NovelToon NovelToon

OUR LOVE STORY TAPI ADA DIA

Bab 1

Audriana tengah menatap dirinya di depan cermin, ia tersenyum bahagia namun sorot matanya tidak memancarkan demikian. Mengingat besok adalah hari pernikahannya, ia semakin mendekati kebahagiaan dan juga diterpa kesedihan.

Aku akan menikah besok dan aku tidak memiliki siapapun untuk mendampingiku. Apakah aku harus menghubungi ….

Audriana menepis pikirannya. Selama ini ia hidup sebatang kara dan bekerja keras untuk kelangsungan hidup sehari-hari sebagai pemilik toko bunga. Usaha yang ia kembangkan dengan hasil keringatnya sendiri. Walaupun tidak besar tetapi sudah bisa menopang kehidupan sehari-hari.

Audriana tersenyum kecut mana kala teringat kedua orang tuanya yang telah tiada. Rasa sedih karena di hari pernikahan tanpa dampingan orang tua membuat hati Audri terasa perih. Ia masih mengingat jelas empat tahun yang lalu kedua orang tuanya berpesan agar ia mencari pendamping yang menerimanya apa adanya dan mencintainya dengan tulus. Itulah sebabnya Audri menerima Natha Clay sebagai pendamping hidupnya.

Dua tahun lamanya mereka menjalin kasih dan akhirnya mantap naik ke pelaminan. 

"Ma, Pa, Audri sudah mendapatkannya. Audri yakin kalian sudah melihatnya dari sana. Dia pria yang baik dan juga sangat menyayangiku," lirih Audriana.

Ponsel Audri berdering, kesedihan karena meratapi nasib tadi berubah menjadi sebuah senyuman ketika orang yang menelepon itu adalah sumber penyembuh dari lara hati Audri selama ini.

"Udah siap sayang? Sebentar lagi sopir akan segera menjemputmu."

Suara lembut Natha membuat hati Audri menghangat. Ia tersenyum memandang pantulan dirinya di depan cermin.

"Aku sudah siap. Tidak perlu terburu-buru, pernikahannya besok, 'kan? Kau tidak mempercepatnya menjadi satu jam dari sekarang, 'kan?" seloroh Audri yang mana terdengar kekehan dari Natha.

"Ide menarik. Boleh dicoba."

Audri mengerucutkan bibirnya dan andai Natha melihatnya maka secepat kilat ia akan memberikan kecupan lembut disana.

"Ya akunya yang nggak mau."

Sesaat terjadi keheningan, entah mengapa Audri berubah mendadak menjadi melankolis. Ada banyak hal yang hendak ia sampaikan namun lidahnya kelu dan ia merasa jika mengatakan apa yang ia rasakan justru dirinya akan menangis dan ia tidak mau Natha khawatir padanya.

"Nath …. Jika terjadi sesuatu padaku apakah kau akan tetap mencintai dan setia padaku?" 

Akhirnya apa yang ia tahan sedari tadi lolos juga dari bibirnya. Ia tidak tahu mengapa ia terus diselimuti kekhawatiran akan hal tersebut tapi ia perlu memastikan juga apakah Natha akan tetap setia padanya atau tidak. Ia hanya ingin sebuah kepastian. Ia memiliki firasat kurang enak masalah ini.

Pertanyaan Audri sontak membuat Natha yang tengah mengerjakan pekerjaannya menghentikan jemarinya yang sedang berselancar di atas keyboard laptop.

Dengan cepat Natha mengganti panggilannya menjadi video call.

"Ada apa, hmm? Kenapa menanyakan pertanyaan seperti itu? Tentu saja aku akan selalu setia padamu dan akan selalu mencintaimu. Hanya kau satu-satunya yang tidak akan ada duanya. Lagi pula, selama ada aku, tidak akan ada siapapun yang menyakitimu. Percayalah," ucap Natha meyakinkan Audri.

Nyatanya walaupun ia senang dengan ucapan Natha barusan, masih ada yang mengganjal di hatinya. Entah mengapa dadanya terasa sesak dan ia tidak tahu apa penyebabnya.

"Awas saja jika berkhianat. Aku tidak mau melihatmu lagi dan aku tidak ingin bicara denganmu lagi jika itu sampai terjadi," ancam Audri yang justru terdengar begitu manis di telinga Natha.

