OUR LOVE STORY TAPI ADA DIA
Audriana tengah menatap dirinya di depan cermin, ia tersenyum bahagia namun sorot matanya tidak memancarkan demikian. Mengingat besok adalah hari pernikahannya, ia semakin mendekati kebahagiaan dan juga diterpa kesedihan.
Aku akan menikah besok dan aku tidak memiliki siapapun untuk mendampingiku. Apakah aku harus menghubungi ….
Audriana menepis pikirannya. Selama ini ia hidup sebatang kara dan bekerja keras untuk kelangsungan hidup sehari-hari sebagai pemilik toko bunga. Usaha yang ia kembangkan dengan hasil keringatnya sendiri. Walaupun tidak besar tetapi sudah bisa menopang kehidupan sehari-hari.
Audriana tersenyum kecut mana kala teringat kedua orang tuanya yang telah tiada. Rasa sedih karena di hari pernikahan tanpa dampingan orang tua membuat hati Audri terasa perih. Ia masih mengingat jelas empat tahun yang lalu kedua orang tuanya berpesan agar ia mencari pendamping yang menerimanya apa adanya dan mencintainya dengan tulus. Itulah sebabnya Audri menerima Natha Clay sebagai pendamping hidupnya.
Dua tahun lamanya mereka menjalin kasih dan akhirnya mantap naik ke pelaminan.
"Ma, Pa, Audri sudah mendapatkannya. Audri yakin kalian sudah melihatnya dari sana. Dia pria yang baik dan juga sangat menyayangiku," lirih Audriana.
Ponsel Audri berdering, kesedihan karena meratapi nasib tadi berubah menjadi sebuah senyuman ketika orang yang menelepon itu adalah sumber penyembuh dari lara hati Audri selama ini.
"Udah siap sayang? Sebentar lagi sopir akan segera menjemputmu."
Suara lembut Natha membuat hati Audri menghangat. Ia tersenyum memandang pantulan dirinya di depan cermin.
"Aku sudah siap. Tidak perlu terburu-buru, pernikahannya besok, 'kan? Kau tidak mempercepatnya menjadi satu jam dari sekarang, 'kan?" seloroh Audri yang mana terdengar kekehan dari Natha.
"Ide menarik. Boleh dicoba."
Audri mengerucutkan bibirnya dan andai Natha melihatnya maka secepat kilat ia akan memberikan kecupan lembut disana.
"Ya akunya yang nggak mau."
Sesaat terjadi keheningan, entah mengapa Audri berubah mendadak menjadi melankolis. Ada banyak hal yang hendak ia sampaikan namun lidahnya kelu dan ia merasa jika mengatakan apa yang ia rasakan justru dirinya akan menangis dan ia tidak mau Natha khawatir padanya.
"Nath …. Jika terjadi sesuatu padaku apakah kau akan tetap mencintai dan setia padaku?"
Akhirnya apa yang ia tahan sedari tadi lolos juga dari bibirnya. Ia tidak tahu mengapa ia terus diselimuti kekhawatiran akan hal tersebut tapi ia perlu memastikan juga apakah Natha akan tetap setia padanya atau tidak. Ia hanya ingin sebuah kepastian. Ia memiliki firasat kurang enak masalah ini.
Pertanyaan Audri sontak membuat Natha yang tengah mengerjakan pekerjaannya menghentikan jemarinya yang sedang berselancar di atas keyboard laptop.
Dengan cepat Natha mengganti panggilannya menjadi video call.
"Ada apa, hmm? Kenapa menanyakan pertanyaan seperti itu? Tentu saja aku akan selalu setia padamu dan akan selalu mencintaimu. Hanya kau satu-satunya yang tidak akan ada duanya. Lagi pula, selama ada aku, tidak akan ada siapapun yang menyakitimu. Percayalah," ucap Natha meyakinkan Audri.
Nyatanya walaupun ia senang dengan ucapan Natha barusan, masih ada yang mengganjal di hatinya. Entah mengapa dadanya terasa sesak dan ia tidak tahu apa penyebabnya.
