Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13

"Aku kangen mama, papa dan para abang," lirih Fazila. Dia langsung bangkit dari duduknya dan berjalan keluar kamar meninggalkan ketiga temannya yang berlayar di alam mimpi.

"Mau kemana Chila?"

"Oh ya Lik, selain Heni ... pengurus siapa lagi yang pegang hape?" tanya Fazila pada salah satu teman yang kamarnya berdekatan dengan kamarnya.

"Tidak ada Chila, di pondok putri ini hanya Heni yang pegang hape. Kalau di pondok pria ada Izzam."

"Oh, Izzam?"

"Iya."

"Hmm, sayangnya aku tidak bisa keluar dari pondok putri sekarang." Fazila tampak termenung.

"Kan Izzam ada di aula? Kau bisa menemuinya sekarang."

Fazila menggeleng.

"Nggak deh, nggak enak sama dia. Dia kan lagi sibuk." Sebenarnya alasan saja, takut bertemu dokter Davin lagi.

"Kalau begitu besok di sekolah saja."

Kebetulan pondok pesantren tempat Fazila menuntut ilmu adalah pondok pesantren dengan sekolah yang bercampur antara santri pria dan wanita hanya saja tempat tinggal mereka dipisahkan antara pondok putra dan putri.

Perihal sekolah memang Nyai Fatimah dan Kyai Miftah beserta jajaran para ustadz dan ustadzah sengaja menyatukan antara santri putra dan putri dalam satu sekolah biar mereka terbiasa bersosialisasi agar saat terjun ke masyarakat nanti tidak kaku.

Tidak bisa dipungkiri suatu saat nanti mereka akan kembali ke masyarakat yang notabennya tidak hanya berisi manusia sejenis, melainkan juga lawan jenis.

Tentu saja ada aturan-aturan khusus yang diterapkan di sekolah tersebut agar para santri dan santriwati mengedepankan adab mereka. Aturan yang mencolok di sekolah tersebut adalah para santri mengisi bangku bagian depan sedangkan santriwati berada di deretan bagian belakang, walau kadang dilanggar juga oleh para siswanya.

"Kelamaan," ujar Fazila.

"Yasudah sama Heni saja, memangnya ingin menghubungi keluarga kamu?"

Fazila mengangguk.

"Aku kangen mereka," sahut Fazila.

"Yasudah sama Heni, sepertinya dia lagi santai tuh. Dari tadi hape milik pesantren digunakan sendiri. Enggak tahu tuh ngomong dengan siapa. Cengar-cengir dari tadi nggak kelar-kelar. Giliran santriwati yang lain lama dikit didesak supaya cepat-cepat diakhiri," terang Lika sambil menggelengkan kepala. Dari perkataan Lika tadi Fazila tahu bahwa gadis yang satu itu juga tidak menyukai Heni.

"Sebenarnya aku malas sih jika berurusan dengan dia, tapi ya sudahlah terpaksa. Terima kasih ya," ucap Fazila lalu melangkah pergi.

"Sama-sama, Chila."

Fazila pun menemui Heni yang sedang menelpon di kamarnya.

"Kak boleh pinjam hape sebentar, mau telepon keluarga," ucap Fazila dari arah pintu.

Sebenarnya Heni satu kelas dengan dirinya, sama-sama kelas 2 MTS. Namun, melihat semua teman-temannya memanggil Heni Kakak, Fazila ikut-ikutan saja."

"Kamu punya sopan santun nggak sih? Datang-datang nggak pakai salam langsung nerobos saja," protes Heni lalu fokus kembali dengan ponselnya. Entah dengan siapa dia bicara, tetapi sepertinya terdengar asyik sehingga dia enggan menghentikan teleponannya.

Fazila hanya menelan ludah. Sebenarnya malas sekali meladeni Heni. Namun, mau bagaimana lagi, dia lagi butuh dengan handphone yang dipegang Heni.