"Kau bisa memenggal kepalaku jika itu sampai terjadi. Oh iya, kau bersiaplah karena mungkin Pak Baim sudah hampir sampai di rumahmu. Kabari aku jika kau akan berangkat," ucap Natha setelah melihat jam di pergelangan tangannya.

"Iya. Oh iya Natha, satu lagi," cicit Audri.

"Banyak pun tak apa," ujar Natha yang membuat Audri mendelik padanya.

Audriana menggigit bibir bawahnya, ragu dan juga malu mengatakannya. Tapi ada rasa menggebu-gebu di dadanya yang jika tidak ia katakan maka ia khawatir jantungnya yang akan melompat keluar.

"Nath, entahlah tapi aku hanya ingin bilang kalau aku sangat mencintaimu. Tolong bertahanlah denganku dan jangan tinggalkan aku. Aku takut kehilanganmu," lirih Audri.

Natha tersenyum, "Aku menjanjikanmu hal itu dengan nyawaku." 

Audriana sedikit mengernyit, ia tidak menyangka Natha akan mengatakan janji seperti itu. Mendadak Audriana lah yang merasa khawatir pada Natha.

"Terima kasih. Aku merindukanmu, Natha Clay."

Natha tersenyum namun entah mengapa dadanya mendadak berdesir.

"Hati-hati di jalan ya. Aku tutup dulu teleponnya –"

Belum sempat Natha mematikan teleponnya, Audriana sudah mencegatnya dan meminta agar Natha menemaninya sepanjang jalan dan meminta agar panggilannya dialihkan lagi menjadi panggilan suara.

Natha terkekeh, "As you wish honey."

Audriana tersenyum simpul kemudian ia keluar dari rumahnya sambil menyeret koper kecil yang berisi beberapa perlengkapannya selama menginap di hotel. Padahal Natha sudah mengatakan jika ia akan menyediakannya namun Audri tetap bersikukuh membawanya. Ada barang berharga yang harus terus bersamanya.

Sopir yang diutus oleh Natha sudah memarkirkan mobil di depan rumah Audri. Ia membantu Audri memasukkan koper ke dalam bagasi mobil sedangkan Audri sudah masuk ke dalam mobil. Sopir pun masuk dan mengemudikan mobil dengan kecepatan sedang.

"Aku sudah berangkat," ucap Audri.

Natha yang mendengarnya hanya mengatakan iya dan kembali melanjutkan pekerjaannya. Ia ingin mengambil waktu cuti yang panjang sehingga ia membawa semua pekerjaannya ke rumah dan berusaha menyelesaikannya sebelum hari pernikahannya.

Sepanjang perjalanan Audri terus berdebar. Bukan gugup karena besok ia akan menikah. Bukan pula gugup karena memikirkan …

Apakah harus?

Audri berdebat dengan dirinya sendiri namun egonya membuat ia bisa menyingkirkan pemikirannya barusan.

"Nath …."

"Ya?"

"Maukah kau menyanyikan lagu yang romantis untukku?" tanya Audri.

Natha tersentak, "Tapi aku sedang bekerja. Setelah pekerjaanku selesai dan setelah kita menikah setiap malam aku akan menyanyikan lagu cinta untukmu," goda Natha yang membuat pipi Audri memerah.

Keheningan tercipta, Audri masih merasakan perasaan berbeda di hatinya. Dadanya semakin sesak dan ….

Ciitttt …

Braaakkk!!!

Natha yang sedang fokus mengetik mendadak tubuhnya membeku setelah mendengar suara benturan keras dari ponselnya. Dadanya bergemuruh dan lidahnya kelu.

"Halo Audri? Sayang kamu mendengarku?" panggil Natha yang saat ini gugup setengah mati.

Tak ada sahutan, malah yang terdengar justru suara-suara yang menandakan banyak orang yang sedang berkumpul.

"Ya ampun di dalam ada penumpang lainnya. Cepat selamatkan!"

"Kau paksa buka pintunya. Kasihan kalau sampai tidak selamat!"

"Cepat telepon ambulans dan tolong telepon polisi juga!"

