Langkah kaki Natha terlihat begitu lambat seolah ia tidak memiliki tenaga. Keluar dari ruangan dokter Miller semakin membuat tenaganya habis terkuras. Air mata mengalir di sudut matanya. Pria yang biasanya sangat disegani karena auranya yang begitu kuat dan mendominasi kini terlihat begitu terpuruk.
Ia teringat akan ucapan dokter di ruangan tadi bahwa pendarahan di otak Audriana yang menyebabkan dirinya koma. Dokter pula tidak bisa memastikan kapan Audriana akan siuman. Bisa sehari, seminggu, sebulan bahkan setahun.
Natha terkejut dengan ucapan dokter tersebut. Ingin rasanya Natha membungkam mulut dokter itu jika ia tidak ingat pria ini yang sudah membantu Audriana melewati masa kritisnya.
Natha menggeleng keras, "Apakah tidak ada cara untuk membuatnya cepat siuman?"
Dokter hanya tersenyum tipis, "Kami tentu akan melakukan yang terbaik akan tetapi mengenai kapan pasien akan membuka mata hal itu tidak bisa kami pastikan. Selain itu anda pun bisa turut andil untuk hal ini untuk membantu kekasih anda agar segera siuman," ujarnya.
Natha mengernyit, bingung bagaimana mungkin dirinya bisa membantu.
Dokter yang melihat raut bingung di wajah Natha pun menjelaskan dengan sabar. Beliau meminta Natha untuk mengajak Audriana bercerita, mengatakan hal-hal yang ia sukai atau hal yang indah. Biasanya pasien koma akan tertarik sendiri keluar dari alam bawah sadarnya dan mereka bisa mendengar setiap perkataan orang-orang terdekatnya namun tidak bisa merespon.
"Apa dengan begitu Audriana akan segera sadar?" tanya Natha.
Dokter itu tidak menjawab secara langsung, ia hanya tersenyum dan kembali menjelaskan bahwa biasanya jika orang terdekatnya selalu mengajaknya berbicara secara tidak langsung hal itu mendorong pasien untuk segera bangun dari komanya dan hal itu biasa ditunjukkan dengan respon kecil seperti gerakan jarinya atau air matanya yang mengalir ketika orang terdekatnya merasakan kesedihan. Jika hal itu terjadi ada kemungkinan untuk pasien segera membuka matanya.
Percakapan yang begitu berat menurut Natha itu langsung merontokkan seluruh tenaganya. mengurasnya habis tak bersisa dan kini ia hanya bisa memantau Audriana dari balik kaca jendela. Tak pernah ia bayangkan belahan jiwanya akan terbaring tak sadarkan diri bahkan hampir seluruh bagian tubuhnya terpasang alat kesehatan.
"Sayang, aku mohon sadarlah. Besok kita akan menikah? Apa kau tidak ingin menikah denganku? Apa kau tadi marah karena aku tidak mau bernyanyi untukmu? Bangunlah maka aku akan segera bernyanyi lagu apapun itu. Kumohon bangunlah sayang, aku tidak bisa tanpamu. Jangan menakutiku seperti ini," lirih Natha yang matanya tak bisa lepas dari Audriana.
Dokter belum mengizinkan pasien untuk dijenguk dan Natha hanya bisa menatapnya dari kejauhan. Sosok pria yang biasanya terlihat arogan kini justru terlihat sangat rapuh bagaikan setitik air yang beku.
Dari kejauhan terdengar suara berisik yang Natha sudah hapal siapa pemilik suara itu. Nyonya Clay datang menghampiri Natha. Ia yang melihat betapa tragisnya keadaan putranya langsung memberikan pelukan.
"Ma, Audri pasti akan bangun 'kan, Ma? Dia nggak mungkin ninggalin aku 'kan, Ma? Bilang padanya untuk bangun. Besok kami akan menikah. Dia sangat jahat padaku, tolong marahi dia dan paksa dia untuk bangun," isak Natha bagaikan anak kecil dalam dekapan mamanya.
Nyonya Clay mengelus punggung Natha penuh kasih. Hati ibu itu terenyuh dengan keadaan putranya. Ia melirik ke arah dimana Audriana terbaring.
