Barra dan Elsa membuat janji bertemu di salah satu Mall dekat Hotel tempat Elsa menginap. Barra merasa rasa kangennya belum tuntas dan ingin meminta penjelasan tentang sikap Elsa pagi ini saat ada di rumahnya. Mereka janjian sekitar jam empat sore.
Barra memarkir motornya kemudian menuju toko buku yang ada di Mall tersebut, Elsa sedang berada disana.
"dokbar... wah mainnya agak jauhan nih.. sampe kesini, biasanya cuma muter antara Rumah Sakit dan Klinik aja" sapa salah satu perawat.
"Bolehlah cuci mata" jawab dokbar malas untuk menjelaskan tujuan kedatangannya.
"dokbar kalo ga pake snelli, terus pake topi kaya gini.. kadar gantengnya auto bertambah" puji perawat.
dokbar hanya tertawa kecil.
"Mas Barra.. " panggil Elsa.
dokbar dan para perawat auto nengok kearah asal suara.
"Udah dapat buku yang dicari?" tanya dokbar.
"Ga ada, kita cari tempat ngobrol aja yuk" ajak Elsa yang berjalan mendekati dokbar.
Elsa langsung menggandeng dokbar didepan para perawat.
"Saya pamit dulu ya..." kata dokbar ke para perawat.
"Ya dok.. " jawab para perawat kompak.
Para perawat masih memandang sosok dokbar dan Elsa yang bergandengan tangan.
"Kirain dokbar belum punya monyet" ucap salah satu perawat.
"Monyet????" tanya perawat lainnya.
"Itu.. liat aja langsung nemplok ga pake basa basi. Ya namanya juga cowo.. digandeng mah hayuk aja lah" jawab lainnya.
"Parah Lo pake istilah monyet" kata lainnya.
"Kan emang kita biasa ngomong begitu.. istilahnya kalo belum sah mah kita anggap masih cinta monyet" ujar perawat yang lebih senior.
"Mereka berdua udah dewasa kali.. ga mungkin cinta monyet. Keliatannya dokbar wajahnya bahagia.. tandanya dia beneran suka, kalo cewenya ya jangan ditanya, tadi aja ga pake aba-aba langsung gandeng dokbar" sahut lainnya.
"Tapi baru kali ini kita liat dokbar layanin perempuan dengan manisnya, biasanya menghindar terus. Sama kita-kita aja becanda seperlunya. Semoga cepet-cepet deh mereka nikah, biar para dokter muda dan perawat yang ada di Rumah Sakit ga rebutan yang ujung-ujungnya bikin ribut" papar perawat senior.
"Aduhhhh... emang ye... pacar orang tuh keliatannya lebih ganteng dibandingkan pacar kita sendiri... hehehehe" canda lainnya.
.
Disebuah Cafe dalam Mall, Elsa dan Barra mengambil tempat duduk dipojok agar bisa ngobrol dengan leluasa. Barra tidak memesan makanan hanya frappuccino ice aja, sedangkan Elsa memesan green tea latte ice dan raisin oatmeal scones.
"Mas ga nyangka kamu begitu Ca... sikap kamu pagi ini ke orang tua Mas kaya ga ikhlas gitu .. jujur aja Mas kecewa" berondong Barra yang sudah memendam kecewanya sejak tadi.
"Maaf ya Mas... Ca shock liat kenyataan keluarga Mas" jawab Elsa jujur.
"Kenyataan apa Ca? Mas datang ke Solo berusaha menarik hati keluarga kamu, tapi kamu malah bikin penilaian orang tua Mas jadi ga bagus" tanya Barra belum paham.
"Ca kira Mas Barra tuh kuliah di kedokteran pasti dong dari keluarga yang mapan. Rumahnya ga kaya gitu. Kalo kita nikah terus Mas masih belum punya rumah kan otomatis Ca tinggal disana. Sempit Mas" papar Elsa sambil menyeruput minumannya.
"Kan selama ini Mas udah bilang siapa diri Mas yang sebenarnya tanpa Mas tutupi, terus uang yang Mas dapatkan untuk bayar cicilan biaya kuliah dulu. Mas juga sudah cerita bagaimana Bapak dan Ibu kondisinya. Kenapa harus kaget?" ujar Barra.
"Ca kira Mas Barra merendah, ga mau sombong gitu. Jadi ceritanya direndah-rendahin.. istilahnya down to earth" ucap Elsa dengan entengnya.
