"Hana.. tolong siapkan ruangan sebelah ya, pasien mau diobservasi dulu selama enam jam, nanti baru diputuskan mau rawat atau bisa pulang" perintah bidan Neneng.
"Baik Bu .." jawab Hana.
"Kamu juga nanti tolong tungguin dulu ya, soalnya saya mau bantu yang mau lahiran" lanjut bidan Neneng.
"Ya Bu bidan.." jawab Hana.
Saat Hana merapihkan ruangan, memasang sprei dan sarung bantal, Hari rupanya sudah berdiri didepan pintu ruangan.
"Gw ga punya duit nih, Lo ada ga? bagi dong" tembak Hari.
Hana terkejut langsung melihat kearah Hari.
"Ada Bang.. tapi buat beli bensin nanti pas jalan pulang" jawab Hana jujur.
"Udah kerja masih aja ga punya duit. Emang Lo boros banget jadi cewe, pantes aja ga ada yang mau sama Lo lagi" ejek Hari.
Hana lebih memilih melanjutkan pekerjaannya daripada berdebat pepesan kosong sama Hari.
"Bini gw yang sekarang ga pernah tuh minta duit, tapi gw tiap hari bisa makan enak. Berarti dulu lo korupsi kali ya? masa dikasih dua puluh lima ribu sehari aja makannya cuma sayur bening sama tempe. Di restoran Padang uang segitu bisa makan nasi sama ayam" oceh Hari.
Hana masih merapihkan tempat tidur.
"Gw minta sini.. buat beli pulsa HP, mau cari pinjaman, kan ga enak masa istri sakit ga bisa bayarin" pinta Hari.
"Cuma punya lima belas ribu Bang.. buat beli bensin" kata Hana.
"Biarin deh lima belas ribu juga duit" todong Hari.
Hana memang punya sifat yang gampang kasihan kalo mendengar cerita orang yang sedang kesusahan, tanpa dia pikir ulang apa cerita tersebut benar atau tidak.
Hana langsung merogoh koceknya untuk mengambil tiga lembar uang lima ribuan kemudian diserahkan ke Hari. Dia juga malas untuk diganggu oleh Hari.
Hari mengambilnya secara kasar dan langsung keluar dari Klinik, entah kemana arah tujuannya
.
Satu jam berlalu, Hari tak kunjung datang kembali ke Klinik. Istrinya Hari berkali-kali menanyakan keberadaan suaminya, Hana hanya bilang tadi melihat suaminya Melati (Istrinya Hari yang sekarang) keluar dari Klinik.
Hana menyiapkan makanan untuk Melati yaitu nasi, sayur sop ayam dan rolade tahu.
"Mbak liat suami saya ga?" tanya Melati.
"Ga Bu" jawab Hana sopan.
Malas bagi Hana bercerita hal yang sebenarnya.
"Sudah berapa lama ya dia keluar dari sini?" tanya Melati lagi.
"Saya kurang tau Bu, soalnya tadi lagi disini nyiapin ruangan buat Ibu" jawab Hana lagi.
Hana menemani pasien karena kondisinya masih dalam observasi. Melati tidak tau hubungan Hana dengan Hari. Jadi tidak ada perasaan apapun terhadap Hana, hanya dipandang sebagai salah satu karyawan Klinik saja. Tapi Hana tau kalo Melatilah penyebab Hari jarang pulang dulunya.
"Suami saya emang kadang-kadang ya orangnya" buka Melati.
Hana diam dan duduk disamping tempat tidurnya Melati.
"Nama Mbak siapa?" tanya Melati.
"Hana" jawab Hana singkat.
"Hana.. kayanya ga asing nama itu, tapi sudahlah.. banyak kan yang namanya sama di dunia ini" kata Melati.
"Ibu mau makan sendiri atau perlu saya suapkan?" tanya Hana.
"Makan sendiri aja, tapi bantu saya duduk dulu ya" pinta Melati.
Hana membantu Melati duduk, kemudian memberikan bantalan dibagian punggung agar nyaman. Setelah itu meletakkan nampan dipangkuannya Melati.
"Saya tuh lagi haid sebenarnya, eh suami minta dilayanin, ya mau gimana lagi.. kita kan sebagai istri harus nurut" ujar Melati dengan entengnya.
Hana diam. Sudah tidak kaget mendengar ceritanya Melati, karena dulu dia pun pernah mengalaminya, hanya saja Hana mampu bersikukuh untuk tidak melayani suaminya melalui tempat sewajarnya, biasanya Hana terpaksa melakukan secara manual maupun oral meskipun hatinya menjerit untuk menolak. Tapi jika dia menolak saat itu, bukan sekedar caci maki yang dia dapatkan, tapi juga pukulan yang pastinya terasa sakit dibadan.