"Hei lihat dia seorang wanita dan denyut nadinya melemah. Cepat panggil ambulans!"

"Oh Tuhan, pria yang mengemudikan mobil sepertinya sudah tidak bernyawa!"

Ponsel yang dipegang Natha langsung jatuh ke lantai. Kakinya gemetar dan napasnya memburu.

"Audrianaaaa!!!"

.

.

Langkah kaki Natha begitu cepat menuju ke ruang UGD dimana ia mendapatkan kabar jika Audri dilarikan ke ruangan tersebut. Ia mencoba menerobos masuk namun dihalangi oleh beberapa perawat.

"Jangan halangi aku! Di dalam calon istriku terluka dan aku harus selalu disisinya. Minggir kalian atau kuratakan rumah sakit ini!" bentak Natha. Wajahnya memerah karena marah.

"Maaf tuan, sebaiknya anda tenang dan tunggulah. Kami pasti mengusahakan yang terbaik untuk pasien. Sebaiknya anda tenang dan berdoalah agar kekasih anda baik-baik saja," ucap salah satu perawat.

"Tenang katamu?! Besok kami akan menikah dan calon istriku di dalam sedang terluka dan kau disini memintaku tenang?! Ingin mati kau?!" hardik Natha.

Perawat tersebut tak bergeming. Sudah hal biasa menghadapi para anggota keluarga pasien yang menggila ingin menerobos masuk seperti ini.

Natha berteriak frustrasi. Ia menjambak rambutnya sendiri. Perawat yang melihat Natha frustrasi seperti ini hanya bisa menghela napas. Ia membantu menenangkan Natha dan memintanya untuk berdoa agar Audriana bisa selamat dan jangan membuat tindakan yang akan mempersulit pihak rumah sakit untuk segera menangani Audriana.

Natha terduduk lesu di depan ruang UGD. Hatinya hancur memikirkan nasib Audriana. Belum lagi pak Baim yang harus kehilangan nyawanya pada kecelakaan tersebut.

Ditengah keputusasaan Natha, Daren sang asisten pribadi datang menghampiri. Daren sudah selesai mengurus jenazah pak Baim dan sekarang ia akan mengurus pemakaman serta santunan untuk keluarganya.

Natha hanya mengangguk.

Tak lama pintu ruangan terbuka, dokter pun keluar dan Natha langsung menghampirinya.

"Dok bagaimana Audriana?" tanya Natha panik.

"Pasien mengalami luka berat dan kami akan segera melakukan operasi. Mohon keluarga pasien mengurus administrasinya agar kami segera mengambil tindakan," jawab dokter tersebut.

"Daren, urus semuanya!" titah Natha.

Daren pun segera pergi untuk mengurusnya. Setelah itu Audriana segera di bawa ke ruang operasi dengan Natha yang terus menggenggam tangan lemah Audriana. 

"Sayang kumohon sembuh untukku," lirih Natha.

Audriana dibawa masuk ke dalam ruang operasi dan operasi pun dilakukan.

Dua jam berlalu akhirnya lampu di ruang operasi itu padam. Dokter keluar dan menghampiri Natha.

"Operasinya berlangsung dengan baik. Hanya saja, dari hasil pemeriksaan kami pasien saat ini mengalami koma," ucap dokter tersebut dengan hati-hati.

"Apa Dok? Koma?!"

Bab 2

Langkah kaki Natha terlihat begitu lambat seolah ia tidak memiliki tenaga. Keluar dari ruangan dokter Miller semakin membuat tenaganya habis terkuras. Air mata mengalir di sudut matanya. Pria yang biasanya sangat disegani karena auranya yang begitu kuat dan mendominasi kini terlihat begitu terpuruk.

Ia teringat akan ucapan dokter di ruangan tadi bahwa pendarahan di otak Audriana yang menyebabkan dirinya koma. Dokter pula tidak bisa memastikan kapan Audriana akan siuman. Bisa sehari, seminggu, sebulan bahkan setahun.

Natha terkejut dengan ucapan dokter tersebut. Ingin rasanya Natha membungkam mulut dokter itu jika ia tidak ingat pria ini yang sudah membantu Audriana melewati masa kritisnya.