"Awas saja jika berkhianat. Aku tidak mau melihatmu lagi dan aku tidak ingin bicara denganmu lagi jika itu sampai terjadi," ancam Audri yang justru terdengar begitu manis di telinga Natha.
"Kau bisa memenggal kepalaku jika itu sampai terjadi. Oh iya, kau bersiaplah karena mungkin Pak Baim sudah hampir sampai di rumahmu. Kabari aku jika kau akan berangkat," ucap Natha setelah melihat jam di pergelangan tangannya.
"Iya. Oh iya Natha, satu lagi," cicit Audri.
"Banyak pun tak apa," ujar Natha yang membuat Audri mendelik padanya.
Audriana menggigit bibir bawahnya, ragu dan juga malu mengatakannya. Tapi ada rasa menggebu-gebu di dadanya yang jika tidak ia katakan maka ia khawatir jantungnya yang akan melompat keluar.
"Nath, entahlah tapi aku hanya ingin bilang kalau aku sangat mencintaimu. Tolong bertahanlah denganku dan jangan tinggalkan aku. Aku takut kehilanganmu," lirih Audri.
Natha tersenyum, "Aku menjanjikanmu hal itu dengan nyawaku."
Audriana sedikit mengernyit, ia tidak menyangka Natha akan mengatakan janji seperti itu. Mendadak Audriana lah yang merasa khawatir pada Natha.
"Terima kasih. Aku merindukanmu, Natha Clay."
Natha tersenyum namun entah mengapa dadanya mendadak berdesir.
"Hati-hati di jalan ya. Aku tutup dulu teleponnya –"
Belum sempat Natha mematikan teleponnya, Audriana sudah mencegatnya dan meminta agar Natha menemaninya sepanjang jalan dan meminta agar panggilannya dialihkan lagi menjadi panggilan suara.
Natha terkekeh, "As you wish honey."
Audriana tersenyum simpul kemudian ia keluar dari rumahnya sambil menyeret koper kecil yang berisi beberapa perlengkapannya selama menginap di hotel. Padahal Natha sudah mengatakan jika ia akan menyediakannya namun Audri tetap bersikukuh membawanya. Ada barang berharga yang harus terus bersamanya.
Sopir yang diutus oleh Natha sudah memarkirkan mobil di depan rumah Audri. Ia membantu Audri memasukkan koper ke dalam bagasi mobil sedangkan Audri sudah masuk ke dalam mobil. Sopir pun masuk dan mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.
"Aku sudah berangkat," ucap Audri.
Natha yang mendengarnya hanya mengatakan iya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia ingin mengambil waktu cuti yang panjang sehingga ia membawa semua pekerjaannya ke rumah dan berusaha menyelesaikannya sebelum hari pernikahannya.
Sepanjang perjalanan Audri terus berdebar. Bukan gugup karena besok ia akan menikah. Bukan pula gugup karena memikirkan …
Apakah harus?
Audri berdebat dengan dirinya sendiri namun egonya membuat ia bisa menyingkirkan pemikirannya barusan.
"Nath …."
"Ya?"
"Maukah kau menyanyikan lagu yang romantis untukku?" tanya Audri.
Natha tersentak, "Tapi aku sedang bekerja. Setelah pekerjaanku selesai dan setelah kita menikah setiap malam aku akan menyanyikan lagu cinta untukmu," goda Natha yang membuat pipi Audri memerah.
Keheningan tercipta, Audri masih merasakan perasaan berbeda di hatinya. Dadanya semakin sesak dan ….
Ciitttt …
Braaakkk!!!
Natha yang sedang fokus mengetik mendadak tubuhnya membeku setelah mendengar suara benturan keras dari ponselnya. Dadanya bergemuruh dan lidahnya kelu.
"Halo Audri? Sayang kamu mendengarku?" panggil Natha yang saat ini gugup setengah mati.
Tak ada sahutan, malah yang terdengar justru suara-suara yang menandakan banyak orang yang sedang berkumpul.
