"Sudah lah, aku lelah." Yuvi beringsut menuju posisi bantal sudah tertata di atas kasur empuk yang menjadi alas tidur mereka.
Axel memandang istrinya dalam diam. Ia memikirkan apa yang telah terjadi. Ia pun keluar mencari sang ibu.
Keesokan hari di mana tak ada lagi siapa pun berada di rumah itu, Nana juga menyuruh para pekerja yang ada di rumah ini menghilang hingga pukul tiga sore, sang Nyonya Besar menarik rambut Yuvi dengan kuat.
"Kau sudah mengadukan aku kepada anak dan suamiku? Ooh, berani sekali kau!" Yuvi didorong dengan sangat keras hingga terbentur pada kursi-kursi yang berdiri kokoh sebagai teman meja makan.
"Kau itu harus tahu diri, kau itu tidak pantas berada dalam keluarga Kusuma Negara ini!" bentaknya lagi.
Yuvi merasakan sakit yang sangat hebat, apalagi di bagian perutnya. Ia tidak mengerti apa yang sedang terjadinya padanya.
Nana melemparkan sebuah amplop kepada Yuvi. "Semenjak seminggu yang lalu, aku sudah mendaftarkanmu pada agen TKI yang aku kenal. Kau sudah diterima, dan itu tiket untuk kepergianmu hari ini pukul tiga belas ini. Kali ini kau harus menjadi pembantu di Taiwan! Bawa uang yang banyak! Jika tidak memiliki uang, jangan berani pulang ke sini lagi!"
Yuvi bagai disambar petir di pagi yang cerah ini. Ia tidak menyangka sang mertua dengan kej4mnya memisahkan dirinya dengan suami yang baru menyatu dalam beberapa hari.
Sang mertua menarik Yuvi untuk kembali berdiri dengan tegak. Wanita paruh baya itu juga membuka lemari di kamar, menarik travel bag seadanya. Pakaian Yuvi dimasukan dengan paksa ke dalam tas tersebut. Yuvi hanya kaku membisu tidak tahu harus berbuat apa. Ini sungguh terlalu tiba-tiba baginya.
Setelah itu, dengan pakaian yang ada ditubuhnya, Yuvi didorong masuk ke dalam taksi menuju bandara yang telah ia pesankan. "Kau tidak boleh mengatakan apa pun kepada anakku!" ucap Nana lagi.
Dengan rasa sakit tak berhingga, Yuvi dibawa oleh taksi tersebut. "Baik lah, aku tidak akan mengatakan apa pun." Yuvi melemparkan ponselnya keluar jendela, masih di pelataran rumah mewah keluarga Kusuma Negara.
Ia tidak tahu apa yang salah pada dirinya. Bahkan, di tanah kelahirannya, rumah orang tuanya berdiri dengan sangat megah oleh hasil keringatnya sebagai TKW. Desa tempat ia berasal, begitu banyak wanita yang bekerja sebagai TKW. Tak heran, rumah mewah berjejer berdiri di sana. Banyak yang berlomba bekerja keluar negeri, termasuk dirinya. Dia termasuk orang yang dikagumi, karena berhasil mengangkat derajat keluarga. Namun, kenapa ibu dari suaminya ini malah membencinya seperti ini?
Yuvi berjalan menyusuri bandara menggenggam travel bag dengan pakaian seadanya. Ia menoleh ke belakang, berharap suaminya tiba-tiba hadir mengejar dan menghentikan langkahnya.
Namun, itu hanya sebuah harapan belaka. Tak ada siapa pun kali ini yang melepasnya pergi. Wajahnya mengernyit, ia merasakan sakit di bagian perut yang ia sendiri tidak mengerti kenapa. Namun, Yuvi menggeleng pelan. Ia berusaha untuk teguh, melangkah meskipun hatinya terasa berat.
"Mungkin setelah ini tak akan ada lagi Mas Axel dalam hidupku. Mungkin dia akan melupakanku, menerima wanita yang diberikan ibunya. Aku pun juga harus begitu," tekadnya.
*
*
*
Axel membawa satu buket bunga indah yang akan dijadikan sebagai kejutan kepada istrinya. Tidak hanya itu, ia membawakan brosur rumah impian yang ingin diserahkan kepada istrinya. Axel ingin Yuvi sendiri memilih rumah yang ia sukai.
Axel memasuki rumah dan membuat sang ibu melongo. "Kenapa kamu pulang secepat ini?" tanya ibunya. Ia melirik benda cantik yang berada dalam pelukan putra sulungnya ini. "Apakah ini buat Mama?"
Axel tidak menjawab pertanyaan ibunya, memilih mencari sang istri ke dalam kamar. Suasana rumah kali ini sungguh terasa sangat sepi. Namun, ketika pintu kamar terbuka, alangkah terkejutnya ia mendapati kamar mereka berantakan. Pintu lemari dalam keadaan terbuka dan sebagian pakaian Yuvi menghilang.
Axel melempar buket bunga yang akan ia berikan kepada istri tercinta. Ia melangkah cepat mendekati sang ibu. Kedua tangannya memegang pundak ibunya.
"Mah, katakan padaku, ke mana istriku?" Wajah Axel merah padam. Amarahnya meledak sampai ke ubun-ubun.
"Di-dia tadi pergi. Dia pergi meninggalkan rumah ini. Katanya sudah tidak betah lagi tinggal di sini." Nana tidak berani memandang wajah putranya ini.
Tanpa berkata apa-apa, Axel masuk ke dalam kamar orang tuanya. Ia membongkar barang-barang penyimpanan milik ibunya. Ketika berada di lemari rias, dari dalam laci Axel menemukan selembaran brosur untuk bekerja sebagai TKI di Taiwan. Atas nama Yuvita Antarina.
Axel meremat kasar brousur tersebut. Ia kembali pada ibunya yang telah mematung ketakutan karena kelakuannya telah diketahui oleh sang putra sulung.
"Katakan padaku, Ma. Kenapa Mama melakukan ini?"
Nana menggelengkan kepala. "Mama tidak melakukan apa-apa!"
Axel berlari keluar menuju kendaraannya kembali. Kali ini tujuannya adalah bandara. Namun, sebelum keluar gerbang, security menghalangi laju kendaraannya.
Axel menurunkan jendela. "Apa lagi?" bentaknya.
Security itu menjadi ketakutan karena suara keras Axel. "I-ini Tuan Muda. Tadi kami pikir milik siapa, tetapi ada foto Nona dan Anda, makanya kami serahkan."
Axel menggaruk rambutnya kasar hingga acak-acakan. Ia melirik ke arah rumahnya lagi. Rasa kesal menjadi semakin besar terhadap ibunya. Namun, ia hanya bisa melampiaskan dengan memukul setir mobil yang tidak bersalah. Axel segera tancap gas membawa mobil sport yang ia kendarai secepat kilat.
Yuvi telah berada di dalam pesawat yang akan membawanya pergi kenegeri Formosa yang terkenal sangat indah. Air mata tak berhenti mengalir di pipinya, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa.
Dari bagian operator, sudah terdengar himbauan agar semua penumpang menggunakan sabuk dengan benar. Yuvi mematuhi dan menatap ke arah luar jendela.
"Maafkan aku, Mas. Mungkin Tuhan memang tidak mengizinkan kita untuk bersama. Kamu, turuti lah permintaan mamamu. Aku akan pergi dari hidupmu," lirihnya menyeka air mata yang telah memenuhi pipi.
Pesawat sudah mulai bergerak, dan tidak lama alat transportasi udara itu lepas landas dan mulai mengudara. Setelah kendaraan itu melayang cukup tinggi, terdengar letupan dari arah sayap sebelah kiri.
Terdengar peringatan supaya semua penumpang jangan melepas sabuk yang tadinya terpasang. Karena, ada sedikit masalah, pesawat harus kembali turun ke bandara.
Namun, gerakan pesawat semakin lama semakin rendah. Mereka sudah berada di atas lautan.
"Bagi semua penumpah Asia Line, agar segera menggunakan pelampung yang akan keluar dari kabin bagian atas. Saya harap semuanya untuk tetap tenang, karena kita akan melakukan pendaratan darurat di atas laut ini," ucap kapten yang menjadi pengendali pesawat tersebut.
Alat yang disebutkan jatuh begitu saja di hadapan Yuvi. Dengan segera ia memasang dan meniup sesuai arahan. Pesawat terbang semakin rendah dan semuanya berpegangan dengan sangat erat.
Braaaaak
Splaaas
Benturan hebat tak bisa dielakkan. Tubuh pesawat tersebut pecah terbelah dua.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 129 Episodes
Comments
FieAme
nangis 😭
2023-04-02
0
Itarohmawati Rohmawati
ibu mertua yg kejam
2023-04-02
1