DOKTER DAVIN DAN SANTRI BARBAR
Aurora Belle Fazila Alberto Seorang gadis remaja berumur 15 tahun, putri dari pemilik perusahaan besar Dirgantara corporotion dengan Isyana Atmaja, salah seorang pemilik butik ternama kenamaan dalam negeri maupun Paris.
Dalam usinya yang masih belia gadis itu diam-diam menaksir seorang dokter yang sebenarnya pernah menyukai kakak iparnya sendiri. Chexil, istri dari kakaknya yang bernama Nathan.
"Nek dokter Davin nya ada?" tanya Fazila pada Nenek Salma.
"Loh menangnya dia belum bilang sama kamu bahwa dia dimutasi ke rumah sakit lain?"
"Nggak Nek dia tidak ada mengatakan apa-apa sama Chila."
"Kemarin dia katanya mau nelpon kamu. Memang Davin tidak menelpon?"
"Nggak ada, eh tapi tidak tahu juga sih Nek seminggu ini handphone Chila disita sama Mama gara-gara ketahuan bohong pas pulang
sekolah ada pelajaran tambahan padahal Chila ke sini."
"Nah itu mengapa kita tidak dianjurkan untuk berbohong. Kalau ketahuan ya itu akibatnya."
"Iya Nek, Chila paham. Nenek Salma tidak ikut sama dokter Davin?"
"Tidak paling sebulan dia pulang dan baru ngajak nenek ke sana. Katanya sebulan ini dia akan sibuk dan juga belum mencari rumah kontrakan."
"Oh ya sudah Nek kalau begitu Chila pulang saja. Nanti kalau dokter Davin kembali Nenek kasih tahu Chila ya!"
"Baiklah Nak, tapi kenapa tidak telepon saja sekarang?"
"Tidak aktif Nek, dari tadi Chila sudah berusaha menelpon."
"Tunggu biar Nenek yang coba." Nenek Salma menahan Fazila untuk pergi dan mencoba menelpon dokter Davin.
"Bagaimana Nek?"
"Benar katamu, tidak aktif."
Fazila mengangguk. "Ya sudah Nek Chila pulang saja. Dokter Davin pergi sendiri?"
"Tidak, sepertinya sama asistennya. Siapa namanya ya, Nenek lupa." Nenek Salma tampak berpikir.
"Apakah suster Tantri?"
"Iya-iya benar itu dia."
"Oh sama dia ya?" Fazila tampak kecewa. Gadis itu benar-benar tidak suka pada suster Tantri.
"Ada apa Nak?"
"Tidak apa-apa Nek. Fazila pergi ya, mari." Fazila membungkukkan badannya.
"Hati-hati Nak!" seru Nenek Salma.
"Iya Nek." Fazila berjalan keluar pekarangan. Pak sopir yang mengantarkannya tadi sudah pergi.
Fazila mengambil ponselnya hendak menelpon pak sopir agar kembali. Namun, dia melihat ada chat masuk ke dalam ponselnya.
Buru-buru Fazila mengecek. Dia tersenyum saat tahu siapa yang meng-chatnya. "Dokter Davin!" serunya girang.
[ Tadi kamu nelepon aku?]
[ Dokter jahat ih, nggak ngabarin aku kalau mau pergi]
[Sorry, tapi kalau kamu masih ingin bertemu denganku, kamu bisa datang kemari sebab aku belum keluar kota]
[ Memang Dokter masih dimana?]
[ Masih makan di kafe Venus, mau ke sini nggak? Kalau mau aku tunggu]
[ Kirimin alamatnya!]
[ ......]
[ Oke aku ke sana, tungguin ya!]
[Oke]
Buru-buru Fazila memasukkan ponsel kembali ke dalam tas dan menyetop taksi yang melintas di hadapannya. Dia meminta sopir taksi menuju kafe Venus.
Nan jauh di sana Suster Tantri tersenyum puas sambil meletakkan ponsel dokter Davin kembali. Namun, sebelum menaruh terlebih dahulu dia menghapus panggilan masuk dan chat dari Fazila maupun Nenek Salma.
"Mampus Lo."
Saat itu Dokter Davin memarkirkan mobilnya di tepi jalan raya dan dirinya singgah di masjid untuk menunaikan sholat dhuhur terlebih dahulu, sebelum melanjutkan perjalanan kembali. Sayangnya ponsel dokter Davin keluar dari kantong celana dan tertinggal di dalam mobil.
"Nona mencari kafe Venus yang mana ya Nona? Yang saya tahu yang ada di kota ini Venus itu nama gang."