"Assalamualaikum warahmatullahi!" seru Fazila karena sadar tadi dirinya memang salah tidak mengucapkan salam terlebih dahulu.

"Salam," jawab Heni lalu cuek kembali. Alih-alih memberikan ponsel, lagi-lagi gadis itu fokus bicara dengan orang yang ada di dalam telepon.

Fazila terbelalak mendengar jawaban Heni.

"Nih anak aneh banget sih! Giliran aku nggak ngucapin salam diprotes. Giliran ngucapin jawabannya 'salam' doang. Harusnya tuh kata pak Kyai jawabannya lebih panjang dari si pemberi salam. Kalau aku ngucapin assalamualaikum paling tidak harus menjawab Wa'alaikum salam warahmatullahi. Nah tadi, aku mengucapkan Assalamualaikum warahmatullahi seharusnya jawabannya wa'alaikum salam warahmatullahi wabarakatuh." Fazila menggerutu seorang diri.

"Bisa nggak sih nggak berisik? Suaramu menggangguku tahu!" geram Heni.

"Bisa nggak sih berhenti sebentar dan berikan hape itu padaku?" balas Fazila.

"Di sini ada yang namanya budaya antri, ngerti nggak sih kamu?" Heni menatap tajam Fazila.

"Baiklah aku tunggu," ujar Fazila mengalah siapa tahu dengan begitu Heni bisa baik padanya dan segera memberikan hape yang dipegang.

Fazila duduk di luar pintu sambil bersandar pada dinding kamar. Matanya terbelalak saat menyadari Heni berbicara dengan pria yang Fazila tengarai adalah kekasih Heni sebab gadis itu memanggil sayang-sayang.

"Alamak bakal lama nih," batin Fazila saat mendengar suara Heni dan kekasihnya bicara hal romantis.

"Sial!" umpat Fazila sebab Heni seperti ingin pamer dengan memperbesar volume suaranya.

"Kapan giliranku, Kak? Tubuhku sampai lumutan menunggu ini?" Fazila sudah tidak tahan.

"Lima menit lagi," ujar Heni.

"Hah, baiklah!" Fazila mendesah kasar. Kalau bukan karena rindu pada keluarganya dia sudah balik kamar dari tadi.

"Sudah Kak?" tanyanya lagi setelah beberapa menit berlalu. Rasanya sekarang Fazila menjadi anak termiskin seantero jagat sebab mau menelpon saja harus seperti pengemis.

"Lima menit lagi," ujar Heni sambil menunjukkan kelima jarinya.

Fazila menggeleng, sepertinya jawaban lima menit itu sudah lebih dari tiga kali ia dengar.

"Chila ingin menelpon juga?" sapa seorang santriwati lalu duduk di samping Fazila.

"Iya nih, tapi sayangnya si pemegang hape tidak mau berhenti juga menelpon padahal sudah lebih setengah jam aku duduk di sini."

"Desak aja Chila, kalau dibiarkan dia akan terus seenaknya aja."

"Kamu deh yang ngomong, aku malas sudah."

"Kak gantian dong!" seru Yuli sambil kepalanya melongo ke dalam kamar.

"Ini juga nih anak nggak pakai salam langsung menganggu kegiatan orang," keluh Heni.

Mendengar perkataan Heni, Fazila langsung bergegas ke arah dapur.

"Cari apa lagi Chila?" tanya Mak Pur.

"Punya daun salam nggak Mak?"

"Buat apa?"

"Ada perlunya aja."

"Oh itu cari di wadah rempah-rempah!"

"Baik Mak," ucap Fazila sambil mencari di tempat yang ditunjukkan oleh Mak Pur.

"Ini kan, Mak?" Fazila menunjukkan satu lembar daun pada Mak Pur.

Mak Pur mengernyitkan dahi. Dalam hati berkata bagaimana mungkin Fazila mencari daun salam sedangkan dianya sendiri tidak tahu seperti apa daun salam itu.

"Iya."

"Kalau begitu saya minta satu ya Mak?"

"Boleh, ambil saja!"