Natha menggeleng keras, "Apakah tidak ada cara untuk membuatnya cepat siuman?" 

Dokter hanya tersenyum tipis, "Kami tentu akan melakukan yang terbaik akan tetapi mengenai kapan pasien akan membuka mata hal itu tidak bisa kami pastikan. Selain itu anda pun bisa turut andil untuk hal ini untuk membantu kekasih anda agar segera siuman," ujarnya.

Natha mengernyit, bingung bagaimana mungkin dirinya bisa membantu.

Dokter yang melihat raut bingung di wajah Natha pun menjelaskan dengan sabar. Beliau meminta Natha untuk mengajak Audriana bercerita, mengatakan hal-hal yang ia sukai atau hal yang indah. Biasanya pasien koma akan tertarik sendiri keluar dari alam bawah sadarnya dan mereka bisa mendengar setiap perkataan orang-orang terdekatnya namun tidak bisa merespon.

"Apa dengan begitu Audriana akan segera sadar?" tanya Natha.

Dokter itu tidak menjawab secara langsung, ia hanya tersenyum dan kembali menjelaskan bahwa biasanya jika orang terdekatnya selalu mengajaknya berbicara secara tidak langsung hal itu mendorong pasien untuk segera bangun dari komanya dan hal itu biasa ditunjukkan dengan respon kecil seperti gerakan jarinya atau air matanya yang mengalir ketika orang terdekatnya merasakan kesedihan. Jika hal itu terjadi ada kemungkinan untuk pasien segera membuka matanya.

Percakapan yang begitu berat menurut Natha itu langsung merontokkan seluruh tenaganya. mengurasnya habis tak bersisa dan kini ia hanya bisa memantau Audriana dari balik kaca jendela. Tak pernah ia bayangkan belahan jiwanya akan terbaring tak sadarkan diri bahkan hampir seluruh bagian tubuhnya terpasang alat kesehatan.

"Sayang, aku mohon sadarlah. Besok kita akan menikah? Apa kau tidak ingin menikah denganku? Apa kau tadi marah karena aku tidak mau bernyanyi untukmu? Bangunlah maka aku akan segera bernyanyi lagu apapun itu. Kumohon bangunlah sayang, aku tidak bisa tanpamu. Jangan menakutiku seperti ini," lirih Natha yang matanya tak bisa lepas dari Audriana.

Dokter belum mengizinkan pasien untuk dijenguk dan Natha hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Sosok pria yang biasanya terlihat arogan kini justru terlihat sangat rapuh bagaikan setitik air yang beku.

Dari kejauhan terdengar suara berisik yang Natha sudah hapal siapa pemilik suara itu. Nyonya Clay datang menghampiri Natha. Ia yang melihat betapa tragisnya keadaan putranya langsung memberikan pelukan.

"Ma, Audri pasti akan bangun 'kan, Ma? Dia nggak mungkin ninggalin aku 'kan, Ma? Bilang padanya untuk bangun. Besok kami akan menikah. Dia sangat jahat padaku, tolong marahi dia dan paksa dia untuk bangun," isak Natha bagaikan anak kecil dalam dekapan mamanya.

Nyonya Clay mengelus punggung Natha penuh kasih. Hati ibu itu terenyuh dengan keadaan putranya. Ia melirik ke arah dimana Audriana terbaring.

Cepatlah sadar karena kau harus bertanggung jawab karena sudah membuat putraku seperti ini.

"Kau yang sabar sayang. Biar mama yang akan mengurus soal pernikahan kalian. Mama akan mengumumkan jika pernikahan kalian ditunda sampai Audri sembuh," ucap nyonya Clay yang tidak ditanyakan oleh Natha.

.

.

Audriana sudah dipindahkan ke ruang rawat VVIP namun peralatan yang menempel pada tubuhnya masih tetap terpasang. Natha terus menemani kekasihnya itu. Ia tidak ingin melewatkan waktu dimana Audriana membuka mata. 

Hari pernikahan tinggal kenangan dan hari-hari penuh kehampaan terus berjalan hingga hari berganti Minggu dan Minggu berganti bulan. Audriana masih setia menutup matanya dan Natha masih begitu setia menemaninya.

