"Hei! Hei! Mau apa kalian?" Seorang laki-laki setengah baya dengan baju lusuh berlari mendekat.
"Jangan ikut campur urusan kami atau keluargamu yang jadi taruhannya," ancam salah satu preman.
"Lepaskan dia!" bentak pria itu.
"Hahaha ... dia mengancam kita. Habisi dia!"
Perkelahian tidak bisa terelakkan. Pria setengah baya itu bertarung menghadapi 3 orang sekaligus, sedang dua preman lainnya masih menahan Fazila agar tidak kabur.
Fazila menjadi tambah takut ketika orang yang akan menolongnya itu tersungkur ke tanah hingga beberapa kali. Namun, pria setengah baya itu masih tidak menyerah. Meski luka memar di tubuh dan pipinya masih sakit dia masih terus mengamuk.
Hingga ketiganya merasa kewalahan pria itu masih saja melakukan perlawanan. Sepertinya pria itu tidak hanya ingin menolong Fazila, tetapi terbersit dendam lewat tatapan matanya.
Ketiganya tersungkur ke lantai. Dua orang yang memegang Fazila lengah karena berusaha membantu ketiga temannya untuk bangun. Saat itulah pria itu menarik tangan Fazila dan membawanya berlari keluar dari gang.
"Jangan pedulikan kami, kejar mereka!"
Kedua orang yang ingin membantu temannya bangkit, akhirnya mengurungkan diri kemudian mengejar Fazila dan pria tersebut.
Hingga saat sebuah taksi melintas di hadapannya pria itu langsung menyetop. Setelah berhenti pria itu langsung menarik kembali tangan Fazila agar cepat masuk.
"Jalan Pak!" perintah pria itu. Pak sopir langsung tancap gas.
"Sialan!" Kedua preman itu meradang.
Di dalam taksi Fazila menghembuskan nafas lega.
"Kamu terluka?" tanya pria itu.
Fazila menggeleng. "Tidak Pak."
"Apa ada barang yang hilang?"
Gadis itu mengangguk. "Tas dan cincin saya dirampok oleh mereka."
"Maafkan Bapak tidak bisa membantu untuk mendapatkan barang itu kembali."
"Tidak apa-apa Pak yang penting nyawa saya selamat dan saya baik-baik saja," ucap Fazila.
Pria itu mengangguk. "Keselamatanmu lebih penting, harta bisa dicari walaupun sangat susah untuk mendapatkannya." Wajah pria itu terlihat sendu.
"Dimana alamat rumahmu? Katakan pada pak sopir!"
Fazila mengangguk dan mengatakan pada pak sopir tujuan mereka.
Fazila duduk dengan gelisah, beberapa kali terlihat meremas tangannya. Dia tidak tahu harus menjelaskan seperti apa pada mamanya nanti jika melihat penampilan Fazila sekarang yang berantakan.
Beberapa saat kemudian mobil berhenti di depan sebuah rumah yang megah.
"Sudah sampai Nona," ujar sopir tersebut.
Fazila dan pria itu saling pandang. Fazila seakan takut bertemu keluarga karena kondisi pakaiannya yang lusuh dan bahkan ada sobekan, sedangkan pria itu bingung tidak tahu harus membayar dengan apa. Jangankan untuk ongkos taksi untuk ongkos angkot yang lebih murah pun dia tidak punya.
"Bapak ikut turun yuk!" ajak Fazila.
Pria itu memandang ke luar. "Itu rumah Nona?"
"Iya Pak. Ikut yuk, Chila takut sama Papa dan Mama."
"Ongkosnya Nona?" tanya pria itu bingung.
"Tunggu sebentar ya Pak saya minta sama orang tuaku dulu di dalam," katanya pada sopir taksi.
"Baiklah Nona, saya tunggu."
"Ayo Pak!" Fazila menarik tangan pria itu dan pria itu pun menurut. Turun dari taksi dan mengikuti langkah Fazila masuk ke dalam pekarangan rumah.
"Kamu darimana saja Chila? Semua orang mencarimu tahu."
"Oma." Chila memeluk Laras dengan erat sambil menangis sesenggukan.
"Kata pak sopir kamu ke rumah Dokter Davin tetapi saat dijemput kamu tidak ada di sana. Kamu kemana hah?!" Pak sopir terpaksa mengaku bahwa Fazila ke rumah Dokter Davin saat diketahui anak majikannya itu sudah tidak ditemukan dimana-mana.
"Oma Chila dirampok." Gadis itu menceritakan tentang kronologi yang terjadi padanya dengan kondisi menangis.
"Jadi kamu dikerjai sama dokter Davin?"
Fazila mengangguk. "Chila tidak tahu dokter Davin sejahat itu, hiks, hiks, hiks."
"Sudahlah lupakan tentang dia. Jauhi orang-orang yang sama sekali tidak bisa menghargaimu."
"Iya Oma."
"Terus Bapak ini siapa?"
"Dia yang menolong Chila Oma. Kalau tidak ada dia pasti Chila sudah hancur. Para preman itu mau memperkosa Chila."
