10. Mercon

Jika sedang menonton film berdurasi sekitar satu jam, maka lihatlah persepsi dari masing-masing perspektif di antara Zahid dan Uzlah, berbeda.

Uzlah akan mencari tahu siapa protagonisnya, mengingat nama-nama tokohnya, menilai setiap karakter, mencoba mengerti alur, melihat lekat-lekat latar cerita, mengeksplor plot, mencari tahu sumber masalah, menganalisa ******* cerita kira-kira relevan atau tidak dengan prolog, terakhir memprediksi akhir cerita.

Berbeda dengan Zahid. Dia kalau nonton film akan mencoba memikirkan bagaimana proses pembuatan film itu. Dia takjub sekali sama penulis naskah dan sutradaranya karena merekalah biang kerok atas semua alur dan penokohan.

Zahid bukan hanya mengeksploitasi kedalaman cerita, tapi juga berpikir sangat kritis terhadap adegan-adegan di balik layar, kira-kira berapa kali adegan itu dilakukan sehingga dapat satu scene yang ciamik, kira-kira siapa saja yang terlibat dalam proses pembuatan film itu.

Jadi dia tidak hanya melihat para pemeran, tapi dia membayangkan bagaimana kameramennya bisa mengambil gambar se-cihui itu, bagaimana bisa editor bisa menggubah adegan-adegan biasa, lalu diolah menjadi tontonan menarik.

Dia pikir, ya pasti butuh waktu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, mulai dari persiapan sebelumnya, terus proses shooting, editing, dan banyak lagi. Tentu akan memakan banyak sekali waktu dan tenaga. Itulah yang ada di kepala bocil SMP ini.

Pas sedang nonton bola waktu dua kali empat puluh lima menit. Uzlah akan menikmatinya, analisa, dan penilaian. Terus pasti melihat statistik pertandingan. Kira-kira tim yang menang layak atau tidak menangnya, kira-kira sesuai atau tidak antara prediksi di awal sebelum pertandingan, pas pertandingan dan diadu dengan statistik.

Sementara Zahid, ya sama, worth it, kira-kira begitulah yang paling mainstream. Tidak sebatas itu. Yang ada di kepalanya adalah sang pelatih. Dia begitu terpana dengan kehebatan sang otak yang ada dilapangan. Bagaimana bisa sang pelatih mampu dengan hebatnya meracik para pemain dan membuat permainan sesuai dengan strategi yang dia inginkan.

Zahid dengan sudutpandangnya melihat berbeda. Dia suka menyaksikan pelatih berteriak-teriak di pinggir lapangan dan juga suka melihat pelatih memberi arahan dan motivasi ketika di ruang ganti. Itulah yang dilihat dari Zahid.

Ketika dihadapkan sebuah smartphone canggih, sekarang logika nya Zahid tidak perlu lagi dipertarungkan dengan logika Uzlah, coba dihadapkan pada logika orang pada umumnya saja. Itu smarthphone di mata orang banyak ya pasti yang dilihat kulit luar dan yang paling penting adalah SPESIFIKASI...

Spek orang sering menyebutnya. Kalau spek bagus, tentu kepincut. Lalu cara kerja si smartphone kira-kira bakalan menunjang atau tidak, kira-kira bakal membantu tugas atau tidak, dan kira-kira bakal naikin gengsi atau tidak.

Yang Zahid pikirkan adalah...

Bagaimana bisa logam-logam kecil di dalam hp ini bisa membuat layarnya hidup dan berwarna?

Bagaimana bisa gelombang radio dan elektromagnetik mempengaruhi benda ini?

Bagaimana bisa sinyal bisa saling menghubungkan?

Sulit bisa dipercaya, dari tumpukan logam-logam mungil, disatupadukan, lalu dinamailah dia dengan teknologi...

