Hari menjemput Lili sekitar pukul tujuh pagi dan mengajaknya masuk kedalam mobil. Lili duduk disebelahnya.
"Hai cantik banget, Li!" puji Hari.
"Ya, Bapak bilang suruh dandan yang cantik" jawab Lili.
"Jangan panggil Bapak, ya. Kalo lagi berdua panggil Abang" pinta Hari.
"Maaf Pak, ga bisa, sungkan rasanya. Mau kemana kita, Pak?" tanya Lili.
"Kamu mau kemana?" balik bertanya Hari.
"Katanya Bu Melati, Bapak mau antar saya pulang ke rumah" jawab Lili dengan polosnya.
"Abang udah lama ga jalan-jalan, nih. Mau ajak kamu jalan, ke Ancol gimana?" ajak Hari.
"Saya mau langsung pulang aja Pak" harap Lili.
"Li, buka dashboard didepan kamu" ujar Hari.
Dengan ragu-ragu, Lili membuka dashboard mobil itu. Ternyata ada kado didalam sana.
"Ambil Li. Buat kamu" kata Hari.
Lili mengambil kado itu dan membukanya. Didalamnya terdapat jam tangan dan HP baru yang tadi terbungkus kertas kado.
"Selamat ulang tahun ya Li. Kita rayakan ulang tahun kelima belas kamu ini dengan yang spesial. Belum pernah kan ngerayain ulang tahun?" tanya Hari.
"Kok Bapak tau kalo saya ulang tahun hari ini?" Lili antara bahagia dan khawatir.
"Istri saya selalu minta fotokopi identitas seluruh karyawannya, ga sengaja liat kalo hari ini kamu ulang tahun, jadi.. kasih kado deh biar kamu hepi" jelas Hari.
Lili terharu karena baru kali ini ada yang mengucapkan selamat ulang tahun padanya serta memberi kado. Dari tahun ke tahun, Lili selalu merayakan ulang tahunnya tanpa acara spesial.
"Li, Abang harap jadi orang yang pertama ngucapin ulang tahun ya" tutur Hari dengan lembut.
"Makasih ya Pak. Bapak sama Ibu memang sangat baik sama Lili. Kok Bapak tau Lili lagi nabung buat beli HP?" kata Lili.
"Li, sekarang kalo mau apa-apa, bilang aja sama Abang ya, kemarin Abang liat HP kamu udah jadul banget" ujar Hari.
Tangan Hari memegang tangannya Lili. Lili berusaha menarik tangannya, tapi Hari makin mengeratkan. Kemudian Hari mencium tangannya Lili dan meletakkan didadanya.
"Abang beneran cinta sama kamu Li" rayu Hari.
Lili merasa kaget dan merah padam. Dia bahkan belum pernah merasakan perhatian dari lelaki dan jatuh cinta pada seseorang. Perlakuan Hari membuatnya kian melayang.
"Li, sudah setengah tahun kan Abang selalu bilang cinta sama kamu. Gimana kalo hari ini jadi tanggal jadian kita? Ingat Li, kamu bisa menikmati apa yang selama ini kamu ga bisa nikmati. Kamu ga akan kesulitan ekonomi kalo sama Abang" tegas Hari.
Namun, HP Lili berbunyi, ada telepon masuk. Lili buru-buru mengangkatnya.
Kemudian terjadi percakapan antara Lili dan Bapaknya, wajah Lili berubah menjadi sedih.
"Ya Allah" ucap Lili hanya itu, kemudian ia menangis.
Hari menepikan mobilnya.
"Kenapa Li? Siapa yang meninggal?" tanya Hari kaget.
"Ibu saya" jawab Lili dalam tangisnya.
"Ibu kamu meninggal?" tanya Hari meyakinkan.
"Bukan Pak, Ibu saya ketahuan selingkuh, Bapak dan adik-adik pergi dari rumah" ucap Lili pelan.
Hari memeluk Lili dan mencoba menguatkan Lili. Tanpa Lili sadari, Hari sudah mencium keningnya berkali-kali. Bahkan tangannya Hari pun aktif mengusap pipi Lili.
"Kita langsung pulang ya sayang. Kamu harus kuat. Ada Abang yang akan selalu ada kapanpun kamu butuhkan. Percayalah Li, Abang akan dampingi kamu melewati cobaan ini" janji Hari.
