Pagi ini pelajaran biologi di kelas 10.1.
Baru saja Pak Chandra sang guru biologi memberikan penjelasan mengenai virus, lima tahap siklus litik, yaitu tahap adsorpsi, tahap penetrasi, tahap sintesis, tahap perakitan, dan tahap lisis beserta pemaparannya.
Tiba-tiba Zahid mengangkat tangan. “Kenapa virus itu bisa ada? Dan sebenarnya untuk apa dia diciptakan, Pak? Karena kejahatanya, apa mungkin virus bersekutu dengan iblis?”
“Ada pertanyaan dari teman kita. Ada yang bisa menjelaskannya?”
Lebih dari sepuluh detik kelas sunyi senyap dan tak ada murid yang mau menjawab pertanyaan itu karena memang mereka tidak mengerti. Pak Chandra masih menghamburkan pandangannya ke arah para siswa-siswi, sementara mereka seperti tak ada kemauan ingin menjawab.
“Baiklah, Bapak yang akan menjawab pertanyaan dari Zahid. Asal usul virus belum diketahui oleh para ilmuwan. Ada statement yang menyatakan bahwa virus berevolusi dari plasmid atau DNA yang dapat berpindah sel. Ada juga statement lain yang menyatakan bahwa bisa jadi virus evolusi dari bakteri. Ada juga satu lagi statement bilang bahwa virus merupakan parasit-parasit yang kehilangan gen-gen. Tujuan virus diciptakan, begini Anak-anak, kehidupan kita akan tetap berjalan dengan keseimbangan jika ada sesuatu yang saling berlawanan, seperti adanya kutub positif dan negatif, atau seperti barat dan timur, seperti air dan api. Virus menurut pendapat Bapak merupakan sebuah penyeimbang. Terakhir, apakah ada keterkaitan antara virus dan iblis, Allahua’lam, Bapak belum pernah baca dan dengar soal itu. Oke, cukup ya Zahid.”
Tiba-tiba Zahid berdiri. “Satu lagi, Pak. Kali ini diluar tema bahasan. Kenapa sih kita cowok kalau habis kencing suka bergetar-getar geli begitu?”
Semua murid terpingkal-pingkal mendengarkan pertanyaan kocak tapi buat penasaran.
Setelah bernafas, Pak Chandra menjawab, “Satu jawaban ilmiah dan lebih mendekati pada kebenaran adalah penjelasan dari Dr Simon Fulford ahli urologi Inggris, pernah Bapak baca di salah satu artikel online. Tekanan darah kita akan turun saat buang air kecil yang dideteksi oleh SNS atau sistem saraf simpatetik dan melepaskan neurotransmitter yang disebut katekolamin. Pas kencing, bisa jadi gelombang katekolamin inilah yang menimbulkan sensasi bergetar.
....
Pelajaran selesai dan tiba waktu istirahat. Zahid segera melencit keluar kelas meninggalkan Uzlah dan teman-teman yang lain lalu masuk ke kelas sebelah, kelasnya Devrieya. Tak hirau dengan murid-murid lain, Zahid langsung mendekati gadis imut itu.
“Cepat, di kantin sekarang ada acara makan makan, jangan sampai kita telat.”
“Kan sudah tiap hari acara itu. Semua murid diundang di acara itu Idiot!” cerca Devrieya tetap sambil memperbagus formasi kerudungnya yang sudah rapi.
“Hari ini beda, Bebbhh, ada sesuatu yang spesial, buat bayar utang kemarin, utang kan wajib dibayar.”
“Dalih. Bilang saja mau ajak aku makan berdua.”
“Inti pembicaraan biasanya akan dimengerti setelah proses awal sudah berlangsung, Bebbhh. Ayo cepat nanti isi kantin habis diborong para penderita obesitas!”
Lantas mereka berdua pun makan di kantin.
“Aku pesan daging sapi giling yang dicampur tepung kanji dan telur. Yang dibentuk bola-bola. Yang dimandikan kuah sedap pedas gila mantap luar biasa bukan main pokoknya.”
“Oke, Zahid. Bakso apa?”
“Yang isinya Capsicum annuum.”
“Oke bakso mercon. Minumnya?”
“Camellia sinensis yang dilarutkan bersama H dua O, lalu ditambah benda-benda halus seperti pasir yang rasanya lawan dari pahit, dan ditambah balok-balok air yang membeku.
“Oke. Es teh manis.”
