafal belum surat-surat pendeknya?"
"Tenang Chila, kan waktunya masih lama," ucap Andin dengan begitu entengnya.
"Lama apaan Andin bukankah nanti sore setorannya? Ah seandainya papa tidak mengikutkan aku ke kelompok menghafal Al-Qur'an. Gara-gara kagum sama Izzam nih," keluh Fazila padahal otaknya tidak bisa diandalkan. Baru saja disuruh menghafalkan surat-surat pendek susahnya minta ampun. Bagaimana kalau sampai giliran surat Al-Baqarah yang begitu panjang? Rasanya ia ingin mundur saja.
"Karena banyak santriwan-santriwati yang sakit sepertinya diundur sampai minggu depan," sahut Andin dengan ekspresi begitu tenang.
"Benarkah?" Fazila terlihat antusias.
"Iya, masih ada waktu 7 hari untuk melengkapi hafalan juz ke 30 itu. Kau sudah hafal berapa surat?"
"Masih 20 Din."
"Hmm, berarti masih kurang 17 surat lagi. Kau bisa menghafal 3 surat setiap harinya."
"Semoga saja, kamu sendiri bagaimana?"
"Sebenarnya saat MI saya sudah hafal semua tapi entah sekarang tinggal berapa. Kayaknya hanya tinggal Annas, Al ikhlas dan Al-Kautsar deh karena kalau shalat itu yang sering aku baca-baca ulang," sahut Andin membuat Fazila terbelalak.
"Dasar kamu! Jadi selama seminggu ini kamu tidak pernah mencoba menghafal yang lainnya?"
"Belum Chila, tenanglah! Karena hanya dengan bersikap tenang semuanya akan berjalan lancar."
"Ckk, berjalan lancar bagaimana kalau tidak pernah usaha? Aku aja yang sudah hafal 20 surat masih aja ketar-ketir takut tidak kekejar sisanya. Kamu mah baru hafal 3 surat aja sudah anteng."
"Lihat saja nanti kan aku tinggal mengulang aja dan aku yakin akan mudah hafal."
"Oke," ujar Fazila.
"Bagaimana dengan kabar hafalan pelajaran Bahasa Arab?"
"Kalau itu aku sudah hafal," jawab Andin.
"Kalau kalian berdua?" Kini Fazila menatap ke arah Qiana dan Anggita. Dalam hati berharap keduanya juga tidak hafal agar dirinya mendapatkan teman.
Sayangnya Qiana dan Angita terlihat mengangguk.
"Kami juga sudah hafal. Kenapa kau belum hafal? Ada waktu sebelum jam pelajaran dimulai," ujar Qiana.
"Tapi aku kesusahan menghafal," ucap Fazila dengan bibir yang mengerucut.
"Coba aja lagi Chila, kata orang-orang waktu sebelum atau sesudah Subuh bagus untuk menghafal."
"Baik akan aku coba. Semoga berhasil," ucap Fazila penuh harap. Dia pun membuka mukena lalu membuka bukunya kembali dan mulai menghafal.
Fajar menyingsing, sinar matahari mulai menembus ke kamar-kamar melalui celah jendela.
"Waduh kok sinar matahari mulai terang gitu. Kalau begitu aku akan bersiap-siap untuk berangkat ke sekolah. Apakah kalian hari ini akan masuk sekolah?"
"Pasti Chila, tapi kami nggak akan mandi. Langsung pakai seragam saja," ujar Anggita.
"Oke kalau begitu aku ke kamar mandi sendirian aja. Menyesal tadi pas mau shalat subuh hanya mengambil wudhu saja."
"Sudah pergi sana nggak usah pakai acara menyesal-menyesal segala!" usir Andin lalu terkekeh kembali.
"Iya-iya," ujar Fazila lalu melenggang pergi.
"Kalian berdua ini suka menggoda Chila!" seru Qiana.
"Nggak apa-apa Qia biar ramai," tukas Andin.
"Terserah kalian ajalah, yang penting, jangan sampai dia marah. Kalau dia marah aku tidak akan tanggung jawab!"
"Nggak bakal Qiana. Chila bukan gadis yang pemarah kok."
Di sekitar kamar mandi, Fazila bingung karena melihat hampir semua kamar mandi dikunci dari dalam yang artinya sudah berisi dengan para santri. Hanya ada satu kamar mandi dan Fazila langsung mendekatinya.
Ternyata ada orangnya meskipun pintunya dibiarkan terbuka. Namun, Fazila dibuat heran dengan kelakuan santriwati yang ada di kamar mandi tersebut.
"Ih, kenapa dia seperti itu?" tanya Fazila bingung.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Dewi Anggya
lanjuuuuut
2023-11-13
0