"Tapi, Lili bingung Pak" ucap Lili.
"Kamu punya Abang kan Li. Bingungin apa?" janji Hari dengan lembut.
"Lili harus gimana Pak?" tanya Lili dalam bimbangnya.
"Ikuti semua yang Abang bilang. Abang lakukan untuk kebaikan kamu. Percaya kan sama Abang?" ucap Hari meyakinkan.
Mobil mengarah langsung ke rumah Lili. Semua rencana Hari untuk berlibur bersama Lili pun batal. Hari mencoba menarik simpati Lili disaat-saat sulitnya.
Menurut perhitungan Hari, Lili masih berusia yang labil. Jika kondisi keluarganya memanas seperti sekarang ini, jiwa Lili pasti terguncang. Inilah saat yang tepat baginya untuk masuk dalam hidupnya Lili, dengan harapan nantinya Lili akan bergantung pada dirinya bahkan akan ditaklukkan tanpa paksaan. Sepanjang perjalanan, Hari terus mengusap pipi dan lengannya Lili.
Sesampainya di rumah Lili, kondisi rumah sudah sepi, hanya Ibunya yang ada.
Ibunya memeluk Lili dan keduanya menangis. Sementara Hari duduk di teras depan, menunggu sampai para wanita ini selesai menumpahkan air mata.
"Bu, Bapak sama adik-adik kenapa harus pergi dari sini? Mereka diusir warga atau gimana?" tanya Lili.
"Mereka dibawa sama keluarga Bapak" jawab Ibunya Lili.
"Kapan datangnya kesini Bu? Kan lumayan jauh dari Ciasem Subang kesini" kata Lili yang masih bingung.
"Sebenarnya sudah seminggu yang lalu kejadiannya. Bapak langsung menelepon keluarganya. Akhirnya mereka datang dan menjemput Bapak dan anak-anak" cerita ibunya Lili.
"Ibu kenapa harus selingkuh? Sampe kaya gini kejadiannya" tanya Lili dengan polosnya.
"Terpaksa Li. Dari mana biaya pengobatan Bapak dan makan sehari-hari kalo Ibu ga jadi simpanannya Pak RW?" jawab Ibunya Lili.
"Lili kan juga cari uang buat keluarga Bu" sahut Lili.
"Li, mana cukup uang dari kamu dijaman yang sekarang lagi serba mahal ini. Ibu juga wanita normal, ingin dimanja bahkan mau merasakan kenikmatan dunia yang selama menikah ga Ibu dapatkan. Rasanya cape setiap hari garap kebun dan ngurusin Bapakmu yang lumpuh itu" ujar Ibunya Lili.
"Terus sekarang gimana Bu?" tanya Lili.
"Pak RW mau nikahin Ibu, tapi kan Ibu dalam masa iddah dan sekaligus mau urusin dulu surat cerai ke Pengadilan sama Pak RW" jawab Ibunya Lili.
"Pak RW udah punya istri Bu," lanjut Lili.
"Pak RW udah kesengsem sama Ibu, udah kadung cinta mati. Jadinya ga bisa pisah sama Ibu, istrinya juga bolehin dia nikah lagi, kan istrinya udah tua" papar Ibunya Lili.
"Ibu kaya ga nyesel udah ngelakuin ini semua?" tanya Lili dengan wajah kecewa.
"Li, kalo ada pilihan hidup enak, kenapa harus milih hidup susah?" Ibunya Lili berucap tanpa rasa bersalah.
Lili menemui Hari di teras.
"Pak, makasih udah antar saya kesini. Kalo Bapak mau pulang, silahkan" kata Lili dengan sopan.
"Kamu baik-baik Li? Terus kok rumah ini sepi?" tanya Hari.
Ibunya Lili keluar rumah.
"Ini siapa Li?" tanya Ibunya Lili.
"Kenalin Bu, ini pemilik warung tempat Lili bekerja. Pak Hari namanya. Beliau yang mengantarkan Lili pulang kesini karena kasihan Lili ga pulang pas lebaran kemarin" jawab Lili.
"Maaf Pak Hari. Kondisinya seperti ini saat datang. Silakan masuk Pak," tawar ibu Lili.
Hari masuk kedalam rumah dan Lili menawarkan segelas kopi hangat.