"Saya baru kali ini haid lama sampai dua Minggu ga selesai-selesai. Ga banyak sih... sedikit tapi ga berhenti. Tumben banget kan? mungkin pre menopause kali ya.. Emang sih katanya orang yang ngerti agama, saat haid ga boleh berhubungan suami istri, tapi bukannya kalo lebih dari waktu kita haid biasa itu namanya penyakit ya? bukan haid lagi. Sholat aja boleh, apalagi melayani suami.. iya kan?" papar Melati meminta pembenaran dari Hana.
Hana hanya tersenyum. Inilah era dimana informasi hanya diujung jari. Membaca bahkan melihat ceramah agama hanya lewat HP. Jadi belum tuntas didengar sudah diambil kesimpulan yang seolah membenarkan setiap tindakan.
"Mba Hana sudah menikah?" tanya Melati.
"Sudah" jawab Hana.
Toh memang Hana tidak berbohong, dia sudah pernah menikah meskipun berakhir di meja hijau Pengadilan Agama.
"Suaminya dilayani Mba dengan baik, daripada kegoda wanita lain, kan mending kita yang servis, selain enak.. berpahala juga kan.. hihihi" tukas Melati.
Kembali Hana memaksakan senyumnya.
"Suami saya itu duda Mba.. ya gitu.. ga dilayani istrinya yang dulu dengan baik. Ga diservis luar dalamlah istilahnya. Mantan istrinya juga ga bisa berpenampilan menarik didepan suami, jadi mana bikin suami klepek-klepek buat nafsu ke istri coba" kata Melati yang memang tipenya ceplas-ceplos.
Hana kaget jika Hari menjual cerita palsu ke Melati dengan menjelekkan dirinya. Tidak mengapa jika Hari bercerita hal yang bombastis sekalipun, asalkan tidak menjatuhkan harkat dan martabatnya sebagai seorang istri.
"Dari cerita suami saya, jadi belajar banyak, ya harus muasin suami. Saya ini perawan tua Mba, ga ada yang mau sama saya, padahal saya ini kan punya usaha ya, ibaratnya ga butuh duit dari lelaki, cuma perlu diperhatikan dan cinta aja cukup kok. Nah ketemu suami saya inilah baru merasa klop. Dia kerja sama saya awalnya, jadi supir pribadi. Tapi lama kelamaan saya kasian sama dia yang kerja ga kenal libur, selalu standby nemenin saya kesana kemari. Sampai akhirnya dia cerita kalo mantan istrinya pergi gitu aja karena dia nganggur, sekalinya udah kerja katanya ga boleh pulang kalo ga bawa duit. Emangnya ngepet .. tiap hari bisa dapat duit. Udah gitu ya.. masa ga boleh ketemu sama anak kandungnya, ditambah keluarga suami juga merasa malu karena suami saya itu kaya ga ada harga dirinya mengemis cinta ke mantan istrinya. Dari rasa kasihan.. muncul deh benih-benih cinta diantara kami, suami saya itu romantis banget loh. Meskipun lebih tua saya lima tahun, tapi Alhamdulillah adem ayem aja sudah tiga tahun ini nikah" cerita Melati tanpa disaring dulu.
"Bahagia ya Bu akhirnya menemukan cinta meskipun banyak orang yang bilang kalo perempuan diatas kepala empat menikah ya telat" Hana angkat bicara rasanya dia sudah mulai terpancing emosi.
"Ya dong Mba.. saya sama dia kan ketemu sudah sama-sama menjelang kepala empat. Jadinya sudah dewasa pola pikirnya. Dulu sempat putus asa, apa mungkin menemukan cinta diusia yang sudah segitu banyaknya. Tapi rupanya saya punya jodoh juga... hehehehe. Kami ini nikah siri Mba, soalnya keluarga saya menyarankan hal itu. Orang tua saya sebenarnya malu kalo saya nikah sama supir dan lulusan SMA, keluarga dia juga katanya udah ga anggap dia anak... udah dibuang Mba, sampe sekarang aja saya ga tau orang tua dan keluarganya bagaimana. Karena banyak pertimbangan, akhirnya kami nikah siri aja, daripada nanti dosa kan. Awalnya pacaran dulu sih, saling mengenal satu sama lain. Makin kenal dia ya makin jatuh cinta. Pernikahan kami dirahasiakan dari keluarga besar saya.. tunggu suami saya jadi sarjana dulu baru nanti dikenalin ke keluarga besar" kenang Melati dengan mata penuh rona kebahagiaan.
"Oh suami Ibu lagi kuliah lagi?" tanya Hana takjub tapi ga percaya.