"Mungkin Kafe itu terletak di gang Venus Pak."
"Mungkin saja sih, tapi saya tidak tahu."
"Katanya alamatnya ini Pak." Fazila menunjukan alamat yang dikirim oleh Suster Tantri tadi.
"Oh berarti memang benar itu tempatnya. Kalau perlu tahu Nona mau apa ke sana?" Sopir taksi merasa perlu tahu tujuan Fazila mengingat gadis itu masih memakai seragam sekolahnya.
"Menemui Abang saya Pak."
"Oh baiklah kalau begitu akan saya antar," ujar sopir dan melanjutkan perjalanannya.
"Di sini Nona tempatnya."
"Baik Pak terima kasih."
Fazila membayar ongkos sesuai yang tertera di taksi meter lalu turun dari taksi.
"Hati-hati Nona." Setelah mengatakan itu sopir taksi pun melajukan mobilnya kembali.
Fazila celingukan mencari tempat yang dimaksud oleh dokter Davin.
"Tempat apa ini?" Yang Fazila lihat itu seperti perkampungan kumuh. Tidak ada tanda-tanda adanya Kafe di sana.
"Ada mangsa nih." Beberapa preman berjalan ke arah Fazila dan mengerubunginya.
"Mau apa kalian?" Fazila berjalan mundur dan ketakutan.
"Serahkan tas elo!"
"Cincinnya juga!"
"Mana boleh, ini pemberian bang Tris," gumam Fazila sambil memegang jarinya.
"Kamu pikir kami perduli? Serahkan atau kau mati!" seru salah satu dari mereka sambil menaruh tangannya di depan leher secara telentang seperti orang yang mau menyembelih.
"Tidak aku tidak mau."
"Serahkan baik-baik atau kita ambil paksa!"
"Tidak ini milikku," bentak Fazila sambil memegang erat tasnya.
"Hahaha ... dia ngotot. Rupanya dia ingin mempermainkan kesabaran kita. Eksekusi!" perintahnya pada yang lain.
"Tolong!" Fazila berteriak kencang.
"Hahaha, dia minta tolong."
"Hei anak kecil di sini tidak akan ada yang mampu menolongmu. Berteriaklah! Berteriak!"
Tubuh Fazila nampak gemetar. Salah satu orang dari mereka berjalan ke depan dan mendekat ke arahnya.
"Jangan mendekat! Kalau tidak orang-orang Papa akan menghabisi kalian semua!" teriak Fazila dan itu membuat semua preman merasa lucu hingga tertawa terpingkal-pingkal.
"Anak Papa rupanya dia, hahaha."
"Hei anak kecil, kamu pikir kami takut sama ancamanmu? Sana panggil buruan!"
"Hahaha."
"Tolong!" teriak Fazila lagi.
Seseorang mendekat dan langsung menyentak tas Fazila sedang yang lainnya langsung mencekal tangan gadis itu dan menarik cincin di jari Fazila dengan kasar.
"Auw sakit." Gadis itu mengadu dan meringis.
Setelah mendapatkan apa yang diinginkan para preman tersebut langsung kabur.
Namun, saat langkah mereka belum jauh, mereka berhenti dan berbisik satu sama lain.
Tak lama kemudian mereka berbalik.
"Mau apa kalian?" Fazila masih tampak ketakutan dan gemetar.
"Kayaknya body lo bagus juga deh girl." Seorang preman mengedipkan mata dan kembali mendekat. Fazila langsung kabur melihat gelagat yang aneh di wajah pria itu.
"Kejar! Kejar! Kejar!" perintahnya pada yang lain.
Beberapa preman pun langsung mengejar Fazila.
Aksi kejar-kejaran pun terjadi hingga Fazila merasa letih dan tidak punya tenaga lagi.
"Ya Tuhan kirimkan siapapun yang bisa menolongku," gumam gadis itu saat melihat di tempat itu masih sepi. Fazila duduk berjongkok sebentar. Nafasnya sudah terdengar ngos-ngosan.
"Itu dia!" Beberapa preman langsung berlari ke arah Fazila dan mengepungnya. Fazila masih saja memberontak, tetapi sayang tenaganya lemah sudah.
"Aku serahkan padamu Tuhan." Gadis itu sudah pasrah.
"Hei! Hei! Mau apa kalian?"
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 141 Episodes
Comments
Ita rahmawati
di awal udh bikin gemes nih si antagonis 😏😏
2024-10-30
1
Dewi Anggya
mampiiiiir..... cerita awal yg menarik 😘😘👌
2023-11-13
1
maulana ya_manna
mampir thorr
2023-10-10
1