Ibu Lili menceritakan semuanya tanpa menyembunyikan apa pun.
"Saya titip Lili ya Pak. Saya akan pindah dari sini" kata ibu Lili.
"Mengapa pindah Bu?" tanya Hari.
"Karena rumah ini sudah tua dan tidak terurus. Tanah ini dulunya kebun kosong, saya tidak tahu siapa pemiliknya, Pak RW janji mau kasih saya rumah tinggal yang lebih layak" jawab Ibunya Lili.
"Maaf Bu.. dimana Bapaknya Lili dan adik-adiknya sekarang? Lili belum bertemu dengan mereka" kata Hari.
"Mereka ada di kampung. Lili tahu alamatnya. Sekarang terserah Lili. Kalau mau menemui Bapaknya ya silakan. Kalau ga mau pergi, ya gapapa" ucap Ibunya Lili.
Ibunya Lili keluar rumah karena sudah dijemput oleh Pak RW. Mereka akan pergi ke Pengadilan untuk memasukkan berkas-berkas yang diperlukan.
Kini hanya Lili dan Hari yang tinggal di rumah.
"Li, kita ke rumah Bapakmu yuk, Abang antar" ajak Hari.
"Jauh Pak" jawab Lili.
"Gak apa-apa Li. Sekarang telepon Bapakmu dan tanyakan kondisinya. Tanyakan juga apakah bisa kita mengunjungi mereka?" inisiatif Hari.
Lili menelepon Bapaknya dan ia kembali menangis tanpa disadarinya.
Hari mengambil tisu yang ada didalam mobil, kemudian mengusap pipinya Lili dengan lembut.
Lili merasa tidak enak saat diperlakukan seperti itu oleh Hari. Ia merasa lebih sungkan.
Hari mengusap kepala Lili dengan lembut. Rambut panjang Lili yang diikat, dilepaskan agar terurai oleh Hari.
"Pak, boleh ga Lili kesana sekarang?" tanya Lili.
"Ga usah dulu Li. Keluarga Bapak masih kesal dengan tindakan Ibumu. Bapak khawatir kalau kamu jadi sasaran. Jadi tunggu dulu sampai suasananya dingin ya" saran Bapaknya Lili.
"Tapi Lili kangen Pak. Sama Bapak dan adik-adik" ucap Lili sambil menangis lagi.
Hari kembali mengusap air matanya, bahkan memeluk Lili. Meskipun awalnya Lili menolak, lama kelamaan ia merasa nyaman didalam pelukan hangat itu.
"Kamu pulang sendiri Li?" tanya Bapaknya Lili.
"Lili diantar oleh suaminya Bu Melati. Pak Hari masih ada disini" jawab Lili.
"Boleh kamu berikan telepon ke atasanmu Li?" tanya Bapaknya Lili.
"Nanti Lili telepon lagi ya Pak. Lili tanya dulu sama beliau" kata Lili.
Lili mengakhiri panggilan itu.
"Pak, maaf .. Bapak saya ingin berbicara ... boleh?" tanya Lili dengan hati-hati.
"Tentu aja Li. Kamu ga perlu segan begitu.. biasa aja" kata Hari dengan senang hati.
"Maaf Pak. Saya merasa tidak nyaman saat dipeluk seperti ini. Saya malu dan ga enak sama Bu Melati" ucap Lili.
"Ini adalah bentuk rasa sayang Li. Saya ini kan sebaya sama Bapakmu, jadi wajar jika Abang merasa sayang sama kamu. Tetapi selain sayang, Abang juga memiliki perasaan cinta yang akan selalu Abang ungkapkan tanpa pernah bosan" kata Hari.
"Pak, ini pertama kali Lili dipeluk oleh seorang laki-laki. Bahkan Bapaknya Lili gak pernah seperti ini" ujar Lili.
"Boleh ga mulai panggil sayang ke Abang kalo lagi berduaan. Please Li.. coba deh.. bilang sayang ke Abang. I love you Lili.. Boleh ga Abang jadi pacarmu?" lanjut Hari.
Lili diam dan memandang Hari dengan rasa bingung.
"Gimana sayang? Kamu mencintai Abang juga?" tanya Hari.
Lili masih diam.
"Ga perlu dijawab sekarang. Pikirkan dahulu masak-masak. Yang penting kamu tau kalau Abang selalu siap sedia kapan saja kamu membutuhkan dukungan dan pelukan hangat seperti sekarang ini" ucap Hari lembut.