"Iya.. kuliah di tempat yang murah aja, kan asal jadi sarjana. Baru dua tahun ini sih kuliah. Emang orangnya pinter sih, jadinya IP selalu hampir empat. Ikut kelas karyawan biar cuma seminggu dua kali aja kuliahnya dan ga banyak tugas" lanjut Melati bangga.
Hana sulit untuk percaya jika Hari melanjutkan pendidikan, tapi dia terima saja bulat-bulat informasi tersebut.
"Ibu ga keliatan kalo usianya sudah lebih dari empat puluh tahun, kaya masih tiga puluh limaan" puji Hana.
"Ya kan rutin perawatan, saya punya salon dan usaha warung kelontong gitu dibeberapa komplek perumahan baru dan ada juga kantin sekolah. Semua sekarang suami yang urusin, saya banyak pergi-pergi ke tempat yang lagi hits aja, maklum dulu kan saya susah, ga bisa pergi kemana-mana, sekarang udah punya uang ya dinikmati. Suami saya itu kaya kartu keberuntungan.. dulu cuma punya satu warung kelontong sekarang sudah punya tiga warung, dua kantin dan satu salon kecil-kecilan" jelas Melati dengan bangga.
"Jadi suami Ibu kerjanya bantu-bantu Ibu aja? ga kerja di tempat lain?" tanya Hana.
"Ga lah Mba.. buat apa kerja di tempat lain, saya bisa kok menghidupi dia. Asalkan dia janji setia, cinta dan mengikuti apa yang saya mau. Selama ini dia udah buktiin kok kalo setia disisi saya dalam kondisi apapun" jawab Melati.
Hana kembali tersenyum.
"Kurang ajar... bisa-bisanya dibohongin lagi, katanya mau cari pinjaman, lah ini istrinya orang berduit.. bodoh banget sih Hana... kenapa kalo didepan dia selalu timbul kasian sihhhh" rutuk Hana dalam hatinya.
Melati tampak lahap makannya.
"Suami saya lagi ke beberapa warung dulu kayanya, soalnya hari ini pembayaran barang tiap minggunya. Dia memang pekerja keras banget" puji Melati lagi.
.
Sementara Hari tengah menyambangi salah satu warung yang ada di komplek perumahan baru, Melati menyewa ruko disana. Yang bawah dijadikan toko kelontong, bagian atasnya untuk tempat tinggal tiga orang karyawan toko kelontong dan kantin sekolah yang jaraknya tidak jauh dari ruko.
Waktu menunjukkan pukul dua siang.
"Bikinin kopi ya.. anterin keatas" bisik Hari tepat dibelakang sang penjaga warung.
Wanita muda ini langsung membuatkan kopi untuk Hari, raut wajahnya ketakutan setiap Hari datang ke ruko.
Dalam seminggu, paling tidak sekali Hari menyambangi toko ini, kondisinya pun tepat disaat kedua temannya sedang menjaga kantin di sekolah atau menjaga warung yang lain. Memang Hari memasang CCTV di warung, alasannya untuk menjaga keamanan,
padahal untuk dia bisa memeriksa keadaan. CCTV nya terkoneksi dengan HP nya.
Lima menit kemudian, Hari yang sedang merokok, langsung mematikan rokoknya kemudian tersenyum. Posisinya duduk di karpet depan TV.
Perumahan ini memang masih dalam tahap pembangunan, baru ini satu-satunya ruko yang sudah dibangun, ruko yang lain sedang dipasarkan dan masih belum ada bangunan. Pembangunan komplek ini pun masih lebih banyak berkutat dibagian bawah perumahan yang merupakan tipe kecil sehingga sudah cepat sold out. Jadi bisa dikatakan warung kelontong ini masih relatif sepi. Belum banyak lalu lalang orang.
Hari langsung menarik sang wanita untuk duduk disebelahnya begitu sang wanita muda belia ini meletakkan secangkir kopi.
"Maaf Pak... Bapak mau apa?" tanya wanita itu ketakutan.
"Sssttt.. jangan teriak.. kamu tau kan saya ini orang berkuasa, ga ada yang akan percaya sama kamu" seringai Hari.
"Tapi Pak.. lepasin tangan saya" pinta wanita itu.
"Jangan panggil Bapak dong, panggil Abang. Kangen deh sama kamu, makin lama makin cantik aja" rayu Hari yang masih memegang tangan wanita itu.
"Tolong Pak.. jangan macam-macam" ujar wanita belia mencoba melepaskan cengkraman tangannya Hari.
Hari memang sudah berkali-kali menyatakan ketertarikannya terhadap karyawan istrinya ini, tapi selalu ditolak. Rupanya saat ini dewi fortuna ada ditangan Hari. Kondisi warung yang sepi karena hujan dan tidak ada karyawan lain disini membuat Hari berusaha mendapatkan apa yang dia inginkan.
Hari memeluk wanita itu dengan erat.