"Ya ampun di dalam ada penumpang lainnya. Cepat selamatkan!"
"Kau paksa buka pintunya. Kasihan kalau sampai tidak selamat!"
"Cepat telepon ambulans dan tolong telepon polisi juga!"
"Hei lihat dia seorang wanita dan denyut nadinya melemah. Cepat panggil ambulans!"
"Oh Tuhan, pria yang mengemudikan mobil sepertinya sudah tidak bernyawa!"
Ponsel yang dipegang Natha langsung jatuh ke lantai. Kakinya gemetar dan napasnya memburu.
"Audrianaaaa!!!"
.
.
Langkah kaki Natha begitu cepat menuju ke ruang UGD dimana ia mendapatkan kabar jika Audri dilarikan ke ruangan tersebut. Ia mencoba menerobos masuk namun dihalangi oleh beberapa perawat.
"Jangan halangi aku! Di dalam calon istriku terluka dan aku harus selalu disisinya. Minggir kalian atau kuratakan rumah sakit ini!" bentak Natha. Wajahnya memerah karena marah.
"Maaf tuan, sebaiknya anda tenang dan tunggulah. Kami pasti mengusahakan yang terbaik untuk pasien. Sebaiknya anda tenang dan berdoalah agar kekasih anda baik-baik saja," ucap salah satu perawat.
"Tenang katamu?! Besok kami akan menikah dan calon istriku di dalam sedang terluka dan kau disini memintaku tenang?! Ingin mati kau?!" hardik Natha.
Perawat tersebut tak bergeming. Sudah hal biasa menghadapi para anggota keluarga pasien yang menggila ingin menerobos masuk seperti ini.
Natha berteriak frustrasi. Ia menjambak rambutnya sendiri. Perawat yang melihat Natha frustrasi seperti ini hanya bisa menghela napas. Ia membantu menenangkan Natha dan memintanya untuk berdoa agar Audriana bisa selamat dan jangan membuat tindakan yang akan mempersulit pihak rumah sakit untuk segera menangani Audriana.
Natha terduduk lesu di depan ruang UGD. Hatinya hancur memikirkan nasib Audriana. Belum lagi pak Baim yang harus kehilangan nyawanya pada kecelakaan tersebut.
Ditengah keputusasaan Natha, Daren sang asisten pribadi datang menghampiri. Daren sudah selesai mengurus jenazah pak Baim dan sekarang ia akan mengurus pemakaman serta santunan untuk keluarganya.
Natha hanya mengangguk.
Tak lama pintu ruangan terbuka, dokter pun keluar dan Natha langsung menghampirinya.
"Dok bagaimana Audriana?" tanya Natha panik.
"Pasien mengalami luka berat dan kami akan segera melakukan operasi. Mohon keluarga pasien mengurus administrasinya agar kami segera mengambil tindakan," jawab dokter tersebut.
"Daren, urus semuanya!" titah Natha.
Daren pun segera pergi untuk mengurusnya. Setelah itu Audriana segera di bawa ke ruang operasi dengan Natha yang terus menggenggam tangan lemah Audriana.
"Sayang kumohon sembuh untukku," lirih Natha.
Audriana dibawa masuk ke dalam ruang operasi dan operasi pun dilakukan.
Dua jam berlalu akhirnya lampu di ruang operasi itu padam. Dokter keluar dan menghampiri Natha.
"Operasinya berlangsung dengan baik. Hanya saja, dari hasil pemeriksaan kami pasien saat ini mengalami koma," ucap dokter tersebut dengan hati-hati.
"Apa Dok? Koma?!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Soraya
permisi numpang duduk dl ya kak
2023-10-28
0
nana purvis🌾🌾🌾
aku mampir kak, semangat nulisnya😘😘
2023-04-08
1
Shinta Ohi (ig: @shinta ohi)
awalnya aku kira natha ni cewek ternyata cowok.
Duh, audri klo koma trus gmn nih lanjutannya
2023-04-08
2