"Sayang, besok adalah hari ulang tahunku. Apakah kau tidak ingin bangun dan memberikanku hadiah? Paling tidak aku mendapatkan kecupan darimu. Ayolah, aku sangat ingin meniup lilin bersamamu dan aku ingin kau menjadi orang pertama yang memakan potongan kue ulang tahunku," ucap Natha memohon. Walaupun ia tahu percakapan ini hanya sebuah monolog saja, ia tetap melakukannya. Baginya, Audriana tetap meresponnya.

Natha terus menggenggam tangan Audriana. Tak ingin ia lepaskan sampai ia merasa puas menceritakan keluh kesahnya tentang pekerjaan juga tentang kisah cinta mereka yang entah kapan akan bersemi lagi hingga ke pelaminan.

"Sayang kau istirahat dulu ya, aku mau melanjutkan pekerjaan. Daren sudah membantuku mengerjakan yang lainnya. Aku juga kasihan padanya karena terus menggantikanku dan papa juga begitu. Aku pamit ya, aku mau bertemu klien penting dulu. Semua untuk masa depan kita," ucap Natha.

Meskipun berat hati meninggalkan Audriana, ia tetap harus melakukannya karena ia tidak bisa juga mempertaruhkan nasib perusahaannya hanya karena keegoisannya yang ingin bersama Audriana.

Saat Natha hendak keluar, suster Fidelya datang dan Natha memintanya untuk menjaga Audriana selama ia keluar. Sudah beberapa hari ini Natha mempercayakan Audriana padanya. Ia sering mengajak suster Lya mengobrol membahas tentang Audriana dan ia senang karena suster Lya mengerti keadaannya.

"Suster, titip Audriana ya. Tolong jaga dia untukku. Aku tidak lama," ucap Natha.

"Tentu saja, tuan. Itu sudah tugas saya sebagai perawat," jawab suster Lya.

Natha mengangguk kemudian ia pergi dan tak lupa meninggalkan kecupan di kening Audriana. Ada hati yang memanas melihat pemandangan tersebut.

Aku juga mau digituin sama dia. Oh andai dia tahu kalau aku suka sama dia. Dan kau Audriana, daripada kau kesiksa karena koma kayak gini, mending kamu cepat mendaftar deh ke malaikat maut untuk dapat jemputan lebih awal.

Suster Lya yang harusnya memeriksa keadaan Audriana kini justru tengah duduk bermalas-malasan. Ia hanya rajin jika di dalam ruangan ada Natha Clay. Pria dengan garis wajah yang begitu tampan tanpa celah itu mulai merasuki hati dan pikirannya.

"Natha Clay, aku pastikan kalau kau akan menjadi milik Fidelya," gumam suster Lya bertekad.

Hari sudah mulai sore dan Natha sudah kembali lagi ke rumah sakit. Natha bahkan sangat jarang menginjakkan kaki di rumahnya. Semua perlengkapan dan kebutuhannya ia siapkan di rumah sakit. Ia tidak mau meninggalkan Audriana. Wajahnya yang lelah kini kembali ceria apalagi ia baru saja membersihkan dirinya. Tubuhnya kembali segar dan wajahnya semakin tampan saja.

Natha duduk di samping Audriana. Ia menggenggam tangannya dengan erat lalu mengecupnya dengan lembut.

"Sayang, sampai kapan kau akan begini? Harusnya kita sudah menikah dan kalau Tuhan menghendaki maka kau saat ini pasti sudah mengandung anakku, anak kita. Kau sudah terlalu lama begini, aku begitu kesepian tanpamu. Bangunlah kumohon. Aku pasti akan menyanyikan banyak lagu untukmu," lirih Natha.

Natha terus mengecup tangan Audriana. Membisikkan kata cinta juga penyesalannya karena begitu ceroboh hingga Audriana berakhir koma seperti ini.

"Harusnya aku lebih peka saat kau minta aku untuk menggelar akad di masjid saja. Harusnya saat kau berbicara aneh sebelum keberangkatanmu itu aku sudah merasa kau berbeda. Aku memang bodoh karena lambat menyadari kau sedang merasa tak baik-baik saja. Andai aku sedikit lebih perasa maka hari itu tidak akan pernah terjadi. Aku minta maaf sayang, bangun dan hukumlah aku sepuasnya. Aku lebih suka kau marah padaku daripada kau tak mau menatapku dan bicara padaku seperti ini."

