Percakapan beberapa hari yang lalu tentang Natha yang hendak mencari pacar sewaan tidak berlanjut bahkan sampai detik ini. Padahal suster Lya sudah sangat mengharapkan hal tersebut. Baginya, berpura-pura pada awalnya lama-lama akan lupa jika mereka sedang berpura-pura dan justru perasaan mereka menjadi kenyataan. Tidak ada yang tidak mungkin menurut suster Lya selagi ia tetap berusaha.
Selain itu, ia selalu menemani Natha bercerita walaupun disini ia yang selalu membuat Natha bercerita tetapi ia cukup senang karena bisa bersama dengan lelaki pujaannya. Apapun untuk bisa bersama dengan Natha Clay. Apapun agar pria itu meliriknya. Suster Lya akan melaluinya hingga ia berada di garis finish sebagai pemenang.
Seperti hari ini, Natha tidak pergi ke kantor karena weekend. Ia menghabiskan waktu di rumah sakit. Sesekali ia mengajak Audriana bercerita walaupun lagi-lagi hanya pembicaraan satu arah saja. Lebih tepatnya hanya dirinya saja yang bercerita tanpa mendapatkan tanggapan apapun dari lawan bicaranya.
"Sayang, andaikan kau bisa sedikit saja tersenyum padaku," lirihnya kemudian ia kecup jari-jemari Audriana dengan lembut.
Natha membenamkan kepalanya di atas kasur dimana ada tangan Audriana yang ia jadikan sandaran dahinya. Ia benar-benar rapuh jika sudah berada di dalam ruangan ini. Membayangkan kisah cintanya yang jadi seperti ini, sungguh ia ingin membentak dan menguliti takdir jika ia mampu.
Dari arah luar, suster Lya datang dengan tujuan memeriksa Audriana. Ia melihat punggung Natha yang naik turun dan tangannya terkepal. Ia tahu kalau saat ini Natha pasti tengah menangis seperti hari-hari sebelumnya.
Menangislah sepuasmu dan aku akan datang untuk menghapusnya.
Perlahan suster Lya mendekati Natha. Ia berdehem membuat Natha mengangkat kepalanya. Tangan suster Lya terkepal begitu melihat jejak air mata di pipi pujaan hati. Ia mengutuk Audriana dalam hati karena sudah membuat pria dengan garis wajah sempurna ini menitikkan air mata.
"Dasar pria melankolis," ledek suster Lya ketika melihat Natha tersenyum tipis padanya. Ia langsung memeriksa infus Audriana.
"Ejeklah sepuasmu. Aku begini karena cinta. Kau tidak akan tahu jika tidak berada di posisiku. Coba saja jika nanti kau jatuh cinta pada seseorang dan orang yang kau cintai berada di posisi Audriana. Kau pasti akan sama sepertiku," balas Natha.
Keduanya memang sudah terbiasa saling meledek karena Natha menganggap suster Lya adalah teman baiknya semenjak ia merawat Audriana dengan baik. Natha yang sering pergi ke kantor dan mengurus banyak hal diluar hanya bisa mempercayakan suster Lya dan suster Lya tidak pernah mengecewakannya karena setiap kali Natha pulang, suster Lya pasti masih berada di dalam kamar rawat Audriana.
"Aku akan jadi melankolis sepertimu? Hmmm ... mungkin. Tapi aku belum punya kekasih, mana mungkin aku merasakan hal seperti yang kau rasakan," ucap suster Lya setelah ia selesai mengganti infus Audriana.
Tapi jika itu kau, maka kau benar aku akan menjadi melankolis bahkan menjadi wanita penghuni rumah sakit jiwa jika sampai kau yang berbaring di posisi Audriana. Aku begitu mencintaimu Natha Clay. Sungguh!
Suster Lya hanya bisa melanjutkan ucapannya dalam hati. Ia tidak mungkin jujur untuk saat ini karena ia tidak ingin Natha menjauh. Cukup baginya Natha yang sedekat dan seterbuka ini padanya. Pelan-pelan ia akan berhasil meraih Natha. Ia tidak ingin terburu-buru juga tidak ingin menunda-nunda.
Seperti biasa, setelah suster Lya mengurus Audriana, Natha mengajaknya mengobrol. Membahas tentang kesehatan Audriana bahkan tentang perasaan cintanya yang kian hari kian bertambah. Andaikan Natha tahu, ada hati yang memanas mendengar ceritanya.
Natha menggenggam tangan Audriana. Suster Lya yang duduk di bangku yang ada di samping Natha hanya bisa menatap penuh rasa dengki.
Harusnya yang digenggam itu tanganku ini. Hei Natha Clay, lihatlah aku!
"Kau tahu, Audriana itu adalah cinta keduaku tapi aku menganggapnya cinta sejati ku. Dia memang bukan wanita pertama dalam hidupku. Tetapi aku akan menjadikannya yang terakhir dalam hidupku. Kau mungkin akan mengejekku sebagai pria budak cinta, tapi aku bersungguh-sungguh akan hal ini," ucap Natha.
Suster Lya sangat tidak suka mendengarnya apalagi melihat wajah Natha yang tengah tersenyum manis sambil menceritakan perasaannya pada suster Lya. Tahu kah Natha jika suster Lya merasa cemburu. Ia tidak suka Natha mengatakan cinta pada wanita lain walaupun wanita itu adalah kekasih dan calon istrinya sendiri.
"Tidak masalah. Aku tidak akan mengejekmu karena jatuh cinta dan mencintai seseorang jika itu tulus maka perasaannya akan sedalam itu. Oh andaikan ada yang mencintaiku seperti itu," lirih suster Lya dengan wajah dibuat sesedih mungkin.
