Setelah kesepakatan pada pembicaraan beberapa hari yang lalu, suster Lya dan Natha kini mulai dekat dan akrab. Mereka mulai mengobrol seperti biasa bahkan lebih hangat dari sebelumnya. Pembicaraan dari hati ke hati untuk menentukan nasib suster Lya berakhir dengan hubungan mereka yang semakin hari semakin membaik bahkan setiap malam Natha dan suster Lya selalu ada saja hal yang mereka bicarakan.
Natha mulai nyaman dengan kehadirannya dan perlahan-lahan ia merasa bahwa sebagian hatinya sudah menerima suster Lya masuk ke dalam hidupnya. Walaupun Audriana masih yang bertahta, tidak bisa ia pungkiri jika kini ia mulai bermain hati.
"Nath, sudah berapa banyak wanita yang kau kencani selama ini?" tanya suster Lya ketika ia sedang mengupaskan buah untuk Natha.
Natha berpikir dan memasang pose seolah tengah mengingat dan menghitung berapa banyak wanita yang sudah pernah ia kencani. Melihat tingkah Natha, membuat suster Lya mengerucutkan bibirnya.
"Ah pasti sangat banyak ya." Hatinya mendadak menciut.
Natha tertawa, ia menyukai ekspresi suster Lya jika sedang merasa cemburu. "Aku hanya pernah memiliki kekasih dua orang. Yang pertama bernama Tiara, dia kekasihku sejak masih duduk di bangku sekolah. Kami sudah bertunangan waktu itu, tetapi ternyata bukan aku jodohnya," kenang Natha.
Suster Lya mengerutkan keningnya, merasa aneh karena bahkan sudah menjalin kasih sejak sekolah dan bertunangan, tetapi tidak berjodoh.
"Lalu siapa jodohnya?" tanya suster Lya penasaran. Bagaimana bisa wanita itu tidak memilih Natha Clay yang nyaris sempurna ini. Dasar bodoh! umpatnya dalam hati.
Natha tersenyum miris, "Dia berjodoh dengan maut," jawabnya lirih.
Suster Lya terbelalak kaget, ia menyesal sempat mengumpati wanita yang kini ternyata telah tiada. Pantas saja dia tidak berjodoh dengan Natha, rupanya maut yang memisahkan, pikir suster Lya.
"Maaf jika membuatmu mengenang luka lama," ucap suster Lya merasa bersalah.
Natha hanya menganggukkan kepalanya. "Sudah empat tahun berlalu. Sudah tidak begitu sakit. Hanya sering merasa kasihan karena ternyata sakitnya dipisahkan oleh maut itu tidak ada bandingannya dengan sakit ditinggal nikah atau ditinggal kabur sama yang lain," ucap Natha.
Suster Lya tersenyum, ia menyukai Natha yang begitu setia dan penyayang pada pasangannya. Ia berharap kelak dirinya lah yang akan menjadi wanita satu-satunya dalam hidup Natha. Pasti sangat membahagiakan jika memiliki pasangan yang begitu penyayang. Suster Lya sudah tidak sabar untuk merasakannya.
Tetapi suster Lya juga merasa kasihan karena lagi-lagi Natha harus dihadapkan dengan situasi yang sama walaupun Audriana tidak langsung berjumpa maut, tetapi apa bedanya dengan keadaannya yang sekarang bahkan tidak ada bedanya dengan mayat hidup. Hanya saja Audriana masih bisa Natha lihat dan sentuh, berbeda dengan Tiara.
"Mungkin aku yang ditakdirkan," celetuk suster Lya tanpa sengaja dan itu didengar oleh Natha.
"Maksudnya?"
Suster Lya gelagapan, ia merutuki mulutnya yang kelepasan bicara. Ia takut Natha marah dan malah kembali mengatainya dengan kata-kata yang tidak enak di dengar.
"Maaf, aku hanya terbawa suasana. Aku memikirkan tentangmu tadi. Pertama kau ditinggal Tiara karena maut memisahkan kalian padahal hubungan itu sudah terjalin begitu lama. Dan kini, Audriana pun melakukan hal yang sama, walaupun dia masih ada di sekitarmu, tetapi dia ... hmmm, maaf."
Natha tersenyum, ia tidak menyalahkan suster Lya karena itu memang kenyataannya. Entah seperti apa takdir mempermainkan cintanya. Natha tidak tahu juga harus menuntut pada siapa. Ia pun melirik ke arah Audriana.
Sampai kapan kau akan seperti ini?
"Mungkin juga ucapanmu tadi benar. Mungkin saja kau yang ditakdirkan. Kita mana tahu," ucap Natha yang membuat pipi suster Lya bersemu merah. "Kau tidurlah, ini sudah larut malam. Lagi pula tidak ada yang perlu kau jaga karena Audriana baik-baik saja dan tidak memerlukan apapun saat ini."
Di telinga suster Lya, ucapan Natha barusan begitu kejam pada Audriana. Bolehkah ia merasa senang karena beranggapan seperti itu?
Tanpa banyak membantah karena ingin menjadi kekasih ideal untuk Natha, suster Lya pun menurut. Padahal jika Natha memintanya begadang menemaninya menyelesaikan pekerjaan pun, ia tidak keberatan. Tetapi memang dirinya butuh tidur, lagipula pasiennya bukan seseorang yang memerlukan banyak hal. Dia cuma bisa tidur selama hampir satu tahun ini.
.
.
