Natha keluar dari ruang rapat dengan perasaan lega karena hari ini ia berhasil memimpin rapat penting dan semuanya berjalan dengan lancar dan sempurna. Para peserta rapat terus memuji dan tak henti memberikan tepuk tangan padanya. Natha bersyukur dan merasa tenang karena tidak lagi membuat malu papanya karena dirinya yang tidak fokus dan alhasil membuat mereka malu dan beberapa diantaranya kecewa pada Natha.
Hari ini Natha sudah menebus kegagalannya beberapa waktu lalu dan ia berjanji untuk tidak mengulanginya lagi. Ia bahkan saat ini sangat bersemangat untuk pulang, pulang ke tempat dimana sebagian jiwanya berada. Ia tidak sabar ingin menceritakan kesuksesannya hari ini.
"Audri, tunggu aku," gumamnya ketika ia sudah membereskan beberapa berkas di dalam ruangannya.
Dengan bersemangat Natha berdiri namun belum sempat ia melangkah, pintu ruangannya dibuka dan wajah yang tidak siap ia lihat kini muncul di hadapannya.
"Mama dengar kau berhasil memimpin rapat dan tidak membuat papa malu lagi," ucapnya dengan angkuh lalu duduk di sofa.
Natha tak berniat menanggapi. Ia yakin betul kalimat pembuka itu hanya sekadar basa-basi. Mamanya ini pasti memiliki tujuan lain yang bisa Natha tebak.
Dengan malas Natha kembali duduk di kursinya. Ia yang tadinya begitu bersemangat mendadak lemas. Ia bukannya tidak suka pada mamanya, itu pemikiran yang salah besar jika Natha tidak menyukai wanita yang sudah membawanya melihat dunia ini. Ia hanya tidak suka tentang pembahasan yang akan mamanya bicarakan dengannya yang ujung-ujungnya pasti menjodohkan dirinya dan jika tidak pastilah berakhir dengan ancaman.
"Sekarang apa lagi Ma?" tanya Natha sarkas.
Nyonya Clay tersenyum kecut, ia tahu dengan pasti jika putranya ini sudah paham dengan maksud kedatangannya ke kantor ini. "Mama ingin kau makan siang bersama Clara. Mama sudah membuat janji dengannya dan kau harus memenuhi hal tersebut. Jangan menolak!" tegasnya.
Natha tertawa sumbang, "Mama yang membuat janji kenapa aku yang harus memenuhi. Mama dan Clara saja yang makan siang. Aku tidak lapar!"
"Nath!"
"Ma!"
Keduanya saling menyentak dan tak ada yang mau mengalah. Natha pun sebenarnya bukan anak yang pembangkang tapi bukan pula anak yang selalu tunduk pada titah orang tuanya. Ia kadang berontak jika itu tidak sesuai dengan keinginannya. Tapi kali ini ia berusaha untuk menahan semuanya, karena ada Audriana yang ia pikirkan.
Nyonya Clay memijat pelipisnya. Ia tahu membujuk Natha berpindah hati itu tidak akan mudah. Ia masih ingat betul bagaimana Natha yang begitu keras kepala hingga akhirnya membuat hidup putranya menjadi kacau ketika pertama kali patah hati.
Masih sangat membekas di hatinya ketika Natha patah hati karena ditinggal oleh Tiara karena kekasihnya sejak masa remaja itu meninggal dunia sebab suatu penyakit dan ia saksi hidup dimana Natha menjadi manusia tanpa hati dan tidak memperlihatkan tanda-tanda semangat hidup sampai akhirnya bertemu dengan Audriana.
Tapi kasus ini beda, kali ini berbeda karena Natha bukan lagi pemuda yang masih perlu bersenang-senang mencari kekasih sesuka hatinya. Bagi nyonya Clay, Natha harusnya sudah memiliki seorang istri dan penerus keluarga Clay. Ia tidak mau Natha menunda-nunda hingga akhirnya anaknya itu tidak lagi berminat untuk menikah.
