Pada sebuah mansion terlihat Aziel tengah asik menyusun lego yang telah berhamburan ke mana-mana. Sementara itu, Mila duduk di atas sofa memperhatikan Aziel sembari mengusap perutnya yang selalu terasa lapar.
"Ma, Om kemarin orangnya baik deh. Nggak kayak papa. Papa jahat," ucap Aziel masih sembari menyusun lego membentuk kereta api.
"Baiknya kayak apa tuh?" canda Mila mulai tertarik dengan obrolan membahas orang yang mengantarkan Aziel kembali kepada mereka.
"Ia mengajak Aziel ngobrol," ucap bocah itu dengan polos.
"Lalu Aziel mengatakan apa saja sama Om itu?" tanya Mila kembali.
"Aziel diem aja," balas Aziel kembali.
Mila refleks tertawa mendengar ucapan Aziel. "Terus tahu Om nya baik dari mana? Kan Aziel tidak bicara dengannya."
"Om itu udah mau nganterin Aziel ke tempat kerja papa kan? Kalau papa pasti gak mau. Papa pasti bilang kayak gini ..." Aziel bangkit berkacak pinggang. Wajahnya berubah menjadi sangar dan menunjuk ke arah Mila.
"Pergi atau mati?"
Mila tersentak mendengar ucapan Aziel itu. Perlahan rasa terkejutnya berubah menjadi tawa dan melambaikan tangan memanggil Aziel untuk mendekat. "Aziel jangan begitu, bagaimana pun dia itu papamu!"
"Tapi papa memang begitu, Ma. Papa kan selalu melarang Aziel main keluar rumah. Selalu disurun main sama tante-tante di tempat kerja papa doang. Aziel kan bosan?" Bibir bocah tampan itu membulat dan merangkul Mila kembali.
"Tapi, sejak Mama di sini, Aziel tidak pernah merasa bosan lagi. Aziel tidak suka bau obat di tempat kerja papa," tambahnya lagi.
Mila mengusap rambut halus di kepala bocah itu. "Begitu ya? Kalau Mama tidak di sini lagi gimana?"
Aziel refleks menolak tubuhnya yang tadi memeluk Mila. "Mama nggak boleh pergi! Mama harus di sini temani Aziel."
Mila kembali memegangi perutnya yang semakin lama terasa semakin lapar saja. Ia merasa bingung mencoba mengingat siapa yang sudah membuatnya hamil begini. '
Sepertinya, aku memang sudah menikah.' Mila menatap sebuah cincin yang masih melekat pada jari manisnya. Tak lama kemudian, ia menghela napas panjang.
"Maaa, jangan pergi? Mama nggak boleh pergi! Kalau Mama pergi, Aziel akan ikut pergi sama Mama." Aziel terus merengek di sisi Mila.
Mila tersenyum dan menganggukkan kepala memeluk Aziel.
*
*
*
Axel baru mendapat beberapa informasi yang sengaja disembunyikan oleh Komandan Aji. Karena, memang demikian lah kode etik kepolisian. Ia pun berusaha memahaminya.
Axel pun mendatangi Dokter Diki hendak menggali informasi lebih lanjut. Ternyata, Dokter Diki, dirumahkan untuk sementara karena kasus yang ditimpakan kepadanya.
"Saudara Axel, saya bersumpah! Saya tidak pernah melakukan hal sekejam itu. Saya hanyalah dokter umum. Saya tidak berani membedah orang dan mengeluarkan organ manusia begitu saja. Bahkan, semua orang menganggap saya ini penjahat yang harus dibasmi. Semua orang menjauhi dan membenci saya. Tapi, saya bersumpah itu tidak lah benar."
Axel mendengarkan penjelasan yang diberikan oleh klientnya. Ia menepuk lengan Dokter Diki memberi sebuah penguatan. "Anda sabar dulu, ya Dok. Saya akan segera membersihkan nama baik Anda."
Dokter Diki menganggukan kepala lesu. "Jika saya menang nanti, saya bernjanji akan membayar jasa Anda, berapa pun yang Anda minta. Tapi, saya mohon, bebaskan saya dari tuduhan yang tak.mendasar ini."
Lalu ia menceritakan permulaan ia menjadi tersangka. Ia baru kembali dari rumah sakit Medika Jaya, rumah sakit yang dipimping oleh Dokter Arsenio Wijaya. Di sana memang terkenal sebagai rumah sakit penyedia organ yang akan dicangkok bagi pasien yang membutuhkan.
Axel memasang wajah datarnya. Jelas teringat siapa orang yang disebutkan oleh Dokter Diki barusan. "Arsenio Wijaya ... Siapa kau sebenarnya?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
FieAme
cerita seru kYak gini kok sepi bgt pmbacanya
2023-04-17
0
Hana Roichati
sudah mulai ada titik terang kejahatan arsen
2023-04-10
2