"Terima kasih." Fazila melangkah pergi diikuti dengan gelengan kepala dari Mak Pur.

"Mau dibuat apa tuh anak daun salam," gumam Mak Pur.

"Belum selesai juga dia menelpon?" tanya Fazila pada Yuli. Di samping gadis itu juga sudah ada satu santri lagi yang mengantri.

"Kak ayo dong!" Yuli dan santri yang baru sampai itu mendesak Heni.

"Kamu juga, sudah mengucapkan salam belum?"

Mendengar perkataan Heni, Fazila langsung menerobos masuk ke dalam kamar Heni.

"Saya sudah mengucapkan kalimat salam dan sekarang membawakan daun salam juga. Kamu ingin ini, kan?"

Heni terbelalak mendengar perkataan Fazila.

"Siapa yang ingin daun salam?"

"Saat aku tadi mengucapkan assalamualaikum kamu malah meminta daun salam. Jadi, sekarang aku sudah penuhi permintaan kamu dan hape ini untukku!" Fazila melempar daun salam ke pangkuan Heni dan merampas ponsel yang dipegang Heni.

"Kau–" Heni terlihat geram.

"Halo Hen!" Terdengar suara pria yang kebingungan di dalam telepon.

"Halo Mas Bro! Kalau ingin pacaran, lebih baik saya sarankan anda modalin kekasih Anda. Belikan dia hape agar tidak menggunakan HP milik pesantren. Dasar nggak mau modal!" ketus Fazila lalu memutuskan sambungan telepon.

Heni terbelalak mendengar perkataan Fazila, tetapi Fazila sama sekali tidak peduli, dia langsung membawa HP itu keluar dari kamar Heni dan menelpon mamanya.

"Halo, Ma!"

Heni ingin merampas ponsel yang dipegang oleh Fazila karena kesal.

"Ini sudah terhubung dengan mama, kalau kau rampas HP di tanganku bisa kau lihat sendiri apa yang terjadi denganmu nanti di tempat ini!" ancam Fazila membuat nyali Heni menciut seketika. Dia tidak mau keluarga Fazila melaporkan tindakannya kepada pihak pesantren.

"Baiklah pakai saja, lagian aku sudah puas menelpon," ucap Heni lalu meninggalkan Fazila pergi.

Yuli dan satu santriwati yang duduk itu tersenyum senang.

"Kau hebat Chila. Dia bisa takut juga dengan kata-katamu, padahal selama ini Heni tidak takut dengan apapun karena dia adalah keponakan dari kyai Miftah."

"Oh itu toh yang membuat dia sok berkuasa di tempat ini," ujar Fazila dan keduanya menjawab dengan anggukan.

"Iya, tapi keponakan jauh sih."

"Aku nggak takut sih meskipun dia adalah keponakan Kyai Miftah. Putranya saja akan saya lawan kalau saya berada diposisi yang benar."

"Masyaallah, keren Chila," ucap Yuli.

"Sebentar ya, ini sudah tersambung dengan mama!"

"Oke," jawab keduanya lalu diam.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