Hari kembali mengusap pipi Lili yang basah oleh air mata.
"Kamu adalah wanita tercantik yang pernah Abang temui. Abang sungguh-sungguh mencintaimu Li" ucap Hari.
Lili menutup matanya dan Hari sengaja seperti itu agar Lili berpikir ia akan menciumnya. Padahal tidak Hari lakukan.
"Telepon Bapakmu sekarang Li.. Abang mau ngomong" ingat Hari.
Lili bergegas mengambil handphonenya.
"Sayang, disini aja.. duduk dipangkuan Abang. Nanti di loudspeaker biar kamu bisa dengar" ajak Hari.
Lili mematuhi ajakan Hari. Sepertinya dia sudah masuk dalam tipu daya Hari.
Hari berbicara ringan dengan Bapaknya Lili sebagai basa-basi.
"Saya akan menjaga Lili seperti menjaga anak saya sendiri Pak" janji Hari.
"Terima kasih Pak Hari. Saya percayakan Lili pada Anda. Tolong sayangi dia, kasih nasehat jika dia ada salah. Saya percaya Anda bisa membantu untuk mendidik Lili menjadi wanita yang baik, jauh dari sifat Ibunya" kata Bapaknya Lili.
"Jadi Bapak mempercayakan Lili pada saya? benar Pak?" tanya Hari dengan sengaja menekan kata-katanya.
"Ya Pak Hari. Lili selama ini cerita kalau atasannya sangat baik. Saya tahu Anda orang yang baik. Tolong anggap Lili seperti anak sendiri ya Pak.. dia tidak mendapatkan kasih sayang dari orang tuanya termasuk dari saya" kata Bapaknya Lili lagi.
.
Hari mengajak Lili pulang ke rumahnya Melati. Sudah menjelang Maghrib dan tidak ada tanda-tanda Ibunya Lili pulang ke rumah.
🍒
Malam ini, dokter Raz menelepon Hana, tetapi panggilannya ditolak. Akhirnya beliau mengirim pesan teks.
#Bagaimana kabar hari ini? Semua baik-baik saja?# tanya dokter Raz dengan basa-basi.
#Baik# balas Hana.
#Saya besok pindah tugas di provinsi lain... capek sih tapi harus dinikmati. Apa Ummi sudah menghubungi kamu?# tanya dokter Raz lagi.
#Belum# balas Hana singkat.
#Masih sulit menerima kehadiran saya?# lanjut dokter Raz.
Sepuluh menit berlalu dan tidak ada balasan. Dokter Raz tidak melanjutkan obrolan karena menurutnya akan sia-sia saja. Ia memandangi foto di HP-nya bersama Hana, anak-anak dan orang tuanya.
"Entah kenapa, saya kembali jatuh cinta pada usia yang sudah tidak muda. Hana, semoga kita berjodoh. Cinta ini pernah ada didalam hatiku, tapi kali ini efeknya berbeda. Sulit sekali melepaskan bayanganmu Hana..." kata dokter Raz bicara sendiri.
🍄
Di kamar istirahat dokter jaga IGD, dokbar tengah memandang fotonya bersama Elsa saat di Solo.
"Ca.. (panggilan sayang dokbar ke Elsa adalah Ceca), kenapa tidak memberi kabar? ditelepon gak diangkat, dikirim chat gak dibalas, pesan di media sosial juga ga ada respon. Apa sekarang kamu ada di daerah yang gak ada sinyal? Ca.. tunggu setahun lagi ya. Saya akan berusaha mencari uang yang banyak untuk melunasi hutang di Bank. Sebulan lagi tugas mengajar kamu akan selesai. Kita bisa rutin berkomunikasi lagi... atau kamu pindah ke Jakarta Ca, mencari kerja disini agar kita semakin dekat" ucap dokbar.
Telepon di ruangan tersebut berbunyi, panggilan dari IGD.
"Dok, ada pasien di IGD" lapor perawat IGD.
🍄
"Diah, kamu ini ya, makin tua makin hot" puji Pak Handoko yang sudah terkapar tak berdaya disamping Bu Diah.
"Kan buat sayang juga... Ikut senam kegel enak kan efeknya?" ucap Bu Diah sambil tersenyum genit.
"Rasanya kaya dijepit gitu... padahal usiamu sudah hampir empat puluh lima tahun, gak kalah sama mereka yang lebih muda" puji Pak Handoko.
"Nah ya, main lagi sama yang lain rupanya?" tanya Bu Diah cemburu.
"Gak sayang, dulu saat saya masih muda. Bahkan saya gak bisa main lama sama istri sekarang ini. Apalagi istri sudah menopause, katanya gak nyaman. Saya jadi cepat keluarnya. Baru masuk eh langsung kelar. Kalo sama kamu kan bisa sekitar lima menitan" cerita Pak Handoko.
"Makanya, makan telur setengah matang dulu sebelumnya, kan selalu saya sediakan kalau datang kesini, udah gitu kita kan banyak bercumbu buat mancing hasrat" kata Bu Diah.
"Memang kamu tahu apa yang saya butuhkan" jawab Pak Handoko.
Keduanya berpelukan tanpa busana di tempat tidur. Pak Handoko memang sukanya seperti itu, melihat Bu Diah dalam kondisi tanpa apa-apa.
"Sayang, dua hari lagi, saya ulang tahun. Mau dong dibeliin gelang. Yang ini kecil banget" rayu Bu Diah sambil memperlihatkan gelangnya.
"Tenang aja, para distributor obat harus mendapatkan persetujuan dari saya untuk jadi rekanan Rumah Sakit, hari ini ada yang sudah disetujui. Pemain linen yang baru, mereka akan kerjasama penyediaan kebutuhan linen selama satu tahun. Rencananya akan mengirim uang sebagai hadiah sekitar sepuluh juta rupiah. Saya sudah memberikan nomor rekeningmu agar gak tercampur dengan urusan Rumah Sakit" ungkap Pak Handoko.
"Sayangku ini memang sangat pintar, Pak Handoko.. sang pemilik Rumah Sakit ternama" puji Bu Diah sambil mencium pipi Pak Handoko.
"Sayang, kita belum pernah liburan. Masa di kamar ini terus bercintanya .. sesekali di hotel atau tempat lain?" ajak Pak Handoko.
"Gak takut ketahuan? Saya sih mau aja, tapi Bapak yang satu ini cukup dikenal orang loh. Katanya mau main cantik... buktinya hampir tujuh tahun kita baik-baik saja. Oh ya, saya mau minta rumah atau apartemen? Sudah bosan disini" papar Bu Diah.
"Mau dimana sayang? Pilih aja. Saya memiliki empat rumah dan tiga unit apartemen. Tapi kayanya akan lebih aman di rumah susun sederhana, biar ga ada yang curiga. Kita sudah mulai diawasi sama tetangga sini" tukas Pak Handoko.
"Itu dia tetangga... senang melihat orang susah dan susah melihat orang senang" kata Bu Diah.
"Sayang, tolong pijatin dong, maklum sudah tua... baru main sebentar aja rasanya pinggang mau copot" pinta Pak Handoko.
"Iya sayangku, tapi saya pakai baju ya. Sudah tua juga...daripada masuk angin" kata Bu Diah.
"Masuk angin atau masuk yang lain?" goda Pak Handoko.
"Apa masih sanggup mengambil ronde kedua?" sahut Bu Diah.
"Mau sih, tapi rasanya gak sanggup lagi. Coba kamu goda.. biar panas lagi, ya dipancing gitu ..." pinta Pak Handoko.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 280 Episodes
Comments
novita setya
apakah pak handoko sejenis ikan..mesti dipancing dl. gmn kl dijaring..
2023-06-24
1
Eni Djulaeha
siapa nih yg btuh 🔨🔨udh nene siapin, brgkali tar ketemu dua bandot tua bwt getok palanya..biar mereka smbuh dri amnesia 🤕🤕🤕
2023-06-11
2
Eni Djulaeha
otor nih.. mancing emosi emak²
klakuan c hari makin menjadi sm lili dgn sgala tipu daya n gombalan nya.. smoga lili d selamatkan sm otor 🤗
c bandot tua yg nyebelin.. stali tiga uang sm Bu Diah 👿
Nene udh nyiapin 🔨🔨.. bwt getok pala c hari sm bandot tua biar sembuh dari amnesia..🤕🤕🤕
2023-06-11
2