"Kenapa tidak!" ujar Natha. "Kau itu cantik dan sangat baik. Pasti banyak uang menginginkanmu," lanjutnya.
Apakah kau juga salah satunya?
Pertanyaan yang hanya lolos di dalam hatinya saja. Mana berani suster Lya mengutarakannya secara langsung.
"Wah jadi aku cantik ya?" tanya suster Lya dengan mengedipkan sebelah matanya.
Natha bisa melihat jika suster Lya kini pipinya bersemu merah. Sama seperti ketika ia memuji Audriana. Melihatnya membuat perasaan melankolis Natha kembali menghampiri. Ia merindukan wajah malu-malu calon istrinya ini.
Bangunlah sayang, aku sangat merindukanmu.
"Iya, jika dilihat dari ujung Monas," kekeh Natha yang membuat suster Lya membelalakkan matanya.
"Wah kau menghinaku rupanya. Rasakan ini," pekik suster Lya kemudian ia dengan berani mencubit lengan Natha.
Natha tertawa geli karena melihat wajah kesal suster Lya.
Menggemaskan.
Natha tersadar buru-buru menepis pikirannya. Ia tidak mau jika sampai tergoda pada wanita lain sedangkan kekasihnya sedang dalam keadaan memprihatinkan.
Natha jelas tahu gelagat suster Lya belakangan ini yang sering mencuri pandang padanya dan juga begitu perhatian sampai sering membawakannya makanan tanpa diminta. Natha hanya tidak mau pusing dan tidak mau membuat orang lain terbawa perasaan dan menganggap dirinya sedang membuka hati. Ia tidak mau membuat orang lain kecewa karena baginya Audriana lah tujuan hidupnya.
Aku janji aku akan setia sayang. Tenang dan cepatlah bangun.
Melihat Natha yang tiba-tiba berhenti tertawa membuat suster Lya mengerutkan keningnya. Ia melihat Natha kembali pada mode melankolisnya. Wajahnya kembali sedih dan tatapannya begitu sendu melirik ke arah Audriana.
Natha, lihatlah aku. Ada aku yang siap membahagiakanmu. Kau tinggal memintanya dan aku akan langsung mengabulkannya.
"Aku benar-benar sangat mencintainya. Rasanya aku akan ikut mati bersamanya kalau dia tiada lagi di dunia ini. Aku sudah memberikan seluruh hati dan hidupku padanya, apa jadinya aku jika tanpanya. Aku sungguh tidak bisa bernapas dengan baik selama Audrianaku tetap seperti ini. Tiada hari tanpa aku memikirkan kapan dia akan bangun dan memelukku. Aku sangat merindukannya."
Ungkapan hati Natha yang mengalir begitu saja namun kali ini tanpa air mata. Suaranya yang lirih membuat suster Lya bersedih tetapi bukan turut bersedih atas nasib percintaannya. Ia bersedih karena ungkapan itu bukan untuknya melainkan untuk Audriana.
"Kau harus semangat dan jangan putus harapan. Jika kau memang mencintainya, maka semangatlah untuk hidup karena Audriana pasti ingin kau terus bahagia. Jangan putus asa. Cintamu yang tulus pasti akan menuntun Audriana untuk kembali padamu."
Sakit, tentu saja itu yang dirasakan oleh suster Lya. Memberikan semangat untuk sang pujaan hati terhadap wanita lain adalah hal yang tidak pernah ia perhitungkan. Walaupun pada kenyataannya ia hanya berpura-pura memberi semangat, nyatanya dadanya tetap sesak.
Natha tersenyum, ia berharap ucapan suster Lya itu tulus dari dalam hatinya. Ia hanya tidak mau suster Lya menyimpan rasa padanya dan akhirnya berharap pada hal yang tidak mungkin ia berikan, hatinya.
"Oh iya Nath, aku tidak pernah lagi melihatmu pusing dengan perjodohan. Apa nyonya Clay sudah menyerah?" tanya suster Lya mengalihkan. Bisa potek hatinya jika terus menerus mendengar ungkapan cinta Natha untuk Audriana.
Natha menghela napas kemudian ia menatap malas pada suster Lya. Bukan malas kepada yang ia tatap melainkan malas akan pertanyaannya.
"Bahkan setiap hari nyonya Clay datang ke kantor hanya untuk membahas hal ini denganku. Aku bosan dan aku cuek saja walaupun ujung-ujungnya dia marah," jawab Natha sedikit kesal.
"Apa kau sudah mencoba saranku tempo hari?" tanya suster Lya sambil berdoa dalam hati semoga Natha belum mencobanya.
Kembali Natha menghela napas kemudian ia menyandarkan kepalanya dia atas kasur sambil menciumi tangan Audriana. Hati suster Lya panas, tentu saja bahkan sangat panas dan ngilu.
"Bagaimana mau mencoba kalau aku tidak punya satupun kandidat yang kuat. Aku bahkan lupa akan hal ini. Aku tidak punya kenalan wanita dan Daren pun sama. Aku tidak mau mencari wanita yang sembarangan karena aku takutnya mamaku akan memaki atau menghinanya jika wanita itu bukan dari kalangan atas atau tidak memiliki profesi yang bagus, menurutnya."
Suster Lya bersorak dalam hati karena harapannya sebentar lagi akan terwujud.
"Bagaimana kalau aku merekomendasikan seseorang untukmu?" usul suster Lya.
Natha memicingkan matanya, "Benarkah? Siapa dia? Coba kenalkan padaku dan aku akan menilainya sendiri. Sebelum sampai ke hadapan nyonya Clay, aku akan mempertimbangkannya terlebih dahulu," ucap Natha bersemangat.
"Aku!"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 244 Episodes
Comments