Dewi Anggya

Dewi Anggya

swiiiiip chila👌👌

2023-11-13

0

Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻

Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻

chila

2023-09-10

0

lihat semua
Episodes
1 Bab 1. Dokter Davin dan Chila 1
2 Bab 2. Dokter Davin dan Chila 2
3 Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)
4 Bab 4. Dokter Davin dan Chila 4
5 Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5
6 Bab 6. Dokter Davin dan Chila 6
7 Bab 7. Dokter Davin dan Chila 7
8 Bab 8. Dokter Davin dan Chila 8
9 Bab 9. Dokter Davin dan Chila 9
10 Bab 10. Dokter Davin dan Chila 10
11 Bab 11. Dokter Davin dan Chila 11
12 Bab 12. Dokter Davin dan Chila 12.
13 Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13
14 Bab 14. Dokter Davin dan Chila 14
15 Bab 15. Dokter Davin dan Chila 15.
16 Bab 16. Dokter Davin dan Chila 16.
17 Bab 17. Dokter Davin dan Chila 17
18 Bab 18. Dokter Davin dan Chila 18.
19 Bab 19. Dokter Davin dan Chila 19.
20 Bab 20. Dokter Davin dan Chila 20.
21 Bab 21. Dokter Davin dan Chila 21.
22 Bab 22. Dokter Davin dan Chila 22
23 Bab 23. Dokter Davin dan Chila 23
24 Bab 24. Dokter Davin dan Chila 24
25 Bab 25. Dokter Davin dan Chila 25
26 Bab 26. Rencana Perjodohan
27 Bab 27. Dokter Davin dan Chila 27
28 Bab 28. Dokter Davin dan Chila 28
29 Bab 29 Dokter Davin dan Chila 29
30 Bab 30. Ketahuan
31 Bab 31. Terlambat
32 Bab 32. Kiriman
33 Bab 33. Bertemu
34 Bab 34. Bertemu Lagi
35 Bab 35. Lamaran Tiba-tiba
36 Bab 36. Penolakan
37 Bab 37. Curhat
38 Bab 38. Undangan Pernikahan
39 Bab 39. Ikhlas
40 Bab 40. Adik Yang Menjengkelkan
41 Bab 41. Permintaan Chila
42 Bab 42. Kecewa
43 Bab 43. Gundah Gulana
44 Bab 44. Sebelum Terlambat
45 Bab 45. Bertemu Suster Tantri
46 Bab 46. Ketahuan
47 Bab 47. Waktu Terakhir
48 Bab 48. Pingsan
49 Bab 49. Sakit
50 Bab 50. Dokter Cinta
51 Bab 51. Mencari Dokter Davin
52 Bab 52. Curiga
53 Bab 53. Meminta Bantuan Dilvara
54 Bab 54. Ketemu
55 Bab 55. Kartu Nama
56 Bab 56. Menemui Dokter Davin
57 Bab 56. Bertemu Chila
58 Bab 58. Dokter Davin dan Chila
59 Bab 59. Penjelasan
60 Bab 60. Perseteruan
61 Bab 61. Perhatian
62 Bab 62. Alasan
63 Bab 63. Pembuktian
64 Bab 64. Ancaman
65 Bab 65. Gertakan
66 Bab 66. Berubah Pikiran
67 Bab 67. Restu
68 Bab 68. Bersemangat
69 Bab 69. Mencurigakan
70 Bab 70. Mengejar
71 Bab 71. Kangen
72 Bab 72. Botulinum Toxin
73 Bab 73. Rencana Lamaran
74 Bab 74. Insomnia
75 Bab 75. Kecewa
76 Bab 76. Sebuah Nasehat
77 Bab 78. Kecelakaan
78 Bsb 79. Saingan Baru
79 Bab 79. Belanja Bersama
80 Bab 80. Rasanya Ingin Menikah Saja
81 Bab 81. Cewek Matre
82 Bab 82. Perhatian
83 Bab 83. Hari Pertunangan
84 Bab 84. Hari Pertunangan (2)
85 Bab 85. Badmood
86 Bab 86. Marah
87 Bab 87. Ada Apa Sebenarnya?
88 Bab 88. Sikap Yang Aneh
89 Bab 89. Dari Hati ke Hati
90 Bab 90. Kebetulan Yang Disengaja
91 Bab 91. Penjelasan Suster Dinda
92 Bab 92. Kebanyakan Micin
93 Bab 93. Kembali ke Pesantren 1
94 Bab 94. Malu
95 Bab 95. Semakin Yakin
96 Bab 96. Mencari Perhatian
97 Bab 97. Pernyataan Cinta Dimas
98 Bab 98. Ada Yang Mengawasi
99 Bab 99. Rasa Takut
100 Bab 100. Mengerjai Dimas
101 Bab 101. Ukuran
102 Bab 102. Ngambek
103 Bab 103.Tiba di Pesantren
104 Bab 104. Kecewa
105 Bab 105. Perpisahan
106 Bab 106. Perasaan Izzam
107 Bab 107. Tertangkap Basah
108 Bab 108. Teror
109 Bab 109. Permintaan Maaf
110 Bab 110. Penuturan dokter Davin
111 Bab 111. Ada Yang Mengikuti
112 Bab 112. Penangkapan
113 Bab 113. Iseng
114 Bab 114. Hari Santri
115 Bab 115. Tragedi di Perkemahan.
116 Bab 116. Benar Hilang
117 Bab 117. Jejak
118 Bab 118. Aksi Penyelamatan 1
119 Bab 119. Aksi Penyelamatan 2
120 Bab 120. Penguntit
121 Bab 121. Surprise
122 Bab 122. Hari Pernikahan
123 Bab 123. Hari Pernikahan 2
124 Bab 124. Masih di Suasana Pesta
125 Bab 125. Gara-gara Kado Laknat
126 Bab 126. Seperti Digerebek.
127 Bab 127. Unboxing
128 Bab 128. Terciduk
129 Bab 129.
130 Bab 130. Tiket Bulan Madu
131 Bab 131. Bulan Madu
132 Bab 132. Masih Malu-malu
133 Bab 133. Hamil?
134 Bab 134. Pulang
135 Bab 135.
136 Bab 136. Kabar Baik
137 Bab 137. Ngidam
138 Bab 138.
139 Bab 139.
140 Bab 140.
141 Bab 141.
Episodes

