"Ngghh …."
Natha melenguh, kepalanya terasa begitu pusing akibat mabuk semalam. Ia memijatnya namun ada yang aneh begitu ia melakukan gerakan. Ia merasakan tubuh seseorang di sampingnya. Sofa besar yang lebih mirip dengan tempat tidur itu memang mampu menampung lebih dari satu orang. Tetapi ia heran karena seingatnya ia tidur sendiri dan Audriana masih di tempat tidurnya.
Natha mencoba bangun dan ia mendapati tubuhnya bertelanjang dada ketika selimut yang membungkus tubuhnya luruh. Ia melirik ke samping dan betapa terkejutnya ia begitu melihat suster Lya yang tengah tertidur pulas di sampingnya dan dalam keadaan sama dengannya, sama-sama tidak memakai sehelai benangpun.
Natha mencoba tidak percaya tapi ini memang nyata. Ia berusaha mengingat kejadian semalam. Sepenggal ingatan tentang ia yang mencumbui Audriana tetapi kini yang tidur di sampingnya adalah suster Lya. Dalam hati ia mengumpat, merutuki kebodohannya yang harus mabuk dan berakhir seperti ini.
Bahkan aku melakukannya di dalam kamar yang sama dengan Audriana. Brengsek! Kenapa aku melewati batas seperti ini. Bagaimana dengan perasaan Audriana dan bagaimana dengan suster Lya?
Natha mengingat kembali bagaimana ia tidak membiarkan suster Lya bergerak atau beranjak pergi. Itu semua sebab yang ada di penglihatannya adalah sosok Audriana.
Dengan terburu-buru Natha memunguti pakaiannya dan masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Sedangkan suster Lya yang sebenarnya sudah bangun sedari tadi kini tersenyum puas. Dengan cepat ia memunguti bajunya dan bersiap melakukan drama untuk mengawali pagi harinya.
Aroma maskulin menyebar di seluruh ruangan bahkan hingga masuk ke indera penciuman suster Lya begitu pintu kamar mandi terbuka. Tampak Natha tengah merapihkan rambutnya yang masih basah dan suster Lya kembali meneguk salivanya dengan susah payah.
Merasa seperti ada yang memperhatikan, Natha melihat ke arah sofa dan menemukan suster Lya yang sedang duduk dengan kepalanya yang tertunduk. Natha ragu mendekat namun jika ia tidak mengatakan apapun, apa yang akan dipikirkan oleh suster Lya.
Natha menghela napas, ia memutuskan untuk berbicara walau singkat. Sebelumnya ia menatap penuh cinta dan penuh penyesalan pada Audriana.
"Mengenai kejadian semalam, saya minta maaf. Saya dalam pengaruh alkohol. Jika kamu ingin menuntut maka saya akan memberikan harga yang pantas untuk membayar kekhilafan saya semalam," ucap Natha begitu dingin. Bahkan ia berbicara tanpa menatap suster Lya.
Mendengar ucapan Natha, sontak saja membuat suster Lya terperanjat. Bukan ini yang ingin ia dengarkan, bukan sama sekali.
"Anda pikir saya seorang pelacur?" hardik suster Lya, bahkan kini air matanya sudah menetes.
Suster Lya tertawa ironi, "Anda mungkin kaya dan bisa membeli segalanya tetapi tidak dengan harga diri saya. Saya tidak menyangka orang yang saya hormati ternyata hati dan pikirannya begitu picik," tambah suster Lya.
Natha mengepalkan tangannya, ia tidak suka disindir seperti ini. Ia tahu dirinya salah tapi ia tidak mau menjadi tersangka. "Bukankah kau juga menikmatinya? Kau bahkan tidak menolak saat kujamah bahkan kau begitu bersemangat semalam. Kau juga tidak berusaha menghindar padahal aku semalam mabuk dan terus menerus menyebutkan nama Audriana."
Suster Lya tertohok, memang benar semua yang diucapkan Natha, tetapi ia tidak bisa terima. Dia melakukannya atas nama cinta. Merasa tidak tahan lagi dengan ucapan-ucapan Natha yang terus memojokkannya suster Lya pun memutuskan untuk pergi. Hati dan pikirannya tidak sanggup lagi. Ia tidak pernah mengira pria melankolis yang begitu mencintai kekasihnya itu memiliki lidah tajam dan juga tatapan yang mematikan bahkan tidak berperasaan.
"Baik akulah disini yang salah. Aku memang ****** dan kau tidak perlu memberikanku uang karena kesucianku aku berikan karena aku cinta padamu. Asal kau tahu, tidak ada harga untuk cinta dan keperawananku!"