“Kau pesan apa Bebbhh. Terserah kali aku yang bayar.”
“Mi ayam tanpa bawang. Minumnya sama es teh, tapi tanpa gula.”
“Lha kok tanpa gula?! Sarapan tadi kau paling konsumsi satu sendok teh gula Bebbhh. Dianjurkan untuk cewek itu sehari takaran bagusnya enam sendok teh, atau dua puluh lima gram, sebanyak seratus kalori.”
“Standar setiap orang beda-beda, Zahid.”
“Nanti kalau kau lemas bagaimana? Otakmu nanti sulit berpikir Bebbhh. Dalam sehari kita bisa menghabiskan tiga ratus dua puluh kalori hanya untuk berpikir saja. Belum lagi ketika ngobrol, ketika berjalan dan aktivitas lain yang lebih berat.”
“Sumber kalori tidak hanya dari gula, Calon ilmuwan.”
“Sebagai gantinya kau pesan mi ayamnya dua ya.”
“Nanti tidak habis. Mubazir. Aku kasian sama ayamnya. Nanti nangis kalau tidak dimakan.”
“Perasaan itu mitos nasi deh. Tapi tidak apa-apa, jadi nasinya ada teman nangis dong.”
Waktu makan tiba-tiba ada empat siswa kelas dua belas dari program ilmu sosial masuk ke dalam kantin. Mereka semua menghidupkan rokok dan membuat isi kantin pengap dengan berisi toksin-toksin pengganggu.
Zahid dan Devrieya sampai terbatuk-batuk karena sesaknya kantin itu. Mereka berdua jadi tidak begitu nyaman karena situasi. Sementara empat siswa senior malah asyik tertawa terbahak-bahak mendengar salah satu di antara mereka yang melawak.
Zahid berdiri dengan menghadap mereka semua. “Ada beberapa cewek yang makan di kantin ini Bos. Kasian mereka kena asapnya.”
Salah satu di antara mereka berkomentar, “Takut benar sama cewek kau nih. Nanti pas sama kawan cowok kau merokok juga kan.”
Yang lain juga berkomentar, “Sok sehat pula nih bocah. Cuma asap rokok doang.”
Zahid menjawab, “Bagaimana kalau salah satu di antara cewek-cewek di sini adalah kakak atau adik kalian? Bagaimana rasanya? Makanya hormati juga. Ngerokok di luar sana tuh bareng Kepala Sekolah!”
Satu di antara mereka emosi. “Woi, kelas mana kau nih?! Lancang nian ngomong, Annjj!!
“Kelas 10.1. Siswa junior. Sangat junior.”
Sebelum terjadi keributan yang jauh lebih besar, Devrieya buru-buru menghabiskan makanan dan minumannya lalu mengajak Zahid pergi dari kantin itu. “Tidak usah diladeni, Zahid. Ayo ke kelas!”
“Huss.. sana sana!” usir salah satu dari mereka.
Di jalan Devrieya berkomentar, “Aku takut kau berkelahi Zahid. Kena keroyok. Bonyok juga muka kau.”
“Kadar tampan nya bisa berkurang ya? Ha ha. Bagaimana, kadar kalori hari ini sudah cukup?”
“Di luar ekspektasi pribadi. Secara biologis sudah terpenuhi.”
“Oh, mancing-mancing nih. Berarti ada aspek lain di luar biologis. Apaan tuh?”
“Kalau bisa kenyangnya gak cuma di perut dong.”
“Emang jiwa bisa kenyang. Lapang dan bahagia mungkin itu.”
“Bisa jadi. Kan ada tuh cowok yang pintar melawak, pintar bermusik, baca puisi, kalau kau tipe yang mana Zahid.”
“Tidak ada satu pun dari itu Bebbhh. Aku ya seperti inilah, tidak ada kelebihan seperti orang lain. Aku menikmati diriku seperti ini.”
Mereka duduk di bangku panjang depan kelas. Sementara para murid ramai hilir mudik.
“Aku juga tidak memaksakan kau bisa semuanya.”
“Bagus. Seperti kurikulum pendidikan yang sering dipaksakan kepada para murid agar mereka bisa mempelajari dan menguasainya lalu menjadi anak pintar. Itu sebuah paksaan. Kau juga Bebbhh jangan memberikan seperti kurikulum asmara begitu dengan segala tuntutannya.”