"Astaghfirullah haladzim, sepertinya dosa Zidane di masa lalu berimbas kepada anak-anaknya." Laras mengusap wajahnya dengan kasar.
"Oma ongkos taksinya belum dibayar. Pak sopir menunggu di luar."
"Hah, baiklah Oma bayar ongkos taksi dulu." Laras berjalan ke luar dan menyelesaikan pembayaran taksi.
"Ada apa ini? Chila kenapa bajumu kotor seperti itu? Mana tasmu dan kemana cincin di jarimu?"
"Anu Ma, anu...."
"Apanya yang anu?!"
"Dia dirampok Sya bahkan hampir diperkosa," jelas Laras sambil berjalan mendekat.
"Apa? Benar itu Chila?"
Fazila mengangguk.
"Jelaskan semuanya pada Mama!"
"Iya Ma." Fazila bercerita sambil menunduk. Dia tidak berani memandang wajah Isyana.
"Masuk ke dalam!"
"Iya."
Fazila mendongak sebentar "Terima kasih ya Pak," ucapnya pada pria yang menolongnya itu. Kemudian mengikuti langkah mamanya masuk ke dalam rumah.
"Iya Nona, sama-sama."
Setelah Fazila dan Isyana pergi, Laras memandangi wajah dan tubuh pria yang berdiri di hadapannya yang tampak kotor. Ia mengeluarkan sejumlah uang dan menyerahkan pada pria tersebut.
"Ini untuk apa Nyonya?"
"Sebagai hadiah karena kamu telah menyelamatkan cucu saya."
"Tidak perlu Nyonya, saya ikhlas kok." Pria itu mengembalikan uang milik Laras.
"Bapak tinggal dimana?" tanya Laras.
"Saya tinggal di mana-mana Nyonya," jawab pria itu.
"Maksudnya?"
"Saya tidak punya rumah Nyonya. Saya dan keluarga tinggal di jalanan."
Laras mengernyit. "Pekerjaanmu apa?"
"Hanya pemulung Nyonya."
"Oh. Mau bekerja di sini?"
"Memangnya boleh Nyonya?" Pria itu tampak sumringah.
"Karena kamu telah menyelamatkan cucu saya maka saya akan memberikan pekerjaan untukmu."
"Benar Nyonya? Terima kasih kalau begitu. Saya mau Nyonya, tapi saya harus kerja apa?"
"Di sini pekerjaan banyak, bisa merawat kebun, membersihkan rumah, merawat hewan-hewan piaraan atau nyopir pun jadi kalau bisa."
"Bisa Nyonya, saya bisa semuanya."
"Baiklah, mulai besok kamu bisa bekerja. Bawa semua keluargamu untuk tinggal di sini sementara sampai kamu bisa membangun rumah untuk mereka."
"Baik Nyonya terima kasih banyak. Kalau begitu saya permisi dulu."
"Tunggu!"
"Ia Nyonya?"
"Bawa uang ini untuk membeli baju kalian. Saya tidak mau besok kalian datang ke sini dengan pakaian yang lusuh dan kotor seperti itu!"
"Tapi Nyonya?"
"Sudah ambil!"
"Baiklah Nyonya, kalau begitu terima kasih banyak."
"Iya."
Pria itu pergi dan Laras masuk ke dalam rumah.
Di dalam rumah Fazila sedang dimarahi oleh Isyana.
"Mama tidak suka ya kamu bohongi kita semua!"
"Ampun Ma, maafkan Chila. Chila nggak akan bohong lagi."
"Sepertinya kamu harus dihukum biar jera!"
Fazila menunduk.
"Nathan menurutmu bagaimana? Apa kita kirim saja dia supaya tinggal bersama Aunty Lussy di Paris dan sekolah di sana?"
"Jangan Ma, Chila nggak mau tinggal di luar negeri. Chila mau tinggal di sini saja. Chila nggak mau jauh-jauh dari keluarga."
"Buat apa dekat dengan keluarga kalau kamu bohongi kami terus seperti ini?!"
"Ampun Ma, maafkan Chila."
"Kalau dia dikirim keluar negeri yang ada dia tambah bebas Ma," ucap Nathan.
"Terus bagaimana solusinya agar dia tidak keluyuran lagi Nath? Apa kita harus menggunakan bodyguard untuk memantau dia?"
"Bagaimana kalau kita titip saja dia di pesantren Ma? Biar tidak keluyuran sekaligus bisa belajar agama."
"Aku mau Bang sekolah di pesantren asal jangan dikirim keluar negeri."
"Bagus kalau begitu. Bagaimana menurut Mama?"
"Kita diskusikan dulu dengan Papa. Kalau dia setuju besok kita langsung berangkat."
"Baik Ma," ucap Fazila pasrah.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Dewi Anggya
keep strong fazila 💪💪👌
2023-11-13
0
ria anila
misi kak aku punya cerita novel Gadis desa & CEO Tampan. jangan lupa mampir and like yah. semoga authornya makin sukses
2023-10-17
0
Ir Syanda
Nah betul itu 😂
2023-05-09
0