Natha kembali menangis. Setiap hari, di dalam ruangan Audriana ia menjadi lelaki cengeng luar biasa. Ia hanya menunjukkan sisi lemahnya pada Audriana saja. 

"Sayang bangunlah."

Natha akhirnya tertidur di sisi Audriana. Ia begitu lelah karena pekerjaan juga karena hati dan pikirannya. Ia tidak sadar jika di luar ruangan ada dua orang yang mengintip kegiatannya.

Di luar ruangan Audriana, sepasang suami istri yang sedari tadi menguping itu mulai berdebat. Lebih tepatnya sang istri yang memulainya. Ia terus menggerutu, memarahi suaminya yang mengizinkan Natha menikah dengan Audriana padahal dari awal dirinya tidak setuju namun ayah dan anak itu memaksa dan berujung seperti ini. Nyonya Clay–Fitria Clay terus menyalahkan suaminya itu.

Tuan Clay–Gustav Clay, hanya bisa menghela napas. Sudah sering telinganya mendengar kata ini dari mulut istrinya. Ia bosan sendiri dan lama kelamaan mulai terhasut juga oleh perkataan istrinya.

"Ma, papa memberi restu karena Natha sangat mencintainya. Lihatlah dia yang dulu begitu kacau balau dan ketika Audriana hadir dalam hidupnya, Natha berubah jauh lebih baik. Apa salahnya merestui mereka. Hanya saja memang permainan takdir yang tidak menggariskan mereka untuk berjodoh. Jika Natha bersedia untuk mencari wanita lain, papa juga tidak akan mencegah," tutur Gustav Clay.

Fitria Clay menatap suaminya kemudian ia tersenyum kecut.

"Pa, apa tidak sebaiknya kita mencarikannya untuk Natha?" tanya Fitria.

Gustav sudah yakin hal ini akan terjadi lagi. Ia tidak berniat mencegah namun juga tidak menyetujui. Ia hanya malas berdebat dengan istrinya yang ujung-ujungnya dirinya yang akan dipersalahkan.

Gustav kembali mengingatkan agar jangan lagi mengulang kesahalan yang sama ketika Natha yang dulunya terpuruk ditinggal kekasihnya itu begitu hancur dan mamanya yang menjodohkan Natha dengan beberapa gadis justru membuat anaknya itu memberontak hingga hidup Natha menjadi kacau balau.

"Oh ya ampun, mama hampir saja melewatkan kejadian itu. Tapi mama akan berusaha tanpa membuat Natha marah. Lagi pula jika Audri sadar nanti mereka pasti tetap akan menikah. Tapi masalahnya, sampai kapan kita menunggu?" 

"Sampai aku menua atau bahkan sampai aku mati aku hanya ingin Audri saja Ma."

"Nath …."

Bab 3

Natha tadinya sudah terlelap namun ia kembali terbangun karena merasa ingin buang air kecil. Namun niatnya ia urungkan karena mendengar percakapan di luar kamar Audriana. Ia sangat kenal dengan suara itu namun begitu mendengar pembahasan mereka, tangannya terkepal dan ia begitu marah mendengar mamanya yang ingin mencarikannya wanita lain.

"Nath …."

"Ma! Jangan pernah mencoba sesuatu yang sudah jelas hasilnya akan gagal. Aku sampai kapanpun hanya ingin Audri. Nggak peduli jika mama setuju atau enggak. Aku hanya ingin Audri. Dan jika mama sudah tidak memiliki kepentingan disini, sebaiknya mama pulang karena ini sudah malam," tegas Natha.

"Wah, lihat anak ini mulai kurang ajar pada orang tua. Kau berani mengusir mama?" hardik Fitria.

"Aku hanya tidak ingin ada yang membuat mood-ku memburuk," jawab Natha dengan entengnya.

"Kau?!"

"Ma, jangan berdebat dan kau Nath, jaga bicaramu pada mamamu. Dia orang tua dan dia yang sudah melahirkanmu. Papa pun akan melakukan hal yang sama dengan mamamu jika itu menyangkut anak kami. Kau satu-satunya anak kami dan jangan marah jika kami bertindak seperti ini. Semuanya semata-mata demi dirimu juga," ujar Gustav dengan sedikit perasan kesal.