“Benar, Zahid. Biarkan kita-kita ini punya sedikit kebebasan dan jangan terus dipaksakan mendapatkan pelajaran-pelajaran yang kadang kita sulit mengerti, padahal kita bisa jadi punya kelebihan pada bidang lain.”
“Benar. Contoh, kalau kita pintarnya di matematika dan tidak pintar dalam pelajaran seni, seharusnya kita jangan memaksakan terus belajar seni agar jadi pintar di sana, tapi justru harus memperdalam matematika.”
“Benar, Zahid. Misal bakat dari kecil kita itu sepak bola, kita punya skill lebih dibandingkan teman-teman, tetapi kita ini tidak pintar pelajaran eksak, jadi bagusnya asah saja itu skill bolanya dan jangan begitu sedih tidak bisa berhitung dan melakukan analisa.”
“Benar, Bebbhh. Selain bakat yang sudah muncul dari kecil, tentu minat kita akan semakin tinggi terhadap hobi kita tersebut, lalu kita fokus pada satu bidang yang akan kita tekuni dan kita yakin bahwa bidang ini akan membawa kita pada kesuksesan.”
“Benar, Zahid. Waktu kita menyadari minat dan bakat kita, harusnya kita tekuni saja bidang itu, biarkan hobi kita menjadi passion, dan nantinya kita menjadi ahli, ujung-ujungnya duit akan datang dengan sendirinya.”
“Benar, Bebbhh, setuju duatuju tigatuju. Sebab, kebanyakan orangtua kita memaksakan agar anak-anaknya pintar semua mata pelajaran, oh itu sulit sekali. Guru-guru dan para dosen saja tidak mungkin paham semuanya, alias mereka pintar dalam spesialis tertentu.”
“Setuju. Sementara kita para bocah-bocah yang masih melewati masa pubertas ini, yang tinggi badan masih berpeluang terus bertambah, dan bisa saja masih tumbuh gigi ini, dipaksa menjadi multi-ahli. Tidak make sense!”
“Sepakat. Nanti Dev, pas kita jadi orangtua dari anak-anak kita kelak.”
Devrieya langsung memotong, “Bicara apa kau Zahid?!” Ujung alisnya terjun bebas.
Zahid menegakkan badannya dan membuat dadanya agak sedikit maju. “Sebagai warga negara mempunyai hak untuk mempunyai cita-cita. Aku lupa lagi itu Undang-undang pasal berapa ya.”
“Memang konstitusi mengatur itu?”
“Semoga saja. Pas nanti punya anak, kita didik dengan baik dan lihat anak kita itu lebih cenderung ke mana, selagi positif harus kita dukung, dan kalau mengarah pada hal yang tidak baik maka harus kita cegah.”
“Setuju. Aku dari kecil minat pelajaran IPA, Papa lantas memasukkan aku kursus MIPA dan pas SMA aku diharuskan terus belajar IPA bahkan nanti sampai kuliah. Minat dan bakat sudah ketemu dengan harapan orangtua.”
“Setuju juga Bebbhh. Wah tu klop sekali yah. Minat, bakat, otak, visi, duit, realita, dan... orang dalam semuanya masuk pak eko!”
“Nah, bagaimana dengan kau Zahid?”
“Orangtuaku menyerahkan semua padaku. Mereka tidak memaksakan aku mau belajar apa dan bercita-cita ingin jadi apa. Yang penting mereka selalu berharap yang terbaik bagiku.”
“Sebentar, kalau orangtua tidak ikut campur sama sekali terhadap perkembangan anak dan proses belajarnya, itu juga tidak bagus Zahid, bisa-bisa nanti lepas kontrol.”
“Benar juga sih. Sampai saat ini aku terlalu bebas dalam menentukan sikap. Orangtuaku begitu jarang memberikan arahan sesuatu terhadap proses belajar dan arah masa depan.”
“Salah satu kedewasaan kita adalah mengikuti arahan orangtua Zahid sebab tidak ada yang lebih berpengalaman dari orangtua. Dan kau harus tetap mendengar arahan orangtua.”
“Benar. Orangtua adalah yang paling tahu tentang diri kita. Tapi aku tidak ingin banyak diatur saja, tidak ingin dikekang, baik itu di rumah maupun di sekolah.”
“Kau seperti punya prinsip hidup sendiri ya. Coba buktikan kalau kau akan berhasil dengan prinsip hidup seperti itu Zahid.”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 43 Episodes
Comments