"Ca.. kita udah lima tahun kenal dan memutuskan untuk lebih saling mengenal lagi. Mas akui kita ga punya status yang jelas selama ini, tapi sejak Mas pulang dari Solo, bukankah secara official Mas sudah anggap kita dalam status pacaran? Memang empat tahun terakhir kita jarang ketemu, tapi komunikasi kita baik-baik aja selama ini. Kamu anggap Mas merendah dengan cerita Mas?" sahut Barra mencoba menahan emosi.
"Ya itu .. Ca kira Mas Barra cuma becanda" jawab Elsa lagi.
"Ya Allah Ca... Mas bangun komunikasi apa adanya sama kamu, biar kita saling kenal, saling memahami. Tujuan kita bukan sekedar untuk pacaran Ca.. tapi kita punya garis finish yang sama, yaitu menikah. Kamu pikir... dengan tujuan seperti itu, apa bisa Mas becanda?" ujar Barra.
"Ceca udah ga bisa mikir sekarang ini, lagi fokus buat acara nikahan teman dan interview kerja. Ca udah pikirin Mas, baiknya kita break dulu aja... kasih waktu Ca bertenang dan berpikir dengan jernih" pinta Elsa.
"Jadi selama ini kamu ga berpikir jernih ketika memutuskan menjalin hubungan sama Mas?" tanya Barra.
"Bukan begitu maksudnya Mas.. Kita coba selami lagi diri kita masing-masing, apa sanggup menerima satu sama lain dalam kondisi apapun. Ca kan juga belum punya kerjaan Mas, jadi kalo kita menikah, beban itu ada dipundaknya Mas Barra semua. Bisa?" kata Elsa.
"Kita kan ga akan menikah dalam waktu dekat Ca.. Mas udah bilang ke Romo kalo sekitar setahun lagi baru bisa datang melamar. Mas mau melunasi hutang Bank dulu" jawab Barra.
"Kita kan ga bisa menduga dan mereka-reka apa yang akan terjadi setahun yang akan datang Mas. Menikah itu banyak yang harus kita pikirkan. Kita harus sama-sama punya perhitungan yang matang. Ga sekedar Mas cinta dan Ca juga sayang" ucap Elsa.
"Hanya karena materi... kamu hancurkan hubungan kita Ca?" tanya Barra yang sudah dititik malas berdiskusi lagi.
"Bukan begitu Mas ...Ceca udah terlanjur bilang ke keluarga kalo Mas Barra dari keluarga yang mapan, seorang dokter dengan jadwal yang padat di Jakarta. Makanya Mas diterima dengan tangan terbuka dikeluarga Ca. Tapi kan kenyataannya Mas masih dokter jaga IGD dan Klinik kecil, masih dokter umum pula, masih banyak cicilan di Bank, belum punya kendaraan yang layak buat kita mobilitas.. come on Mas .. jangan perasaan cinta kita mengalahkan logika yang ada" papar Elsa menjabarkan.
"Mas pernah cerita kan berapa penghasilan Mas dalam sebulan, memang ga pasti tapi ada gaji yang tetap. Nanti Mas atur buat kita" potong Barra.
"Ya memang Mas pernah cerita, sekarang Ca tanya...cukupkah Mas bayar cicilan dan kebutuhan keluarga selama ini?" tanya Elsa.
"Mas juga ada tambahan dari Medrep (medical representatif, marketing obat yang mendatangi semua dokter untuk menawarkan obat dan alat kesehatan. Setiap ada peresepan menggunakan obat tersebut, maka dokter akan dikalkulasi tiap bulannya untuk dapat fee. Hal ini sudah lazim tapi setiap Rumah Sakit punya aturan masing-masing. Pemberian fee pun atas kesepakatan antara dokter dan pihak Medrep. Biasanya obat-obatan yang bermerek dan harganya mahal, tidak berlaku untuk obat generik. Bisa dibilang transaksi ini sudah rahasia umum dikalangan Rumah Sakit dan atas dasar sama-sama senang)" lanjut Barra.
"Kayanya cukup pembicaraan kita Mas, ga ada yang perlu kita bahas lagi, keputusan Ceca tetap ... kita break dulu buat nenangin pikiran" putus Elsa.
"Ca.. ga ada opsi lain buat kondisi kita saat ini?" tanya Barra.
