"Awas kau wanita sialan! Malam ini semua organmu akan aku keluarkan dari tempatnya!"
Arsen berjalan mendekat kepada dua insan yang terlihat lelah dalam lelap mereka. Aziel memeluk wanita asing itu tanpa memberikan celah sedikit pun.
Saat Arsen mencoba memindahkan tangan Aziel yang memeluk pinggan wanita itu, putra kecilnya bergumam membuat sang ayah menghentikan rencananya.
"Mama, akhirnya Aziel punya Mama. Aziel sayang Mama." Bocah cilik itu tersenyum dalam tidurnya.
Tangan besar yang telah siap menyeret wanita itu tidak jadi menyentuh tubuh wanita yang tidak dikenalnya ini. Lalu, wanita tersebut mengubah posisi tubuhnya, membuat Arsen refleks menundukkan tubuh sejajar dengan lantai.
Tangan wanita tersebut terulur turun dan baru ia sadari pada jemari wanita tersebut tengah terpasang sebuah cincin yang memiliki mata yang berkilauan.
Arsen dengan cermat mengamati cincin tersebut. "Sepertinya ini sebuah cincin kawin."
Arsen mengangkat kepalanya mengamati wajah wanita itu setelah tampak lebih bersih dan segar. "Ternyata dia cantik juga," gumamnya.
drrrrttt
drrrrttt
Arsen gelagapan di saat ponselnya bergetar. Dengan cepat ia menjauh dan menyingkir keluar dari kamar yang super luas itu.
"Bagaimana, Boss? Apakah kami sudah bisa menjemput mangsa kita malam ini?" tanya Kano, sang tangan kanan di dunia hitamnya.
Arsen memutar matanya. "Sepertinya kita tidak bisa dengan target yang kita bicarakan tadi siang. Anakku tidak mau melepaskannya."
"Lalu rencana selanjutnya kita harus bagaimana, Boss?"
"Cari gembel yang tidur di pinggir jalan seperti biasa! Jika tidak dapat juga, bersiaplah esok pagi kau yang akan aku bedah!"
Arsen menutup kasar panggilan tersebut. Lalu ia menarik gagang pintu kamar tersebut, tetapi sebelumnya ia menatap kembali wajah wanita itu, berganti pada cincin kawin yang terpasang di jemarinya. Dengan wajah datar, ia menutup pintu kamar dan menuju kamar sang anak merebahkan tubuhnya yang lelah. Dengan nanar, ia menatap langit-langit kamar sang anak yang penuh corak dan warna.
"Sayang, maafkan aku membiarkan orang asing mengacak-acak isi kamar kita."
Lalu terlintas lagi wajah wanita yang tidur memeluk Aziel. Setelah sekian lama, kali pertama ia melihat putranya begitu bahagia.
"Namun, kenapa harus dengan dia? Dia tidak bisa menjadi ibu bagi Aziel. Dia sudah menikah."
"Dari pada dia kembali kepada suaminya, lebih baik dia menjadi sumber keuanganku. Dia harus m4ti! Aku harus memikirkan cara agar wanita itu bisa terlepas dari Aziel."
Arsen terus meracau hingga ketiduran sendiri di atas ranjang kekecilan milik sang anak. Ranjang itu tidak mampu menampung tubuhnya yang memiliki tinggi lebih dari 180 senti meter. Lambat laun, tak ada lagi terdengar suara dari mulut pria itu, berganti dengan suara napas yang mengalun tenang.
*
*
*
Keesokkan pagi, keluarga Axel menyusul sang putra sulungnya yang tak kunjung pulang semenjak berita tersebut beredar. Namun, pria yang baru saja kehilangan itu tak bergeming duduk merenung menatap kapal yang terikat di dermaga. Perjalanan mereka hanya membuahkan penemuan puing-puing pecahan pesawat tanpa penemuan korban satu pun.
Kabarnya, hari ini akan diadakan penyelaman yang akan dilakukan oleh tim SAR.
Ia teringat akan semua kesedihan istrinya yang diabaikan olehnya. "Seandainya saja aku lebih perhatian dan bisa membaca pikirannya, mungkin semua tak akan terjadi."
"Sudah, Axel! Kamu harus bijak! Jodohmu dengannya hanya sebatas kemarin! Kamu harus menerima kenyataan ini! Kamu harus ikhlas jika memang dia telah pergi untuk selamanya!" ucap Nana dengan raut yang tak bisa diartikan.
Axel hanya bisa menatap sang ibu dengan tajam. Di dalam hatinya ingin mengeluarkan semua serapah kepada wanita yang sudah melahirkannya ini. Karena dia lah, istrinya naik pada pesawat itu. Karenanya lah, istrinya hilang tak tau bagaimana kabarnya. Namun, akhirnya ia memilih diam, menatapi riak ombak yang terus melebur menghempaskan diri pada dermaga ini.
"Sudah lah, Xel. Ikhlaskan kepergiannya! Jika kamu terus begini, dia tidak bisa meninggalkan dunia ini dengan tenang."
"Ma, dia masih hidup. Mama jangan berkata seperti itu seolah mengharapkan istriku benar-benar meninggal. Dan, semua ini adalah kesalahan Mama!" Axel berlalu pergi dari orang tuanya itu menenangkan pikirannya.
"Kenapa malah menjadi kesalahan Mama?"
*
*
*
"Selesai!" Semua orang yang ada dalam ruang bedah tersebut menganggukkan kepala.
Arsen melepaskan sarung tangan putih yang telah berlumuran cairan merah berbau amis. Sementara itu, beberapa orang lainnya merapikah organ-organ yang telah dilepas dari tubuh korban yang mereka tangkap semalam.
"Mereka berjanji akan mengirimkan uangnya secepat mungkin," ucap Kano, kaki tangannya.
"Namun, semalam ada permintaan yang baru. Mereka membutuhkan cangkok untuk penglihatan."
Arsen menuju wastafel mencuci tangan dan wajahnya. Ia melirik tubuh yang sudah tidak bernyawa itu. Semua organ yang bermanfaat telah pindah pada lemari pendingin dengan pengemasan super higienis.
"Masih ada lagi? Apa dengan yang itu saja tidak cukup?" Arsen mengeringkan tangan lalu membuka pakaian steril yang sedang digunakannya.
"Yang itu semua bagiannya sudah ada yang booking Boss," ucap Kano.
Arsen melepas semua peralatan bedah yang masih terpasang pada tubuhnya. Ia keluar dan memasang jas putih menandakan profesinya yang sebagai seorang penyembuh manusia.
Mereka segera keluar dari ruang rahasia yang tidak boleh didekati oleh orang yang tidak memiliki kepentingan. Pada koridor rumah sakit itu, perawat yang biasa menemani Aziel mendekati Arsen.
"Pagi, Dok, Anda sudah datang? Kenapa saya tidak melihat Aziel?" Perawat itu melirik ke sekitar Arsen. Dia hanya melihat pria yang menjadi kepercayaan atasannya ini.
"Dia tidak mau ikut ke rumah sakit. Dia lebih memilih tinggal di rumah bersama Mila."
Perawat itu terlihat bingung. "Mila? Apa dia sudah memiliki pengasuh baru?"
"Sudah lah, saya lagi pusing." Dia pergi begitu saja tanpa menjawab pertanyaan yang dirasa terlalu mengganggu pikirannya. Langkahnya diiringi oleh Kano di sampingnya.
"Mila?" Perawat itu sedikit bingung. Akhirnya ia mengendikkan bahu. "Berarti aku sudah tidak perlu jadi pengasuh lagi."
Pada sore hari, di sebuah rumah dengan ukuran istana, terdengar anak kecil sedang berlari membawa pakaian yang dikeluarkan dari dalam lemari pakaian mendiang ibunya Jovita.
"Mama Mila, Mama Mila ... pakai baju ini deh. Mama pasti jadi makin cantik."
Perempuan yang sedang menggunakan gaun pesta tengah merenungkan benda yang melingkari jemarinya. Ia berusaha mengingat siapa yang memasangkan cincin itu kepadanya.
"Mamaaaaa?" rajuk Aziel membulatkan bibirnya.
"Iya, Sayang, kenapa?" Wanita yang diberi nama Mila itu masih belum terbiasa dengan nama baru yang diberikan oleh Arsen.
"Kok panggilan Aziel tidak dijawab?"
"Maaf, ya? Mama lupa nama Mama sekarang Mila. Kenapa, Sayang?"
Aziel menyerahkan gaun lain kepada ibu dadakannya itu. Wanita itu terlihat kaget melihat dress cantik yang kembali disodorkan untuknya.
"Pakai ya, Ma?"
"Tapi ini saja baru sebentar Mama pakai."
"Sekarang pakai yang ini. Baju Mama kan banyak, jadi bisa ditukar setiap saat," ucapnya lagi.
"Tapi Mama capek, gonta ganti baju terus semenjak tadi."
Raut wajah Aziel seketika berubah. Dia berjalan duduk di ujung sofa yang jauh dari Mama Mila nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
Itarohmawati Rohmawati
mama mila 😅😅
2023-04-04
1
FieAme
jadi mama mila, wkwkw..eehh..itu ketemu suami
2023-04-03
0