Kalau saja orang zaman dahulu, seperti orang yang hidup era Mesir Kuno, Yunani, Romawi awal abad Masehi, atau Arab jahilia tahu tentang benda ini. Pasti mereka tidak menyangka....

Jangankan itu, sepeda saja pasti mereka takjub...

Bagi Zahid, ada dua golongan manusia terkait aspek yang berhubungan dengan teknologi, yaitu Pemikir dan Penikmat.

Pemikir adalah mereka yang mau berpikir, berkreasi, berinovasi, melakukan riset, dan terus bergelut dengan pengembangan sains dan teknologi.

Penikmat adalah pribadi-pribadi kontras dari para pemikir, yaitu mereka yang hanya menghabiskan waktunya untuk membelanjakan uang mereka lalu dibelikan teknologi dan minum kopi sambil menikmati dunia.

Ketika sedang masuk ke sebuah gedung tinggi dan megah, bagi para penikmat yaitu orang-orang pada umumnya adalah melihat dan menikmatinya. Sementara bagi pemikir seperti Zahid yang ada di kepalanya adalah bagaimana bisa para insinyur dan para kuli bangunan dengan hebat membangun gedung tinggi dan megah ini?

Ketika main sebuah platform atau aplikasi digitial, orang umumnya ya menikmati saja. Tetapi bagi pemikir tentu beda, yang mereka lihat adalah bagaimana proses pembuatan aplikasi ini, kira-kira seorang programmer butuh waktu berapa lama untuk menyelesaikan project pengerjaannya.

Dan banyak lagi hal-hal yang membuat Zahid beda dengan orang pada umumnya. Tidak banyak orang seperti Zahid. Apalagi dia masih SMP kelas satu, sudah mampu berpikir kritis dan terbuka sejauh itu.

***

Dulu waktu masih duduk di bangku MI, Zahid dan Uzlah pernah membuat mainan perahu bermesin, motor listrik bekas dari mobil tamiya mereka modfikasi di perahu itu, sehinga perahunya bisa bergerak dengan mesin.

Pernah juga waktu itu mereka buat mobil tamiya mereka berbeda dari teman-teman yang lain. Lampu bekas dari mainan tembakan mereka lepaskan dan mereka taruh di mobi, jadi pas malam mobil mereka terang bercahaya.

Waktu SMP ini kecerdasan mereka semakin berkembang. Mereka berdua akan membuat pembangkit listrik tenaga air ukuran mini. Listrik yang dihasilan dari generator itu akan membuat lampu di kamar Zahid menyala.

Pas hujan deras, air yang membanjiri atap rumahnya akan mengalir melalui celah-celah genting, lalu berjatuhan di pipa penampungan yang berada di bawah ujung bibir atap, terakhir semuanya akan terkumpul di satu titik dan mengalir ke parit.

Di ujung pipa yang meluncur air dengan deras itu mereka pasang kincir, sehingga kincir tersebut akan berputar deras karena dorongan dari air hujan yang mengalir sebelum jatuh ke parit.

Energi potensial dari air yang jatuh itu akan menghasilkan energi kinetik dari kincir dan menyuplai energi gerak tersebut sehingga terciptalah energi mekanik pada generator. Terakhir generator akan menghasilkan energi listrik.

Listrik yang dihasilkan itu dihubungkan melalui kabel dan dibuat colokan juga oleh mereka. Lalu mereka berdua menghidupkan lampu dengan sumber energinya dari situ.

Zahid dan Uzlah akan senang sekali kalau tiba hujan deras. Karena posisi pancuran itu tepat tak jauh dari jendela kamar Zahid, maka mereka berdua dengan seksama menyaksikan kincirnya berputar-putar seru.

Kalau tidak sedang hujan, mereka menuju lapangan bermain, lalu membuat roket mini yang terbuat dari botol bekas minuman dan membentuknya seperti roket, terus bagian bawahnya dibuat terbuka.