"Tolong Pak.. jangan.. tolong Pak" kata sang wanita memelas.
"Jangan teriak" bisik Hari.
Hari sudah sangat bernafsu setan hingga berusaha mencium bibir sang wanita. Tampak sekali sang wanita berusaha melepaskan dirinya, tapi tenaga Hari lebih kuat sehingga Hari berhasil menikmati bibir anak buahnya sendiri.
Lili, tamatan SMP dan baru berusia lima belas tahun, dia mencari nafkah untuk membantu membiayai keluarga, memutuskan putus sekolah setelah Bapaknya lumpuh dan Ibunya sakit-sakitan.
"Baru pertama kali ciuman ya?" ledek Hari kemudian kembali menikmati bibir ranumnya Lili.
Lili sudah menangis. Ingin berteriak, tapi dia takut Hari marah.
"Beli... Beli...." suara anak kecil menghentikan Hari.
Lili merasa terselamatkan dan buru-buru turun kebawah sambil mengusap air matanya.
Ada anak berusia tujuh tahun didepan warung sambil memegang uang dua ribu rupiah, dia ingin membeli permen dan snack seribuan yang kadang berhadiah uang.
Hari memperhatikan Lili yang sedang sibuk merapihkan dagangan padahal sudah rapih. Dia hanya ingin menghindar dari Hari.
"Li.. ingat.. kalo kamu berani cerita kejadian tadi, siap-siap aja dipecat" ancam Hari.
Lili diam sambil menundukkan kepalanya.
Hari duduk di kursi yang biasa Lili tempati.
"Masih mau kerja disini kan?" tanya Hari.
"Mau Pak" jawab Lili dengan suara yang ketakutan.
"Santai aja Li.. saya suka sama kamu.. sering kan saya bilang suka secara langsung bahkan chat ke kamu. Gimana? mau jadi pacar saya ga?" tanya Hari lagi.
"Pak.. maaf.. Lili belum berpikir untuk punya pacar. Lili masih cari uang buat keluarga di kampung" jawab Lili jujur.
"Kalo jadi pacar saya, apa aja bisa saya kasih Li.. tau kan kalo saya ini orang kaya" sombong Hari.
"Maaf Pak.. Bapak sudah saya anggap seperti Bapak sendiri, seperti saya menghormati Bu Melati" jawab Lili dengan sopan.
"Li.. saya serius.. bahkan mau nikahin kamu, kalo nikah sama saya, orang tua kamu bisa berobat" rayu Hari.
"Maaf Pak.. Lili takut sama Ibu (Melati)" ujar Lili yang masih tampak polosnya.
"Kita kan pacaran diam-diam, kalo nikah pun diam-diam juga lah. Sekarang jujur coba Li.. suka ga sama saya?" tembak Hari.
"Lili ga tau Pak.. Lili bingung" jawab Lili.
"Li.. kamu tau kan Ibu sudah tua, bayangin kita berdua bisa nikmatin hartanya Ibu.. kita bisa senang-senang, bisa buat nyekolahin adik kamu, bisa buat beli sawah dan benerin rumah orang tua di Kampung, emangnya kamu ga mau?" ujar Hari kembali mencuci otaknya Lili yang benar-benar masih lugu dan mudah percaya dengan omongan Hari yang meyakinkan.
Lili diminta duduk disampingnya Hari. Dengan ragu, Lili melangkah. Tangan Hari langsung menyambar tangannya Lili. Lili pun akhirnya terpelanting hingga duduk tepat dipangkuan Hari.
Wajah keduanya sangat dekat.
Hari memang sudah tua dan tidak termasuk kategori pria tampan. Tapi dia mampu memikat para wanita dengan mulut manisnya.
.
"Kemana sih nih Bang Hari.. teleponnya ga aktif lagi" umpat Melati kesal.
Hana hanya diam, menunggu Melati sambil menulis laporan.
"Disuruh bayar-bayar agen aja lama banget" oceh Melati makin kesal sambil meletakkan HP nya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 280 Episodes
Comments
jii
Kok g minta update lho...nanti bunda khilaf g update..dikira kita2 g nungguin lanjutannya 😀
2023-06-08
3
Lila Anggraini
suami durj4n4...
2023-06-08
3
Eni Djulaeha
smbil nunggu tayang hospital berikutnya,nene baca ulang HTTO..ktika episode 67 # KETULUSAN#.. Masya Alloh luar biasa Ajay..nangiiiiisss 😭😭d situ ada part ajay menggantikan posisi dokter edo..
ajay smoga ada d dunia nyata..
maaf ya tor nene komen d sini
otor emang debes..
silahkan emak² cantik scroll ulang karya bunda DM yg lainnya
ga bosan 👍👍👍
2023-06-08
1