Hari-hari berlalu dan berubah dari hari yang penuh dengan kubangan kesedihan kini berubah menjadi begitu berwarna karena kehadiran suster Lya yang selalu ada untuknya. Semakin kesini, entah mengapa Natha semakin merasa ia tidak lagi memperhatikan Audriana. Bahkan kadang ia lupa untuk sekadar menyapa kekasihnya itu padahal dulu tiada hari tanpa menggenggam tangannya dan mengecup mesra keningnya. Ia juga tak absen membisikkan kata cinta pada Audriana.
Tetapi yang terjadi setelah seminggu ia membuka ruang untuk suster Lya, Natha mulai merasa jenuh. Perasaan ini mendadak hinggap di hatinya setelah sebelas bulan tiga Minggu ia menunggui Audriana dengan begitu setia dan bahkan menentang kedua orang tuanya.
Menghancurkan kencan yang berimbas pada perusahaan hanya untuk melindungi cintanya pada Audriana. Tetapi kini rasa bosan, jenuh dan acuh tak acuh menghampirinya.
Kehadiran suster Lya begitu berpengaruh pada kisah cintanya. Ia bahkan tidak lagi merasa bersalah karena sudah begitu dekat dengan wanita lain selain Audriana. Natha justru menikmati setiap waktu bersama suster Lya.
"Nath, kau lupa menyapa Audriana," ucap suster Lya dengan sengaja begitu pagi hari menjelang dan Natha justru menyapanya lebih dulu bukan Audriana.
Natha tersentak halus, jika saja suster Lya tidak mengatakannya maka ia akan terus melupakan Audriana. Perlahan muncul rasa bersalah kemudian ia mendekati Audriana.
Ia mengucapkan selamat pagi dan dengan malas mengecup kening Audriana.
Maaf jika aku melupakanmu. Tapi semua juga karena kau yang sampai detik ini masih belum juga mengingat jika ada aku yang terus menunggumu. Salahkah jika aku mulai merasa jenuh? Aku tidak bisa terus menunggu dengan kau yang tidak bisa memberikan aku sedikit kepastian. Maaf.
Suster Lya yang melihat gerakan kaku dari tubuh Natha pun tak kuasa menyembunyikan senyumannya. Ia bersorak dalam hati karena ia yakin benar jika sekarang Natha sudah tidak secinta itu pada Audriana. Ia menebak jika saat ini cinta Natha itu hanya untuk dirinya saja.
.
.
Siang hari, suster Lya datang mengunjungi Audriana. Ia benar-benar ingin menyingkirkannya tetapi ia belum berani mengambil risiko. Toh hanya tinggal dua Minggu lagi dari waktu yang ditentukan untuk Natha menikahinya. Ia hanya tinggal menunggu saja dan sedikit bermain-main dengan mental Audriana. Ia sengaja datang setiap siang hari tanpa sepengetahuan Natha.
Suster Lya datang untuk membuat Audriana drop agar bisa pergi secara perlahan-lahan tanpa perlu melakukan kekerasan.
"Kau tahu tidak, aku dan Natha sudah menjalin hubungan. Aku bahkan sudah merasakan keperkasaannya saat kami bercinta. Dan kau tahu, aku ketagihan dan ternyata Natha memang mampu membuatku menjerit kenikmatan. Apakah kau pernah merasakannya? Pastinya belum, 'kan?"
Suster Lya tertawa penuh ejekan, ia bahkan mencubit pipi Audriana dengan keras karena tahu Audriana tidak akan merasakannya. Mungkin saja bisa, tetapi ia tidak mungkin membalas.
"Saranku, lebih baik kau menghilang saja dari muka bumi ini. Matilah agar kau tidak sakit hati. Natha yang dulu yang begitu mencintaimu sudah tiada. Sekarang hatinya hanya untukku. Kau sudah terlambat jika ingin bangun karena aku dan Natha sebentar lagi akan menikah dan kau, kau hanya akan menjadi wanita buangan. Kau akan ditelantarkan di rumah sakit. Ah, aku bahkan akan memindahkanmu ke rumah sakit pelosok dan menempatkanmu di ruangan yang paling buruk."
Sambil bercerita, suster Lya juga memperhatikan gerakan tubuh Audriana. Mungkin saja ada respon melalui air mata atau gerakan kecil. Ia berdecih lalu tertawa sampai mengeluarkan air matanya.
"Ah sungguh lucu, aku terus berbicara tapi kau tidak merespon ku juga. Daripada kau menyusahkan Natha dan aku kelak, sebaiknya kau pindah alam saja. Cepat buat permohonan pada malaikat maut, atau mau aku yang sampaikan salammu padanya?" Suster Lya kembali tertawa terbahak-bahak sebelum ia meninggalkan ruangan tersebut.
Di dalam ruangan kantor yang begitu megah nan elegan, dua orang pria dengan aura mendominasi dan kelihatan begitu tampan sedang menyimak sebuah video yang baru saja masuk ke ponsel salah satu dari mereka.
"Apa sudah saatnya kita menjemputnya?" tanya pria yang mengenakan jas maroon.
Pria yang mengenakan jas cokelat menggeleng, "Belum. Tapi sebentar lagi kita akan membawanya pulang. Kau tunggu saja. Kita pasti akan mendapatkannya kembali dan Natha Clay, pria itu tidak akan mendapatkan ampun dariku dan akan menyesal karena sudah berkhianat."
Berani menyakiti Audriana, bersiaplah untuk hancur!
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 243 Episodes
Comments
Arin
wah ini mah bkln ada kejutan yg tak terduga...ayo smngt thor critny seru bngt😍
2023-10-05
0