Mereka isi bagian dalam roketnya dengan bahan bakar gas dari korek api, tidak terlalu banyak, sebab kalau terlalu banyak justru akan meledakkan roketnya. Setelah itu mereka ambil kayu yang cukup panjang dan membuat ujungnya terbakar oleh api.

Lantas mereka dekatkan api itu pada bagian bawah roket di mana roket itu sudah berada pada posisi agak tinggi karena bagian alasnya ada semacam meja lepas landas.

Wuuutthhh....

Tuuurrrr...

Roketnya meluncur deras ke langit dengan ketinggian lebih dari lima belas meter, lalu meluncur lagi ke bumi se arah gravitasi, dan berdebam jatuh di tanah. Berkali-kali mereka mengulanginya.

Pernah suatu ketika mereka pergi ke toko bahan kimia. Mereka membeli Potasium Nitrat, belerang, dan serbuk aluminium. Terus sodium nitrat, charcoal dan belerang. Terus pyrodex.

Mereka racik dengan takaran tertentu semua bahan-bahan peledak low exposive itu di dalam beberapa lapis kertas dan dibuat bersumbu. Lantas mereka menuju lapangan bermain.

Anak-anak sebayanya terpukau sama mereka. Petasan yang mereka tampilkan sore ini tidak pernah mereka lihat sebelumnya, bahkan di pasar tidak ada yang dijual seperti ini.

Mercon yang dirakit oleh anak SMP itu berwarna-wari. Mereka pun menaruh bubuk bubuk seperti pasir yang berwarna-warni supaya ketika meledak nantinya akan menebarkan warna semarak.

“Minggir! Minggir!” teriak Zahid kepada anak-anak yang berkumpul di tengah lapangan bermain. Dia lalu membakar ujung sumbunya dan memundurkan badannya lima meter.

Ssstttt......

Duuaarrr....

Asap merah dan hijau membumbung ke langit. Persis permainan sulap. Bak di acara pentas pertunjukan. Hebat bukan main.

Selanjutnya Uzlah menaruh bom rakitan mini yang ukurannya lumayan besar, seukuran dua kali lipat dari bola kasti, ditaruhkan di tengah-tengah lapangan.

Di dalam racikan beberapa senyawa kimia itu juga telah mereka taruh bubuk pasir tujuh warna. Sumbunya juga lumayan panjang, yaitu sekitar sepuluh sentimeter.

Zahid menyalakan api pada sumbunya, kemudian mundur sangat jauh. Belasan anak-anak lantas menjauh dari mercon itu, takut juga mereka kalau-kalau nantinya meledak ke arah mereka.

Sumbu terus terbakar dan nyaris habis. Ssstttt.....

Zahid dan Uzlah tegang. Dalam perhitungan mereka ledakkannya tidak akan begitu besar dan paling orang-orang di sekitar situ saja yang merasakannya.

Tapi, nyatanya berbeda.

Ssstttt....

TAAARRR......

Lapangan bermain bergetar heboh.

Suara ledakannya terdengar seantero kampung.

Kepulan asap tujuh warna membumbung tinggi dan menyesakkan lapangan bermain.

Bahkan dari jarak dua ratu meter orang-orang bisa melihat asap pelangi indah itu.

Para orang tua terkejut dan segera keluar rumah, kira-kira apa yang sudah terjadi barusan.

Sebagian mereka pikir sedang terjadi tawuran atau ada penggerebekan dari pihak polisi.

Tapi anak-anak malah senang kegirangan. Mereka menuju lapangan bermain yang sesak.

Mereka tidak bisa melihat satu sama lain karena jarak pandang hanya dua meter.

Semuanya berjingkrak-jingkrak heboh, berlari kesana-kemari, bahkan ada yang terjungkirbalik karena saking bahagianya berada dalam awan pelangi.

Kepulan asap pelangi baru hilang total selama sepuluh menit.

Malam harinya, Pak RT bertamu ke rumah ayahnya Zahid membahas ulah dua anak bandel itu.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!