"Mau sampai kapan menunggu Audriana? Apakah kau mau menunggu setahun? Dua tahun? Sepuluh tahun?" hardik nyonya Clay.
"Seumur hidup aku akan menungguinya," sahut Natha.
Nyonya Clay membelalakkan matanya. Ia tentu saja kesal dengan jawaban Natha. Ia tidak mau hal ini sampai terjadi. Anaknya tidak boleh hidup hanya untuk menunggu Audriana. Anaknya ini tidak kekurangan apapun, para wanita di luar sana pasti banyak yang mau menjadi pendampingnya.
"Jangan keras kepala Nath. Mama tidak mau tahu, siang ini kau temani Clara makan siang. Mama sudah mengatur perjodohanmu dengannya. Jangan menolak jika kau tidak ingin melihat Audriana mati karena mama akan melepas semua alat medis yang menopang hidupnya selama ini. Kau dengar mama baik-baik, ini bukan sebuah ancaman melainkan sudah menjadi ketetapan mama yang nggak akan bisa dibantah ataupun ditawar lagi. Kau menolak maka kau akan tahu sendiri akibatnya. Jika kau menurut maka ini tidak akan menjadi sulit seperti ini," ucapnya dengan penuh penekanan.
Natha tidak habis pikir bagaimana bisa mamanya mengambil keputusan seperti ini. Ingin sekali Natha membawa Audriana dari rumah sakit itu ke tempat yang lainnya tetapi ia sadar ia tidak punya apapun saat ini karena semua harta yang ia kumpulkan sendiri sudah hampir habis karena bertanggung jawab pada beberapa proyek yang pernah gagal karena dirinya yang gagal fokus dan lalai dalam pekerjaannya karena sibuk dengan mengurus Audriana dan menunggui kekasihnya itu bangun.
"Ma, kenapa setega itu?" lirih Natha.
"Mama tidak tega, Nath. Mama hanya ingin yang terbaik untukmu. Mama begini karena peduli. Kita tidak tahu seperti apa kedepannya nasib Audri. Setidaknya untuk menjaga kemungkinan terburuk, kau harus memiliki cadangan. Clara, dia yang paling cocok untuk menjadi calon istrimu jika Audri gagal untuk melakukannya," ucap nyonya Clay.
"Tapi Natha cuma mau Audriana. Dan ucapan mama barusan itu sangat melukai hati Natha, Ma. Audri akan bangun dan tidak akan meninggalkan aku. Mama jangan berkata seperti itu, lupakah mama kalau perkataan itu adalah doa. Dan untuk Clara, baik aku akan makan siang dengannya tapi aku tidak mau menjadikan dia cadangan. Jangan berharap lebih karena aku hanya mau Audriana saja, titik!"
Nyonya Clay tersenyum miring," Ingat Natha, semua keputusan ada di tanganmu. Jika kau menurut maka Audri akan tetap mendapat fasilitas medis tetapi jika kau menolak maka kau tahu sendiri akibatnya."
Setelah mengatakannya, nyonya Clay keluar dengan rasa puas karena berhasil membuat Natha setuju untuk makan siang bersama Clara. Tetapi bukan berarti ia sudah lepas tangan. Ia masih memiliki tujuan lain. Setelah memastikan Natha makan siang bersama Clara, ia akan mengurus hal yang lainnya yang selama ini sudah ia tunda-tunda.
"Halo Clara sayang, nanti makan siang di restoran A. Natha akan menunggumu disana."
Nyonya Clay menutup sambungannya ketika mendengar suara Clara yang begitu gembira karena Natha mau makan siang dengannya. Clara hanya tidak tahu saja jika Natha mau tidak mau harus makan siang dengannya karena saat ini ia berada di bawah ancaman seorang nyonya Clay.
.
.
Tring ...
