"Kalau begitu perkaranya, maaf Chila kau harus saya hukum," ucap Nyai Fatimah mengambil keputusan.
Fazila menghembuskan nafas berat dan akhirnya mengangguk pasrah.
"Kau bersihkan kamar mandi santriwati yang di ujung sana, yang letaknya dekat dengan dapur!"
"Baik Nyai," sahut Fazila sambil menunduk.
"Dan kalian tahu, kan kamar mandi mana yang saya maksud Anggita dan Qiana?" Kini Nyai Fatimah beralih menatap Anggita dan Qiana.
"Tahu Nyai," jawab keduanya serentak.
"Bagus kalau begitu, sebab kalian harus menemani Chila menerima hukuman, karena ini terjadi juga akibat kelalaian kalian berdua yang tidak patuh pada perintah saya untuk menjelaskan aturan apa saja yang harus dijelaskan pada Chila."
"Baik," ucap keduanya, pun pasrah akibat keteledoran mereka sendiri.
"Yasudah besok pagi sebelum shalat subuh itu harus selesai. Kalau tidak hukuman kalian akan saya tambah lagi!"
Chila terperanjat dengan perkataan Nyai Fatimah. Hukumnya yang satu belum kelar ditambah ancaman hukuman lagi.
"Baik Nyai," jawab mereka bertiga kemudian dengan serempak.
"Kalau begitu kalian kembali ke kamar masing-masing, makan malam dan belajar. Setelah sampai pada jam tidur istirahatlah dan jangan lupa baca doa!"
"Baik Nyai."
Semua santriwati pun bubar ke kamar mereka masing-masing. Menaruh mukena kemudian berkumpul di depan kamar mereka. Seorang pengurus memberikan nasi bungkus untuk makan malam mereka.
"Makanlah sebelum kita memulai belajar kita!"
"Terima kasih Kak."
"Oh ya aku tadi dibawain daging rendang oleh mama, sebentar tak ambil dulu ya!"
Anggita, Qiana dan juga Andin mengangguk. Fazila tersenyum lalu bergegas masuk ke dalam kamar dan mengambil toples di rak lemari bagian atas.
"Wah mantap ini," ucap Andin melihat Fazila memutar toples bening berisi daging sapi. Gadis itu sampai menelan ludah mengendus aromanya.
"Alhamdulillah, kita makan yuk!" ajak Fazila dan semua pun fokus makan.
"Hei kalau makan itu jangan hanya makan sendiri, bagi-bagi sama yang lain!" tegur Heni.
"Dia siapa sih?" tanya Fazila bingung sebab dari tadi sepertinya gadis itu terlalu banyak ikut campur terhadap urusan orang lain.
"Biasa pengurus di tempat santriwati ini," jawab Andin.
"Bukankah biasanya sudah ada dari para ustadz-ustadzah gitu?"
"Iya Chila, dia hanya utusan dari beliau-beliau. Kan tidak mungkin para ustadz-ustadzah mengurusi kita sepanjang waktu," jelas Qiana.
"Oh gitu ya, tapi kayak sok aja aku lihatnya, atau mungkin hanya perasaanku saja?" tanya Fazila pada ketiga temannya.
"Bukan saya yang sok tapi kamu. Mentang-mentang anak orang kaya!" kesal Heni mendengar Fazila mengatai dirinya sok.
"Lah apa hubungannya dengan statusku yang anak orang kaya? Toh di sini aku diperlakukan sama dengan santriwati yang lainnya," bantah Chila.
"Oh ya teman-teman sini kumpul! Mungkin diantara kalian ada yang mau dengan daging ini, kebetulan ini banyak dan nggak mungkin kami habiskan berempat saja."
Beberapa santriwati yang kamarnya berdekatan dengan kamar Fazila menoleh dan mengangguk.
"Oke sini!"
"Wah ada rejeki nih. Alhamdulillah," ucap mereka sambil berjalan ke arah Fazila.
"Mari-mari nikmati makan malam hari ini," ucap Fazila.
"Kakak juga mau?" tanya Fazila pada Heni. "Kalau mau saya ambilkan. Sebentar saya ambil piring dulu di dalam."
"Tidak usah, sorry saya tidak tertarik dengan makanan yang kamu bawa," ucap Heni dengan nada ketus lalu melenggang pergi.
Fazila hanya menggelengkan kepala melihat tingkah gadis itu. Padahal tadi Fazila melihat sendiri si Heni menelan ludah melihat teman-temannya makan.
"Gadis yang aneh, ada masalah apa sih dia sama aku?" gumam Fazila bingung.