Elsa bangun dari tempat duduk dan berniat pergi meninggalkan Barra begitu aja.
"Ca..." panggil Barra pelan.
Elsa tak bergeming dan tak menoleh kebelakang untuk menjawab panggilan Barra.
🍒
Setelah memaparkan tentang penyebab dan gejala seorang yang terpapar penyakit TBC, dokter Raz mengadakan sesi tanya jawab dengan para kader.
"dok.. penyakit ini kan harus berobat rutin ya, tiap hari minum obat. Bagi kalangan menengah kebawah pasti sulit untuk membeli obat dok" kata salah satu kader.
"Ada lagi pertanyaan lain? biar nanti dijawab sekaligus oleh dokter Raz" tanya salah satu dokter muda.
"Apa bisa pakai BPJS atau JKN KIS?" lanjut salah satu kader.
"Baik.. saya jawab ya. Jika bergejala, langsung saja ke Puskesmas bagi yang punya JKN KIS, jika BPJS yang bayar mandiri (bayar sendiri iurannya) silahkan ke Klinik faskes pertama tempat mendaftar. Itu dulu yang harus dipahami, nanti di fasilitas kesehatan tingkat pertama akan discreening apakah pasien tersebut TBC atau ada penyakit lain. Adapun prosedur pelayanan berobat untuk pengobatan TBC gratis dengan BPJS atau JKN KIS, tentunya memiliki prosedur yang sama, yaitu melalui sistem rujukan berjenjang. Namun ini dibedakan ketika pasien dalam kondisi darurat dan harus langsung masuk Instalasi Gawat Darurat (IGD). Sampai disini bisa dimengerti penjelasan saya?" tanya dokter Raz.
"Pahammmm" kompak kader menjawab.
"Nanti kalo sudah di faskes pertama, apabila menurut dokter perlu langkah berikutnya, akan dirujuk ke faskes rujukan tingkat lanjutan (Rumah Sakit). Nanti disana akan diputuskan perlu rawat inap atau rawat jalan saja. Karena TBC kan ada banyak jenisnya. Jadi akan dinilai dulu oleh para dokter di Rumah Sakit. Jika memang cukup obat diambil di faskes pertama, maka dokter Rumah Sakit akan membuat surat rujukan balik ke faskes pertama. Tapi gimana kalo darurat? Pasien bisa langsung ke IGD di Rumah Sakit, nanti pihak keluarga menunjukkan kartu BPJS atau KIS" lanjut dokter Raz.
"Kadang ga dilayanin dok kalo ke Rumah Sakit pake BPJS atau KIS, kaya ngemis kita, kadang langsung disuruh rujuk aja dengan alasan ga ada kamar kosong" kata salah satu kader.
"Sudah menjalani prosedur yang sesuai belum Bu?" tanya dokter Raz.
"Ya udahlah dok... mana ribet banget surat rujukannya dok" lanjut kader.
"Semua fasilitas kesehatan ada prosedurnya, hal ini bukan bertujuan untuk merepotkan masyarakat, tapi tepat penggunaan dan administrasi. Jadi sebaiknya masyarakat jangan langsung beranggapan fasilitas kesehatan menyusahkan pasien. Sekarang kan hadir juga ya kepala Puskesmas dan Klinik-klinik yang bekerjasama sebagai fasilitas kesehatan pertama, nanti silahkan bertanya untuk lebih jelasnya. Mungkin ada prosedur yang terlewatkan" jawab dokter Raz.
"Katanya kalo pake BPJS atau KIS itu dikasih obat murah ya dok, jadi lama sembuhnya?" kata kader.
"Bu... obat tidak ada kategori obat murah atau mahal. Yang ada itu obat generik dan obat bermerek. Isinya sama aja kok, hanya biasanya untuk obat bermerek itu dikemas satuan, bentuknya pun dibuat variatif agar menarik. Kalo obat generik memang diproduksi oleh perusahaan pemerintah dan bentuknya biasanya hampir seragam, kemasannya pun dalam kemasan massal, misalnya seratus butir per botolnya. Jadi jangan berpikir pake obat generik lama sembuhnya. Kan pengobatan untuk penyakit ini sama aja, enam bulan tanpa henti minum obat. Mau ke Rumah Sakit yang mahal pun pengobatannya juga sama" terang dokter Raz.