^^^^^^Clara^^^^^^
^^^Tante, aku sudah bersama Natha dan terima kasih karena sudah membuatkan janji makan siang untuk kami.^^^
Nyonya Clay menyeringai puas begitu membaca pesan dari Clara. Ia yang berada di dalam ruangan suaminya pun berpamitan untuk pergi ke tempat yang ingin ia tuju. Padahal ia dan suaminya itu akan makan siang bersama, tetapi membaca pesan dari Clara sudah membuat nyonya Clay kenyang dan ia semakin bersemangat.
"Mama mau kemana sebenarnya?" tanya Gustav Clay.
"Mama ada urusan lain, Pa. Apa papa mau ikut?" Tentu saja dalam hati nyonya Clay berharap suaminya itu tidak ikut.
Tuan Clay menggelengkan kepalanya. "Ada banyak pekerjaan dan mama pergi lah tetapi jangan pergi melajukan hal yang aneh-aneh."
Bukan tanpa sebab ia mengatakan demikian, ia melihat sedari tadi raut wajah istrinya itu begitu berbeda seolah-olah ia tengah merencanakan sesuatu.
"Tenang aja, Pa. Nggak akan ada yang aneh-aneh. Mama pamit ya."
Mobil yang ditumpangi nyonya Clay sampai di depan rumah sakit. Dengan begitu angkuh ia melangkah menuju ke kamar dimana Audriana di rawat. Ia masuk begitu saja dan tidak mendapati siapapun di sana.
Nyonya Clay menatap penuh dengan kemarahan para gadis yang belum juga membuka matanya itu. Ia marah, sangat marah karena Audriana membuat hubungannya dengan Natha menjadi renggang.
"Audriana, harusnya kau mati saja! Jangan menyusahkan putraku dengan kondisimu ini. Karena kau, aku dan Natha selalu bertengkar dan karena wanita sepertimu Natha menolak banyak wanita yang bahkan jauh lebih unggul dibandingkan dirimu yang hanya seorang pemilik toko bunga kecil.
"Selama ini aku diam saja karena putraku selalu membelamu. Tapi lihatlah, kali ini pembelamu tidak ada disini. Aku bisa sesuka hati melakukan apapun padamu termasuk jika aku ingin membunuhmu saat ini. Kau gadis miskin yang ingin menjadi kaya mendadak karena menikahi putraku. Kau menjeratnya hingga dirinya hanya bisa melihatmu dan bahkan menentangku yang tidak lain adalah ibu kandungnya sendiri. Kenapa kau tidak mati saja, hah?!"
Nyonya Clay menampar wajah Audriana yang hanya diam tanpa bisa membuka matanya. Ia bahkan menjambak rambutnya saat ini sehingga kepala Audriana semakin mendongak.
"Kau tahu, saat ini Natha sedang berkencan bersama wanita pilihanku yang pastinya jauh lebih segalanya dibandingkan dirimu. Mereka itu sangat serasi dan akan begitu sempurna jika mereka menikah. Tapi karena ada kau, semua menjadi terhalang. Kau penghalang kebahagiaan keluargaku. Cepatlah berpulang dan biarkan Natha bahagia bersama Clara," bentaknya dan dengan kasar menghempaskan rambut Audriana yang ia jambak.
Nyonya Clay mengatur napasnya yang memburu karena sudah marah-marah dan menumpahkan kekesalannya pada Audriana.
Sedangkan di luar, seseorang yang sedari tadi menguping pembicaraan nyonya Clay kini nampak mengepalkan kedua tangannya. Tatapannya dipenuhi amarah bahkan auranya menggelap karena diselimuti kemarahan.
"Ini semua nggak bisa dibiarin. Aku nggak akan membiarkan wanita manapun mendekati Natha. Hanya aku, hanya aku yang boleh menjadi pendampingnya. Kenapa jadi begini sih? Aku belum juga berhasil mendapatkan hati Natha, tapi sudah ada wanita lain bersamanya. Sial!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments