"Dokter sebaiknya anda fokus dengan pekerjaan Anda. Kalau ada urusan pribadi selesaikan nanti saja!" seru Suster Tantri melalui mikrofon.
Dokter Davin mengangkat tangan sebagai pertanda dia meminta waktu sebentar.
"Chili!" Dokter Davin menepuk pundak gadis itu sehingga akhirnya menoleh.
"Ada apa Dokter?" tanya gadis itu ramah.
Dokter Davin terperanjat. "Maaf saya salah orang," ucap dokter Davin merasa tidak enak.
"Tidak apa-apa Dokter. Sepertinya yang dokter cari tidak ada di pesantren ini sebab tidak ada santriwati ataupun ustadzah yang bernama Chili," jelas gadis itu dengan ramah membuat dokter Davin langsung mengangguk kemudian berbalik.
"Oh ya terima kasih atas informasinya," ucapnya sambil berbalik lalu kembali ke posisi awal dan berjalan ke depan.
"Maaf ya ustadz," ucap dokter Davin yang melihat seorang ustadz memandang aneh pada dirinya.
Ustadz tersebut hanya terlihat mengangguk, tetapi tetap menunjukkan ekspresi bingung.
"Saya pikir adik saya yang hilang eh ternyata salah orang," jelas dokter Davin membuat ustadz langsung paham.
"Oh, tidak apa-apa. Semoga adik dokter segera diketemukan," ucap ustadz dijawab ucapan terima kasih dari dokter Davin lalu melanjutkan langkahnya kembali.
"Sudah ada pasiennya suster Tantri?"
"Sudah ada di dalam Dokter."
"Oke."
Fazila yang bersembunyi dibalik tubuh salah satu santriwati langsung memposisikan dirinya tegak kembali sambil bernafas lega.
"Dia mencari Chili, jangan-jangan kamu ya gadis yang dia maksud?"
"Idih namamu Chila bukan Chili, emang aku cabe apa?"
"Kali aja kamu ada panggilan sayang gitu."
"Ckk, panggilan sayang kok Chili, emang aku cabe atau cabe-cabean apa?" kesal Fazila sambil menatap ke arah dokter Davin dengan ekspresi tidak suka. Dia benci dengan panggilan yang diberikan dokter Davin itu. Panggilan yang membuatnya merasa baper sendiri, tidak tahunya dokter Davin tidak seperti yang terlihat di mata Fazila dulu.
"Terus kenapa kamu bersembunyi?" tanya salah satu diantara mereka.
"Aku sakit perut, tapi tidak diizinkan pergi oleh Andin katanya harus menemani dia diperiksa. Kalau tidak kabur bisa keluar di sini nih beol," kilah Fazila sambil memegang perutnya dengan ekspresi meringis.
"Masyaallah, kalau begitu sana cepat ke kamar mandi!"
"Baik, tapi nitip Andin ya takutnya dia pingsan karena melihat jarum suntik!" seru Fazila lalu berlari menjauh dari aula. Suster Tantri yang melihat Fazila pergi langsung tersenyum penuh kemenangan.
"Oke siap," jawab salah satu diantara mereka.
Seorang gadis keluar dari bilik periksa dokter wanita sehingga suster Tantri langsung memanggil nama Andin sesuai permintaan Fazila.
"Ternyata Suster Tantri mengabulkan permintaanku," ucap Fazila mendengar suara suster Tantri dari balik mikrofon.
Fazila mengawasi aula dari jarak jauh dan ternyata santriwati yang dimintai tolong olehnya tadi langsung masuk ke dalam tatkala mendengar nama Andin disebut.
"Alhamdulillah ternyata di sini banyak orang baiknya ketimbang yang sirik macam Heni," gumam Fazila lalu kembali ke kamar.
"Ah mumpung yang lain pada sibuk aku tidur aja deh," ucap Fazila lalu merebahkan tubuhnya di atas kasur.
"Chila ternyata kau bersembunyi di sini. Kau pikir mudah bersembunyi dariku," ujar dokter Davin sambil tersenyum di depan pintu.
"Aku bukan bersembunyi tapi di sini sedang menimba ilmu, biar nggak mudah dibohongi oleh orang pintar seperti dokter," geram Fazila dan dokter Davin hanya menanggapi perkataan Fazila hanya dengan senyuman.
"Kamu bicara apa sih?" tanya dokter Davin sambil melangkah masuk ke arah pintu.
"Dokter tahan di sana!" Fazila mengangkat tangan agar dokter Davin tidak masuk ke dalam kamarnya. Tidak boleh ada lelaki yang masuk ke dalam kamar santriwati. Zidane saja tidak boleh apalagi dokter Davin yang bukan muhrim dengan Fazila.
Davin tidak menggubris perkataan Fazila. Pria itu terus saja mendekat.
"Dokter please berhenti! Jangan maju lagi!"
"Aku ke sini untuk memeriksamu," ucap dokter Davin dengan bibir yang masih setia mengulas senyuman.