"Tapi kalo generik kebanyakan jenis obatnya dok. Kalo yang berobat bayar biasanya obatnya sedikit tapi isinya udah macam-macam" ucap salah satu kader.
"Sekarang pemerintah juga sudah mengupayakan agar obat tidak terkesan banyak untuk penyakit ini. Jadi dalam satu obat bisa mengandung dua jenis bahan aktif. Nanti akan ada penyuluhan tambahan ya dari Puskesmas mengenai obat-obatan" tutup dokter Raz.
"Kami minta pihak Puskesmas proaktif aja memberikan penyuluhan, jadi semua lapisan masyarakat bisa teredukasi dengan baik" pinta kader.
.
Makan malam dokter Raz dan tim, ditemani dinas kesehatan setempat, mereka makan di warung tenda yang menyajikan makanan khas daerah tersebut.
"dokter Raz ini ya.. setahun kita ga ketemu, masih aja sendiri dok" goda kepala Puskesmas.
"Ya saya kan mau masuk grup BPJS" jawab dokter Raz becanda.
"Maksudnya dokter Raz belum punya BPJS gitu?" tanya kepala Puskesmas.
"Barisan Para Jomblo Sukses.. hahahaha" tutur dokter Raz sambil tertawa.
Yang lain pun ikut tertawa.
"Masih aja suka becanda kalo ngomongin jodoh. Move on lah dok.. sudah lama juga kan sendirian" lanjut salah satu dokter dinas kesehatan.
"As soon as possible..." jawab dokter Raz mantap.
"Wah... sudah ada rupanya.. ditunggu undangannya dok" sahut yang lain.
"Do'akan aja ya, semoga Allah dekatkan jodoh saya" kata dokter Raz.
"Jadinya ada atau ngga nih dok? kalo ga ada, nanti kita bisa bantu carikan" ujar dokter lainnya.
"Kita selesaikan dulu misi ini dengan lancar dan sukses, baru juga empat hari, masih panjang perjalanan. Kalo saya mikirin wanita, yang ada nanti maunya pulang terus" ungkap dokter Raz.
Sedang menikmati makan, datang seseorang menghampiri dokter Raz.
"Assalamualaikum doctor Raz..." sapa lelaki dengan logat Melayunya.
"Waalaikumsalam... doctor Saharul... how are you?" jawab dokter Raz sambil bersalaman dengan rekan sejawatnya saat di Malaysia.
"Alhamdulillah sihat doc" kata dokter Saharul.
"Buat ape kat sini?" tanya dokter Raz.
"Honeymoon doc.. selepas lulus spesialis.. i terus nikah doc.. umur dah makin tue" jawab dokter Saharul.
"Tak bawa istri pun .. sorang je?" tanya dokter Raz.
"Istri tunggu di Hotel.. i cari makan. Maklum doc.. bunting pelamin (wanita langsung hamil selepas menikah, bukan sudah hamil ketika sudah menikah. Istilah yang digunakan di negeri Jiran)" kata dokter Saharul.
"Amboiii.. lajunye .." goda dokter Raz.
"Alhamdulillah doc... rizki kan" jawab dokter Saharul.
"You tempah je makanan you nak.. I belanje (pilih saja makanan yang disukai, saya yang bayar)" ujar dokter Raz.
"Thank you doc.. masih same je macam di KL (Kuala Lumpur) baik sangat. By the way.. balik lah doc.. we miss you" kata dokter Saharul.
"Seperti I cakap dulu... hujan emas di negeri orang.. masih memilih hujan batu di negeri sendiri" jawab dokter Raz.
"Masih je .. dah banyak dah batunye?" ledek dokter Saharul.
"Alhamdulillah bisa untuk bangun rumah, and you.. pindah Indonesia ke?" lanjut dokter Raz tertawa.
"Taklah doc.. nasi lemak masih lebih sedap dibandingkan nasi uduk" ujar dokter Saharul.
Keduanya tertawa, mereka bertukar nomer telepon dan berjanji akan bertemu jika misi dokter Raz kali ini selesai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 280 Episodes
Comments
Jasreena
betullll... blm d oper2 suruh ksana sini...
2023-09-29
1
Nani Rahayu
duh ceca ceca didinding.....sini2 biar ku jepret pake karet gelang...ribet banget hidupnya
2023-06-26
1
novita setya
syukurlah break dl..elsa ijolke terong wae entuk sekilo yae. bocah koq nemen
2023-06-24
1