Cepatlah sadar karena kau harus bertanggung jawab karena sudah membuat putraku seperti ini.
"Kau yang sabar sayang. Biar mama yang akan mengurus soal pernikahan kalian. Mama akan mengumumkan jika pernikahan kalian ditunda sampai Audri sembuh," ucap nyonya Clay yang tidak ditanyakan oleh Natha.
.
.
Audriana sudah dipindahkan ke ruang rawat VVIP namun peralatan yang menempel pada tubuhnya masih tetap terpasang. Natha terus menemani kekasihnya itu. Ia tidak ingin melewatkan waktu dimana Audriana membuka mata.
Hari pernikahan tinggal kenangan dan hari-hari penuh kehampaan terus berjalan hingga hari berganti Minggu dan Minggu berganti bulan. Audriana masih setia menutup matanya dan Natha masih begitu setia menemaninya.
"Sayang, besok adalah hari ulang tahunku. Apakah kau tidak ingin bangun dan memberikanku hadiah? Paling tidak aku mendapatkan kecupan darimu. Ayolah, aku sangat ingin meniup lilin bersamamu dan aku ingin kau menjadi orang pertama yang memakan potongan kue ulang tahunku," ucap Natha memohon. Walaupun ia tahu percakapan ini hanya sebuah monolog saja, ia tetap melakukannya. Baginya, Audriana tetap meresponnya.
Natha terus menggenggam tangan Audriana. Tak ingin ia lepaskan sampai ia merasa puas menceritakan keluh kesahnya tentang pekerjaan juga tentang kisah cinta mereka yang entah kapan akan bersemi lagi hingga ke pelaminan.
"Sayang kau istirahat dulu ya, aku mau melanjutkan pekerjaan. Daren sudah membantuku mengerjakan yang lainnya. Aku juga kasihan padanya karena terus menggantikanku dan papa juga begitu. Aku pamit ya, aku mau bertemu klien penting dulu. Semua untuk masa depan kita," ucap Natha.
Meskipun berat hati meninggalkan Audriana, ia tetap harus melakukannya karena ia tidak bisa juga mempertaruhkan nasib perusahaannya hanya karena keegoisannya yang ingin bersama Audriana.
Saat Natha hendak keluar, suster Fidelya datang dan Natha memintanya untuk menjaga Audriana selama ia keluar. Sudah beberapa hari ini Natha mempercayakan Audriana padanya. Ia sering mengajak suster Lya mengobrol membahas tentang Audriana dan ia senang karena suster Lya mengerti keadaannya.
"Suster, titip Audriana ya. Tolong jaga dia untukku. Aku tidak lama," ucap Natha.
"Tentu saja, tuan. Itu sudah tugas saya sebagai perawat," jawab suster Lya.
Natha mengangguk kemudian ia pergi dan tak lupa meninggalkan kecupan di kening Audriana. Ada hati yang memanas melihat pemandangan tersebut.
Aku juga mau digituin sama dia. Oh andai dia tahu kalau aku suka sama dia. Dan kau Audriana, daripada kau kesiksa karena koma kayak gini, mending kamu cepat mendaftar deh ke malaikat maut untuk dapat jemputan lebih awal.
Suster Lya yang harusnya memeriksa keadaan Audriana kini justru tengah duduk bermalas-malasan. Ia hanya rajin jika di dalam ruangan ada Natha Clay. Pria dengan garis wajah yang begitu tampan tanpa celah itu mulai merasuki hati dan pikirannya.
"Natha Clay, aku pastikan kalau kau akan menjadi milik Fidelya," gumam suster Lya bertekad.
Hari sudah mulai sore dan Natha sudah kembali lagi ke rumah sakit. Natha bahkan sangat jarang menginjakkan kaki di rumahnya. Semua perlengkapan dan kebutuhannya ia siapkan di rumah sakit. Ia tidak mau meninggalkan Audriana. Wajahnya yang lelah kini kembali ceria apalagi ia baru saja membersihkan dirinya. Tubuhnya kembali segar dan wajahnya semakin tampan saja.