"Biarkan saja lah Chila, dia tuh kalau ada santri baru memang inginnya nurut sama dia, tapi mungkin dia begitu sama kamu karena melihat kamu suka protes. Mungkin dia berpikir sama Nyai Fatimah saja kamu berani apalagi sama dia," ujar seorang santriwati.
"Gitu ya dan kalian semua nurut sama dia?"
Beberapa dari mereka mengangguk.
"Hanya 3 santriwati yang menjadi pembangkang terhadap dia yaitu mereka-mereka ini. Teman sekamarmu."
Fazila langsung menatap Qiana, Anggita dan Andin lalu terkekeh.
"Kenapa kau tertawa? Cepat makan karena sebentar lagi waktunya belajar, kamu tidak ingin hukumanmu ditambah, lagi bukan?!" desak Anggita.
"Iya-iya. Aku hanya baru sadar bahwa dia membenciku karena masuk kamar kalian. Di otaknya pasti berpikir akan bertambah nih para pemberontak, tapi aku masih bingung kenapa yang lain malah pada nurut?"
"Ceritanya panjang nanti kalau sampai waktunya kau akan tahu sendiri. Sekarang makanlah!" perintah Andin.
"Oke-oke," jawab Fazila lalu ikut makan bersama-sama.
"Rasanya nikmat ya makan bareng seperti ini," ucap Fazila. Meskipun sekarang dia makan di atas lantai dengan posisi melingkar, tetapi tidak kalah nikmat dengan makan di meja makan bersama keluarga.
Selesai makan mereka mencuci peralatan makan mereka masing-masing kecuali Fazila yang peralatan makannya diambil oleh Andin. Dia khawatir jika Fazila membersihkan sendiri maka tidak akan bersih sebab pasti tidak pernah melakukan hal tersebut di rumahnya mengingat dia adalah anak orang kaya.
Setelah selesai mencuci peralatan makan mereka duduk bergerombol lagi dan kali ini untuk belajar bersama. Jam sepuluh malam mereka masuk ke kamar masing-masing dan mulai beristirahat.
Malam semakin larut dan langit semakin pekat. Para santriwati tertidur pulas setelah kegiatan harian mereka yang begitu melelahkan.
Jam setengah 3 dini hari Anggita dan Qiana membangunkan Fazila.
"Chila bangun Chila!" Mereka berdua mengguncang-guncang tubuh Fazila. Namun, gadis itu susah untuk dibangunkan.
"Chila bangun dong, sudah saatnya shalat tahajud ini."
Fazila melenguh panjang lalu tertidur lagi.
"Ya ampun nih anak! Bisa dihukum lagi kita kalau sebelum shalat subuh kamar mandi belum bersih," keluh Anggita.
"Fazila bangun dong! Sekarang waktunya shalat tahajud!" Qiana terus mengguncang tubuh Fazila agar mau membuka mata.
"Apaan sih aku masih ngantuk," ucap Fazila dengan setengah melek.
"Waktunya shalat tahajud," ucap Anggita tepat di telinga Fazila.
"Kan shalat sunnah, memang harus ya?" ucap Fazila masih dengan setengah sadar antara bangun dan tidurnya.
"Iya tapi di sini sudah jadi rutinitas."
"Kalau begitu wakilkan saja ya!"
"Apa?!" ucap Qiana dan Anggita serentak.
"Nanti aku traktir bakso deh," lirih Fazila.
"Hadeh." Qiana dan Anggita tepuk jidat.
"Mana ada shalat diwakilkan? Lagipula kamu masih sehat wal afiat."
"Tapi mataku seperti ada lemnya nggak bisa dibuka," ucap Fazila lagi.
"Yasudah terserah kamu sajalah Chila, tapi sebelum shalat subuh tiba kita bertiga harus sudah menyelesaikan hukuman kita. Kalau kamu nggak mau ikut yasudah nggak apa-apa, tapi jangan salahkan kami jika kami tidak bisa membantu."
"Hukuman?" Fazila langsung duduk mendengar kata tersebut.
"Iya habis tahajud kita langsung membersihkan kamar mandi," ujar Anggita.
"Ckk, padahal aku masih ingin tidur," keluh Fazila.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Dewi Anggya
penyakit sirik tdk trjdi hny dipesantren... sekolah umum pun adaaaaaa😊✌️
2023-11-13
1
Pink Blossom
biasa lh,, mngkn krna chila cntik dn ank orkay bnyk yg suka dia jd iri sm km chil
2023-05-20
0
Pink Blossom
hooh,, bs d bilang dia itu iksadah klo d tmpt sklh q dlu krna ad ponpes'y jg
2023-05-20
0