Updated 141 Episodes

1
Bab 1. Dokter Davin dan Chila 1
2
Bab 2. Dokter Davin dan Chila 2
3
Bab 3. Dokter Davin dan Chila 3( Hari Pertama di Pesantren)
4
Bab 4. Dokter Davin dan Chila 4
5
Bab 5. Dokter Davin dan Chila 5
6
Bab 6. Dokter Davin dan Chila 6
7
Bab 7. Dokter Davin dan Chila 7
8
Bab 8. Dokter Davin dan Chila 8
9
Bab 9. Dokter Davin dan Chila 9
10
Bab 10. Dokter Davin dan Chila 10
11
Bab 11. Dokter Davin dan Chila 11
12
Bab 12. Dokter Davin dan Chila 12.
13
Bab 13. Dokter Davin dan Chila 13
14
Bab 14. Dokter Davin dan Chila 14
15
Bab 15. Dokter Davin dan Chila 15.
16
Bab 16. Dokter Davin dan Chila 16.
17
Bab 17. Dokter Davin dan Chila 17
18
Bab 18. Dokter Davin dan Chila 18.
19
Bab 19. Dokter Davin dan Chila 19.
20
Bab 20. Dokter Davin dan Chila 20.
21
Bab 21. Dokter Davin dan Chila 21.
22
Bab 22. Dokter Davin dan Chila 22
23
Bab 23. Dokter Davin dan Chila 23
24
Bab 24. Dokter Davin dan Chila 24
25
Bab 25. Dokter Davin dan Chila 25
26
Bab 26. Rencana Perjodohan
27
Bab 27. Dokter Davin dan Chila 27
28
Bab 28. Dokter Davin dan Chila 28
29
Bab 29 Dokter Davin dan Chila 29
30
Bab 30. Ketahuan
31
Bab 31. Terlambat
32
Bab 32. Kiriman
33
Bab 33. Bertemu
34
Bab 34. Bertemu Lagi
35
Bab 35. Lamaran Tiba-tiba
36
Bab 36. Penolakan
37
Bab 37. Curhat
38
Bab 38. Undangan Pernikahan
39
Bab 39. Ikhlas
40
Bab 40. Adik Yang Menjengkelkan
41
Bab 41. Permintaan Chila
42
Bab 42. Kecewa
43
Bab 43. Gundah Gulana
44
Bab 44. Sebelum Terlambat
45
Bab 45. Bertemu Suster Tantri
46
Bab 46. Ketahuan
47
Bab 47. Waktu Terakhir
48
Bab 48. Pingsan
49
Bab 49. Sakit
50
Bab 50. Dokter Cinta
51
Bab 51. Mencari Dokter Davin
52
Bab 52. Curiga
53
Bab 53. Meminta Bantuan Dilvara
54
Bab 54. Ketemu
55
Bab 55. Kartu Nama
56
Bab 56. Menemui Dokter Davin
57
Bab 56. Bertemu Chila
58
Bab 58. Dokter Davin dan Chila
59
Bab 59. Penjelasan
60
Bab 60. Perseteruan
61
Bab 61. Perhatian
62
Bab 62. Alasan
63
Bab 63. Pembuktian
64
Bab 64. Ancaman
65
Bab 65. Gertakan
66