"Pa, aku tidak ingin mendebat siapapun. Permisi," ucap Natha yang langsung masuk ke dalam kamar Audriana.

"Lihat 'kan Pa?"

"Sudahlah Ma, jangan menyiram api dengan bensin.. Nanti mama sendiri yang akan terbakar," tegur Gustav.

Setelah kedua orang tuanya pulang, Natha kembali bernapas lega. Ia tahu ini tidak akan mudah dan ia sudah hafal akan sifat mamanya yang tidak akan berhenti jika ia sudah berniat.

Natha mendekati Audriana kemudian ia mengecup keningnya. Ia membisikkan kata agar Audriana tidak tersinggung dengan ucapan mamanya barusan. Ia meminta agar Audriana menganggap itu hanya candaan belaka.

Hari berganti, dan tak terasa kini sudah sepuluh bulan Audriana masih betah dalam tidur panjangnya. Natha pun masih betah menemaninya apalagi dia memiliki teman berbagi cerita yang selalu mau mendengarnya tanpa membantah ataupun tak setuju dengan pemikirannya.

"Aku hanya kesal saja karena mama tidak berhenti menjodohkan ku dengan wanita lain yang ia pilih. Aku tidak mau menikah jika bukan dengan Audriana," keluh Natha.

Suster Lya tersenyum, "Maka tuan harus mengatakan bahwa tuan tidak akan menyerah dan tidak akan menikah jika bukan dengan nona Audri. Tuan tolak saja semua pilihan nyonya Clay agar ia nantinya menyerah dengan sendiri," ujar suster Lya.

Dan setelah mereka semua ditolak dan nyonya Clay menyerah maka aku yang akan maju untuk menjadi pemenang.

"Aku sudah mencobanya dan seperti yang kau lihat sendiri, mama masih terus datang merecoki semuanya," ucap Natha dengan mendesah kesal.

"Itu tandanya tuan harus lebih berusaha lagi," ujar suster Lya.

"Ah begitu ya."

Melihat Natha yang sedang berpikir sambil menggigit bibir bawahnya membuat suster Lya semakin berhasrat untuk memiliki pria dengan garis wajah sempurna ini.

Suster Lya memberikan ide agar Natha mencari gadis yang mau menjadi kekasih palsunya saja agar ia tidak di desak dengan pernikahan. Dan dalam hatinya ia berharap Natha setuju agar ia bisa menyodorkan dirinya.

Natha yang mendengar usul suster Lya bagaikan mendapat angin segar. Ide ini menurutnya sangat bagus dan ia akan membayar gadis yang rela membantunya berbohong di depan orang tuanya.

"Kau benar juga-" ucap Natha kemudian ia kembali menghela napas- "Tapi aku akan mendapatkan orang yang mau menjadi kekasih bohongan itu dimana?" tanya Natha putus asa.

"Apakah tuan tidak memiliki teman wanita lainnya di luar sana? Rekan bisnis? Teman sekolah atau kenalan lainnya?" tanya suster Lya.

Jawab tidak please dan biar aku yang akan menyodorkan diri. 

Natha menatap suster Lya kemudian menggeleng. "Aku hanya punya satu wanita yang dekat denganku dan itu hanya Audriana. Aku membatasi diriku dan ya … panggil Natha saja, aku risih kau memanggilku tuan. Kau bukan anak buah atau pembantuku. Aku sudah menganggap dirimu sebagai temanku. Mulai sekarang panggil aku Natha saja," ucap Natha menginterupsi.

"Oh, hahaha maaf ya Natha," kekeh suster Lya.

Yes! Satu langkah lebih maju. Aku memang selalu menggumamkan namamu Natha Clay, bahkan hampir setiap waktu.

"Nah begitu lebih baik," ujar Natha.

Suster Lya tersebut dan senyumannya sedikit membuat hati Natha bergetar.

Apa-apaan ini?!

Natha menyentak dirinya sendiri. Ia tidak ingin khilaf apalagi di ruangan ini ada kekasihnya yang tengah berjuang hidup dan mati.

"Kembali lagi ke topiknya tadi Nath, kau bisa mencari pacar sewaan untuk membantumu. Aku bisa membantumu mencarinya," ucap suster Lya dengan mengedipkan sebelah matanya.

"Ekhhmm kau menggodaku? Sorry aku adalah pria setia dan lihatlah disana ada kekasihku," ledek Natha.

"Kau gede rasa juga ya. Aku hanya ingin membantumu saja." Suster Lya balik meledek.

Entah mengapa berawal dari saling meledek kini mereka sudah begitu dekat dan hal tak terduga Natha mendadak mencium suster Lya dan tentu saja suster Lya yang begitu mendambakan sosok Natha Clay langsung membalasnya.

Berawal dari ciuman kini mereka sibuk saling meraba satu sama lain. Bagaikan ahli pemain cinta, mereka sudah saling hafal dimana saja letak titik-titik sensitif dari tubuh pasangannya.

Pandangan mata Natha sudah berkabut dan ia sempat bertanya apakah ia boleh menyentuh suster Lya dan suster Lya hanya mengangguk pasrah dalam kenikmatan yang Natha suguhkan padanya. Dan tentu saja ia tidak akan menolak karena inilah yang ia inginkan.

Akhirnya di atas sofa di dalam ruangan Audriana keduanya melakukan hal yang tak pantas mereka lakukan. Suster Lya yang paling bersemangat dalam hal ini.

"Apakah sakit?" tanya Natha.

"Sakit, tapi lanjutkan saja. Ini hal biasa bagi perempuan yang baru pertama kali melakukannya. Aku tidak apa-apa. Lanjutkan, aku sudah tidak sabar menunggu kenikmatan selanjutnya," rengek suster Lya.

Natha menyeringai, "Baiklah jika kau yang meminta. Jangan salahkan aku jika kau kesakitan. Jangan minta berhenti karena aku tidak akan pernah berhenti sampai aku merasa puas. Kau siap?"

Suster Lya mengangguk pasti, "Sangat siap!"

Dengan sekali hentakan Natha sudah berhasil memasuki suster Lya. Keduanya pun mulai menikmati penyatuan mereka dan suara decakan, erangan dan ******* menggema di dalam ruangan tersebut. Ruangan yang kedap suara itu membuat suara mereka tak mengganggu aktivitas di luaran sana. 

Baik Natha maupun suster Lya begitu bernafsu untuk memuaskan hasrat masing-masing tak peduli mereka saat ini tengah berada di ruangan Audriana. Natha bahkan lupa jika ia tadinya dan beberapa waktu sebelumnya sedang menangisi keadaan kekasihnya dan mendoakan agar Audriana segera membuka matanya namun nyatanya ia malah melakukan hal yang tidak seharusnya ia lakukan apalagi di tempat yang sama dengan Audriana.

Akhirnya kau jadi milikku juga Nath. Setelah ini kau tidak akan lepas dari jeratku lagi. Dan Audriana ….

Suster Lya menatap ke arah ranjang dimana Audriana berada. Ia memicingkan matanya walaupun ia sulit melakukan itu karena Natha terus menggempurnya dan memberikannya kenikmatan yang tiada tara.

Ahh … dia menangis rupanya. Dia bisa mendengar kami. Baguslah, ini awal yang buruk untukmu Audriana. Kau akan lebih sering mendengar yang lebih dari ini agar kau semakin terpuruk dan pelan-pelan kau akan mati dengan sendirinya karena sakit hati, patah hati dan mati sendiri, ahhahaha.

Saat suster Lya tengah menikmati pemandangan Audriana, mendadak ia dikejutkan dengan suara jentikan jari Natha.

"Sus … suster Lya? Apa kau melamun?" tanya Natha.

"Hah?"

Suster Lya melihat keadaan sekitar. Ia masih duduk di depan Natha dan mereka masih menggunakan pakaian lengkap. Ia merasa malu karena kedapatan melamun dan berharap ia tidak menampilkan ekspresi menjijikan di depan Natha a hingga Natha akan merasa ilfeel padanya.

Sial! Aku hanya melamun saja rupanya. Ah, bahkan pikiranku sudah segila ini padanya. Aku harus mendapatkanmu Natha Clay.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!