"Gawat! Kalau ada Heni bisa-bisa aku dilaporkan pada Bu Nyai karena berduaan dengan pria dalam kamar." Fazila bangkit dari duduknya dan mengambil ancang-ancang untuk kabur dari kamar tersebut.
"Berbaringlah aku hendak memeriksamu!" perintah dokter Davin.
"Tidak, aku tidak sakit," kekeuh Fazila.
"Ayolah Chila, aku tahu jantungmu tidak aman kan setelah berlari dariku tadi."
Sontak saja Fazila terbelalak.
"Dan hatimu juga perlu diperiksa karena sudah su'udzon padaku!"
Bola mata Fazila hampir melompat dari tempatnya mendengar perkataan konyol dari dokter Davin.
"Gila dokter Davin benar-benar gila," gumam Fazila.
"Aku memang gila, dan kau tahu siapa yang membuatku gila?"
"Siapa?"
"Kamu." Dokter Davin menunjuk dada Fazila.
Fazila menggeleng lalu sedikit demi sedikit bergeser ke arah pintu.
Setelah sampai di dekat pintu segera dia berlari keluar. Namun, tangannya berhasil ditarik oleh dokter Davin.
"Dokter lepaskan!" Fazila menyentak tangannya.
"Kau tidak akan bisa pergi dariku lagi Chila." Dokter Davin mendekatkan wajahnya ke wajah Fazila membuat gadis itu terlihat gemetar karena menyangka dokter Davin akan mencium dirinya.
"Dokter hentikan atau aku berteriak, Tol–"
Tubuh Fazila nampak bergetar lebih hebat. Dia takut dokter Davin akan memperkosa dirinya seperti halnya para preman yang hampir melakukan hal hina itu padanya.
"Chila bangun!" Ustadzah Ana menepuk-nepuk pipi Fazila sambil berbicara di dekat telinga gadis itu karena sedari tadi perkataanya tidak didengar oleh Fazila.
"Ustadzah Ana!" Fazila syok dan langsung duduk.
"Sejak kapan ustadzah ana di sini?" tanya Fazila dengan nafas yang menderu. Gadis itu mencoba menstabilkan nafasnya.
Andin, Anggita dan Qiana yang sudah kembali ke kamar menjadi bingung melihat ekspresi Fazila.
"Kau bermimpi?" tanya Qiana.
Fazila hanya mengangguk lalu menunduk. Ekspresinya terlihat takut hingga keempat orang yang ada dalam kamar tersebut menebak Fazila baru saja bermimpi buruk.
"Apakah dokter Davin yang bertugas tadi yang kamu mimpikan?" tebak ustadzah Ana sebab sedari tadi di aula, pengawasannya terhadap Fazila dan dokter Davin mengatakan bahwa mereka berdua saling mengenal dan Fazila berusaha menghindar.
Sontak saja ketiga sahabatnya langsung menatap wajah Fazila.
Fazila sendiri menggeleng. "Tidak, saya tidak kenal dengan dokter tadi, saya juga lupa dengan mimpiku tadi."
"Bicaramu mengatakan seperti itu, tapi matamu mengatakan sebaliknya. Apakah kamu punya masalah dengannya. Apakah perlu ustadzah pertemukan kalian berdua agar masalah kalian cepat selesai?"
"Tidak ustadzah tidak perlu. Saya minta jangan beritahukan keberadaanku di sini sekalipun dia bertanya. Sebab selain bisa mengganggu akan pemahaman belajarku juga bisa memicu kemarahan mama juga," mohon Fazila.
"Jadi kau benar-benar mengenal dia?"
Fazila mengangguk.
"Benar kau adiknya yang hilang?"
Kali ini Fazila menggeleng.
"Baiklah kalau itu permintaanmu, saya tidak akan menceritakan keberadaanmu di sini meskipun beliau bertanya. Nanti saya sampaikan pada ustadz dan ustadzah yang lainnya."
"Terima kasih atas pengertian ustadzah."
"Sama-sama."
Dari cerita Fazila yang mengatakan akan memicu kemarahan mamanya jika Fazila sampai bertemu dengan dokter Davin ditambah dengan mimpi yang membuat Fazila seperti orang ketakutan, ustadzah Ana menebak ada-ada hal buruk yang terjadi di masa lalu antara dokter Davin dan Fazila. Namun, dia tidak berani bertanya lebih jauh karena tidak mau memasuki ranah pribadi Fazila di saat dirinya belum ada di pesantren tersebut. Apalagi Fazila pun terlihat enggan menceritakan.
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Ita rahmawati
gmna caranya biar suster gatel itu ketauan gatelnya 🤣
2024-10-31
0
Dewi Anggya
tp si dokter harus tau nihh kelicikan suster ngesooot 🤭🤭
2023-11-13
0
Manami Slyterin🌹Nami Chan🔱🎻
tentu saja dokter spesialis nih yee
2023-09-10
0