Bab 66. Berubah Pikiran
67
Bab 67. Restu
68
Bab 68. Bersemangat
69
Bab 69. Mencurigakan
70
Bab 70. Mengejar
71
Bab 71. Kangen
72
Bab 72. Botulinum Toxin
73
Bab 73. Rencana Lamaran
74
Bab 74. Insomnia
75
Bab 75. Kecewa
76
Bab 76. Sebuah Nasehat
77
Bab 78. Kecelakaan
78
Bsb 79. Saingan Baru
79
Bab 79. Belanja Bersama
80
Bab 80. Rasanya Ingin Menikah Saja
81
Bab 81. Cewek Matre
82
Bab 82. Perhatian
83
Bab 83. Hari Pertunangan
84
Bab 84. Hari Pertunangan (2)
85
Bab 85. Badmood
86
Bab 86. Marah
87
Bab 87. Ada Apa Sebenarnya?
88
Bab 88. Sikap Yang Aneh
89
Bab 89. Dari Hati ke Hati
90
Bab 90. Kebetulan Yang Disengaja
91
Bab 91. Penjelasan Suster Dinda
92
Bab 92. Kebanyakan Micin
93
Bab 93. Kembali ke Pesantren 1
94
Bab 94. Malu
95
Bab 95. Semakin Yakin
96
Bab 96. Mencari Perhatian
97
Bab 97. Pernyataan Cinta Dimas
98
Bab 98. Ada Yang Mengawasi
99
Bab 99. Rasa Takut
100
Bab 100. Mengerjai Dimas
101
Bab 101. Ukuran
102
Bab 102. Ngambek
103
Bab 103.Tiba di Pesantren
104
Bab 104. Kecewa
105
Bab 105. Perpisahan
106
Bab 106. Perasaan Izzam
107
Bab 107. Tertangkap Basah
108
Bab 108. Teror
109
Bab 109. Permintaan Maaf
110
Bab 110. Penuturan dokter Davin
111
Bab 111. Ada Yang Mengikuti
112
Bab 112. Penangkapan
113
Bab 113. Iseng
114
Bab 114. Hari Santri
115
Bab 115. Tragedi di Perkemahan.
116
Bab 116. Benar Hilang
117
Bab 117. Jejak
118
Bab 118. Aksi Penyelamatan 1
119
Bab 119. Aksi Penyelamatan 2
120
Bab 120. Penguntit
121
Bab 121. Surprise
122
Bab 122. Hari Pernikahan
123
Bab 123. Hari Pernikahan 2
124
Bab 124. Masih di Suasana Pesta
125
Bab 125. Gara-gara Kado Laknat
126
Bab 126. Seperti Digerebek.
127
Bab 127. Unboxing
128
Bab 128. Terciduk
129
Bab 129.
130
Bab 130. Tiket Bulan Madu
131
Bab 131. Bulan Madu
132
Bab 132. Masih Malu-malu
133
Bab 133. Hamil?
134
Bab 134. Pulang
135
Bab 135.
136
Bab 136. Kabar Baik
137
Bab 137. Ngidam
138
Bab 138.
139
Bab 139.
140
Bab 140.
141
Bab 141.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!