Suster Lya berlari keluar meninggalkan Natha yang kini duduk lemas di sofa bekas percintaan mereka semalam. Bisa ia lihat noda darah di atas sofa, ia mengumpat. Merutuki kebodohannya dan ucapannya barusan pada suster Lya. Mau bagaimana lagi, ia tidak mungkin mengkhianati Audriana walaupun secara fisik ia baru saja melakukannya.
Natha tidak bisa berpikir jernih untuk saat ini. Semuanya terasa begitu mendadak. Bahkan kepalanya kini makin pusing dan ia harus pergi ke kantor sebentar lagi. Natha pun berjalan sempoyongan mendekati Audriana. Ia duduk di bangku dan memegang tangan Audriana dengan erat.
"Sayang maafkan aku. Aku sudah melakukan hal yang tidak seharusnya. Tolong jangan membenciku. Kau boleh marah tapi jangan tinggalkan aku. Aku khilaf dan secara tidak langsung sudah mengkhianatimu. Tolong jangan benci aku, aku sayang sama kamu. Maaf, maafkan aku Audriana."
Natha kali ini tidak lagi menangis karena rasanya air matanya pun tidak bisa mengembalikan kejadian semalam. Ia hanya terus menyalahkan diri dalam hati kenapa ia bisa sampai melakukannya pada wanita lain. Dan kini bebannya bertambah lagi.
Belum habis urusan di perusahaan, Audriana tak kunjung bangun dan kini ia malah menambahnya dengan meniduri suster Lya yang selama ini sudah ia anggap sebagai sahabatnya itu.
"Maafkan aku suster Lya," gumam Natha.
Natha ingin mencium kening Audriana tetapi ia ingat semalam ia dengan bibir ini sudah mencium bibir wanita lain. Rasanya Natha ingin melukai bibirnya karena sudah begitu liar pada wanita selain Audriana. Namun sisi lain dari dirinya mengatakan bahwa ia tidak seharusnya melakukan itu karena Audriana pasti akan marah jika orang yang paling ia sayangi melukai dirinya sendiri.
Natha memeluk Audriana, mengusap pundak kepalanya dan membisikkan kata cinta dan maaf berulang kali kemudian ia berangkat ke perusahaan.
Seperti biasa, ia harus mengurus masalah akibat kencan yang diatur nyonya Clay dan berakhir pada nasib perusahaan mereka. Tetapi Natha tidak tinggal diam, ia terus berusaha menyelesaikannya dan usahanya itu terus membuahkan hasil yang bagus. Ia bahkan memilih lembur di kantor daripada harus kembali ke rumah sakit, ia belum siap untuk bertemu suster Lya.
Natha hanya akan datang pagi hari dan siang hari untuk menemani Audriana di rumah sakit. Malam harinya ia meminta salah satu orang kepercayaannya untuk menjaga Audriana. Suster Lya yang melihat hal ini pun semakin bertambah kesal. Ia tidak menyangka sudah salah mencintai seseorang apalagi sampai memberikan keperawanannya.
Suster Lya mengira dengan semua ini maka Natha akan membuka hatinya walau sedikit saja. Tetapi dugaannya salah, Natha Clay hanya mencintai Audriana saja dan bahkan selama dua hari ini ia tidak bertatap muka dan Natha sama sekali tidak datang untuk sekadar meminta maaf.
Dua hari berlalu begitu cepat dan Natha sudah bisa bernapas lega karena usahanya untuk menstabilkan perusahaan kini sudah hampir seratus persen kembali pulih. Natha menyandarkan kepalanya di kursi sambil memikirkan suster Lya.
"Aku sudah mengurus semua pekerjaan tetapi aku belum bisa menemuinya. Dia pasti marah dan benci padaku. Aku tidak masalah untuk itu selagi yang membenciku buka Audriana. Tapi bagaimana dengan nasib suster Lya?"
Natha mulai memikirkan masalah ini. Ia mencoba mencari solusi yang tepat dan tak sengaja ia mengingat ancaman nyonya Clay tempo hari.
"Tidak lama lagi Audriana genap satu tahun dalam keadaan koma. Mama pasti tidak main-main dengan ucapannya waktu itu. Dan aku harus siap menikah ketika waktunya tiba. Apakah ini jalan untukku dan Audriana dengan hadirnya suster Lya? Aku bisa membawa suster Lya untuk dinikahi jika Audriana tidak kunjung sadar dan yang pasti suster Lya tidak akan memberi dampak apapun pada perusahaan. Ya, sebaiknya aku membicarakan ini pada suster Lya. Dan aku akan menekankan jika pernikahan ini hanya bersifat sementara."