Natha duduk di samping Audriana. Ia menggenggam tangannya dengan erat lalu mengecupnya dengan lembut.
"Sayang, sampai kapan kau akan begini? Harusnya kita sudah menikah dan kalau Tuhan menghendaki maka kau saat ini pasti sudah mengandung anakku, anak kita. Kau sudah terlalu lama begini, aku begitu kesepian tanpamu. Bangunlah kumohon. Aku pasti akan menyanyikan banyak lagu untukmu," lirih Natha.
Natha terus mengecup tangan Audriana. Membisikkan kata cinta juga penyesalannya karena begitu ceroboh hingga Audriana berakhir koma seperti ini.
"Harusnya aku lebih peka saat kau minta aku untuk menggelar akad di masjid saja. Harusnya saat kau berbicara aneh sebelum keberangkatanmu itu aku sudah merasa kau berbeda. Aku memang bodoh karena lambat menyadari kau sedang merasa tak baik-baik saja. Andai aku sedikit lebih perasa maka hari itu tidak akan pernah terjadi. Aku minta maaf sayang, bangun dan hukumlah aku sepuasnya. Aku lebih suka kau marah padaku daripada kau tak mau menatapku dan bicara padaku seperti ini."
Natha kembali menangis. Setiap hari, di dalam ruangan Audriana ia menjadi lelaki cengeng luar biasa. Ia hanya menunjukkan sisi lemahnya pada Audriana saja.
"Sayang bangunlah."
Natha akhirnya tertidur di sisi Audriana. Ia begitu lelah karena pekerjaan juga karena hati dan pikirannya. Ia tidak sadar jika di luar ruangan ada dua orang yang mengintip kegiatannya.
Di luar ruangan Audriana, sepasang suami istri yang sedari tadi menguping itu mulai berdebat. Lebih tepatnya sang istri yang memulainya. Ia terus menggerutu, memarahi suaminya yang mengizinkan Natha menikah dengan Audriana padahal dari awal dirinya tidak setuju namun ayah dan anak itu memaksa dan berujung seperti ini. Nyonya Clay–Fitria Clay terus menyalahkan suaminya itu.
Tuan Clay–Gustav Clay, hanya bisa menghela napas. Sudah sering telinganya mendengar kata ini dari mulut istrinya. Ia bosan sendiri dan lama kelamaan mulai terhasut juga oleh perkataan istrinya.
"Ma, papa memberi restu karena Natha sangat mencintainya. Lihatlah dia yang dulu begitu kacau balau dan ketika Audriana hadir dalam hidupnya, Natha berubah jauh lebih baik. Apa salahnya merestui mereka. Hanya saja memang permainan takdir yang tidak menggariskan mereka untuk berjodoh. Jika Natha bersedia untuk mencari wanita lain, papa juga tidak akan mencegah," tutur Gustav Clay.
Fitria Clay menatap suaminya kemudian ia tersenyum kecut.
"Pa, apa tidak sebaiknya kita mencarikannya untuk Natha?" tanya Fitria.
Gustav sudah yakin hal ini akan terjadi lagi. Ia tidak berniat mencegah namun juga tidak menyetujui. Ia hanya malas berdebat dengan istrinya yang ujung-ujungnya dirinya yang akan dipersalahkan.
Gustav kembali mengingatkan agar jangan lagi mengulang kesahalan yang sama ketika Natha yang dulunya terpuruk ditinggal kekasihnya itu begitu hancur dan mamanya yang menjodohkan Natha dengan beberapa gadis justru membuat anaknya itu memberontak hingga hidup Natha menjadi kacau balau.
"Oh ya ampun, mama hampir saja melewatkan kejadian itu. Tapi mama akan berusaha tanpa membuat Natha marah. Lagi pula jika Audri sadar nanti mereka pasti tetap akan menikah. Tapi masalahnya, sampai kapan kita menunggu?"
"Sampai aku menua atau bahkan sampai aku mati aku hanya ingin Audri saja Ma."
"Nath …."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
JW🦅MA
waduh kok seperti itu Nathan
nasib mu ya
2023-04-05
2
🗿
kasihan sekali nathan yg sabar yaa
2023-04-05
2