Natha menyeringai puas, ia bersiap untuk pulang ke rumah sakit karena hari sudah mulai malam. Malam ini Natha memutuskan untuk bertanggung jawab tetapi dengan niat terselubung.
Maaf sayang, semua aku lakukan untukmu. Kau percayalah padaku.
.
Suster Lya dengan malas masuk ke dalam ruangan Audriana karena cairan infus pasiennya itu hampir habis dan ia harus segera menggantinya. Ketika ia hendak keluar, ia terkejut dengan suara yang sangat familiar dan sudah dua hari tidak ia dengar.
"Mau kemana kau?"
"Saya harus kembali, tuan," jawab suster Lya dingin.
Natha menghela napas, ia menepuk sofa yang ada di sampingnya. "Kemari, duduklah dan kita akan bicarakan masalah beberapa hari yang lalu," ucap Natha dengan lembut.
Suster Lya menaikkan sebelah alisnya, ia heran pria yang dua hari lalu berbicara tanpa perasaan kini berubah lagi menjadi pria dengan tutur kata yang halus dan lembut.
"Aku tidak ingin mengulang panggilan untuk yang kedua kalinya. Lagi pula aku tidak akan memakanmu," ucap Natha berusaha bercanda agar suster Lya tidak canggung padanya. Melihat sikap suster Lya yang cuek dan tidak seperti biasanya membuat Natha merasa gelisah entah kenapa.
Biasanya dia paling semangat untuk datang mendekat, kenapa sekarang dia malah cuek. Dan kenapa juga aku tidak menyukai sikapnya ini?
Suster Lya berjalan mendekat dan duduk di samping Natha. Ia tidak mau menatap pria itu, ia tidak mau dihina lagi.
"Aku akan bertanggung jawab atas perbuatanku padamu," ucap Natha.
Suster Lya mendongakkan kepalanya dan menatap Natha penuh selidik.
"Aku akan menikahimu secara sirih tapi nanti, jika Audriana tak kunjung sadar setelah satu tahun ini, maka seminggu kemudian aku akan menikahimu. Jika Audriana sadar sebelum waktu yang ditentukan maka aku akan menikahinya lebih dulu baru aku akan menikahimu. Tetapi, jika terjadi sesuatu pada Audriana dan dia tidak bisa diselamatkan lagi, maka aku akan menikahimu secara resmi. Bagaimana, apa kau setuju?"
Suster Lya terperanjat mendengar ucapan Natha barusan. Ia akan dinikahi, sudah pasti ia setuju walaupun secara sirih. "Aku tidak tahu harus berkata apa. Aku tidak punya pilihan dan jika anda tidak mau bertanggung jawab pun tidak apa. Bukankah saya seorang ****** bagi Anda. Malam itu toh kesalahan saya juga."
Suster Lya akhirnya bisa mengeluarkan uneg-unegnya setelah sekian lama ia menyimpannya.
Hati Natha rasanya seperti diiris mendengar ucapan suster Lya. "Maafkan aku atas ucapanku beberapa hari yang lalu. Aku sedang tidak bisa berpikir jernih. Sungguh aku tidak bermaksud berbicara seperti itu. Dan tolong jangan begitu formal padaku, kita adalah teman dan sebentar lagi akan menjadi pasangan. Kau setuju, 'kan?"
Dalam hati Natha merutuki dirinya kenapa bisa bicara semanis itu pada wanita selain Audriana. Ia saja tidak pernah bermimpi untuk menjadikan wanita lain sebagai istrinya. Ia bahkan tadi sempat mengatakan jika Audriana meninggal. Sungguh semua ucapannya membuat Natha bingung juga kesal.
Pipi suster Lya bersemu merah kala Natha mengatakan jika mereka akan menjadi pasangan. Ini dia yang selama ini suster Lya tunggu.
"Hmmm … terserah saja. Aku pasrah, dan tolong jangan sakiti hatiku lagi. Cukuplah dengan tidak mencintaiku, jangan hina aku. Aku tidak seburuk itu," lirih suster Lya.
Natha mengusap kepala suster Lya, "Maaf ya. Aku tidak akan mengulanginya lagi. Bersikaplah seperti biasanya padaku," ucap Natha dengan lembut. Hatinya mendadak menghangat melihat suster Lya tersenyum.
Akhirnya, akhirnya hari ini tiba juga. Menjadi istri sirih pun tidak apa. Tapi jika aku melenyapkan Audriana maka langkahku akan segera sampai di finish. Ya, lebih baik aku menyingkirkannya dan tidak menunggu lagi. Aku bisa menyuruh orang lain yang melakukannya. Audriana, selamat bertemu dengan malaikat maut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments