"Kalau begitu, Abang nggak perlu jualan hari ini ya. Semua dagangan Abang saya borong, kita belajar di rumah saya."
Gasp
Adam terkesiap, sudah dua hari ini dagangannya selalu di borong oleh orang-orang yang tidak dia duga. Kemarin seseorang yang mengaku ayahnya, yang untungnya tidak memaksa turut membawa gerobaknya. Dan hari ini pelanggan yang membawa kesan pengalaman tak terlupakan bagi Adam yang tiba-tiba datang memborong dagangannya pula.
"Ah, eh ... jangan bercanda, Neng. Saya kan jadi seneng, eh." Adam menutup mulutnya dengan mata mengerling senang.
Sebenarnya tanpa Sarah memborong dagangannya pun Adam sudah senang dengan adanya Sarah di tempatnya. Entahlah, hawa sekitar menjadi lebih adem jika ada Sarah di sekitarnya. Mungkin perasaan itu salah, tapi Adam merasa nyaman ada di dalam kubangan kesalahan itu entah sejak kapan.
"Ya udah, ayo buruan, Bang. Saya ada acara arisan nih, dan rencananya nanti nasi goreng Abang yang buat suguhannya." Sarah melihat jamnya dengan wajah di buat gelisah, padahal itu hanya akal-akalannya saja untuk mendekati Adam dan melancarkan rencananya.
Adam menggaruk kepalanya bingung. "Tapi ... kalo bawa semua pake apa, Neng? Kayaknya kalo sama peralatannya juga nggak bakalan muat motor saya. Lha bawa nasi setermos aja kesusahan kok, hehe maklum motor tua."
Sarah mengibas tangannya di depan muka. "Udah jangan di pikirin, itu ada."
Sarah menunjuk sebuah pick up yang sudah di sewanya, sudah siap jalan di depan gerobak tersebut dengan supir yang melambai di kursi kemudi.
"Wah, niat banget ya, Neng." Adam tertawa sumbang.
"Ya udah yok, saya bantuin." Sarah mulai membantu Adam membawa peralatan yang sekiranya tak ada di rumahnya seperti wajah khusus nasi goreng dan bumbu-bumbu lainnya.
Mereka bersama-sama menaikkannya ke atas bak belakang pick up.
****
Sesampainya di rumah Sarah.
"Lololoh, ini ada apa, Sayang?" tanya Bima bingung melihat banyaknya barang yang di bawa Sarah entah dari mana.
"Aku mau arisan, ini beli nasi goreng buat jamuannya. Sekaligus Abang penjualnya," sahut Sarah ketus, dia sedang tidak ingin menjaga image di depan siapapun. Biarlah orang tua bagaimana kondisi rumah tangga dia dan Bima, sudah terlalu lelah selama ini Sarah terus menjadi tameng agar suaminya tampak seperti suami sempurna.
"Kok kamu nggak bilang sama Mas sih, Sayang?" Bima berjalan cepat mengikuti langkah Sarah yang berjalan masuk ke dalam rumah, sedangkan Adam di bantu sang supir tengah menurunkan barang-barang di teras depan.
Sarah berbalik dan menatap Bima lekat. "Selama ini ... apa kamu pernah peduli sama apa yang aku lakukan, Mas?"
Bima tercenung kikuk, hendak menjawab namun dia bingung harus berkata apa.
"Tap- tapi ... tapi kan dia laki-laki, Sayang. Apa kata orang-orang kalau kamu bawa laki-laki lain ke rumah kita?" cecar Bima seakan dia orang paling benar sedunia.
"Tcih, aku bawa laki-laki lain ke rumah kita? Dia penjual nasi gorengnya, dan kamu liat ... apa dia menginjakkan kakinya ke dalam rumah kita? Bukannya dia cuma di teras?" balas Sarah pula, dia menunjuk ke teras di mana Adam dan sang supir tengah sibuk menata barang mereka di sana.
Bima terdiam tak bisa menjawab.
"Aku masih memikirkan pandangan orang terhadap kita, Mas! Tidak seperti kamu yang seenaknya membawa perempuan masuk ke dalam rumah ini bahkan membawanya masuk ke dalam kamar kita! Dan kamu marah hanya karna aku membawa penjual nasi goreng untuk acara arisanku? Kamu ingat lagi bagaimana kemarin aku bersikap saat kamu dan perempuan itu keluar dari kamar kita? Kamu lupa? Atau perlu aku ingatkan? Sebenarnya yang lebih pantas marah itu siapa sih, Mas?" cecar Sarah lagi.
Bima mendesah kalah, dia sama sekali tak bisa menjawab perkataan istrinya yang hampir semuanya adalah benar.
"Maaf, Sayang. Mas cuma ... Mas cuma khawatir sama kamu."
Sarah berdecih. "Nggak usah bohong, aku paling tau kamu. Dan kamu ... nggak pernah sekalipun khawatir sama aku. Kalau kamu mau contoh, mungkin saat aku di rumah sakit kemarin bisa buat jalan pikiran kamu terbuka. Nggak buntu kayak sekarang."
"Tapi, Sayang ...."
"Stop, Mas. Nggak udang ngomong apa-apa lagi, aku sibuk. Dan ini bukan hari libur, bukannya harusnya kamu ke kantor?" sela Sarah marah.
Sarah berjalan cepat meninggalkan Bima menuju ke teras kembali setelah mengambil beberapa minuman dan camilan untuk di suguhkan pada Adam dan supir.
Bima mengepalkan tangannya kesal, baru kali ini harga dirinya serasa di injak-injak oleh Sarah. Padahal sejak dulu dia selalu bisa membuat Sarah ada di bawah kendalinya. Namun kini semua berbeda, Bima sendiri sampai kebingungan harus dengan cara apa lagi menaklukkan Sarah.
****
"Assalamu'alaikum, Dad." Sarah menelpon sang ayah yang tengah dalam perjalanan menuju rumahnya.
"Wa'alaikumsalam, Sweetie. Sebentar lagi kami sampai, kamu tunggu saja ya."
Suara Tuan Bryan terdengar agak bergemerisik, mungkin karna tengah berada dalam perjalanan.
"Okey, Dad. Hati-hati, Sarah menunggu," sahut Sarah lembut.
Setelah itu Sarah mematikan sambungan teleponnya dan duduk di kursi teras melihat Adam melakukan atraksi melempar-lempar nasi goreng yang ada di wajannya.
"Waahh, Sarah. Ini nemu dimana tukang nasi goreng hebat begini, nggak cuma enak tapi penjualnya juga hebat. Ganteng lagi," celetuk Bu Leha yang turut datang ke rumah Sarah dan melihat atraksi Adam.
"Iya, Bu. Hebat ya Abangnya, Sarah kemarin nggak sengaja ketemu waktu beli nasi goreng malem-malem itu, Bu. Kebetulan tinggal Abang ini yang masih buka. Eh nggak taunya enak dan malah jadi langganan," sahut Sarah apa adanya.
Sedangkan Bima yang menguping dari balik jendela ruang tamu hanya berdecih, meremehkan Adam yang menurutnya biasa saja itu.
"Dasar cari muka!" umpat Bima pelan sambil terus mengintip Adam dari balik tirai jendela.
"Bang, aku mau cicip sedikit dong," pinta Ardi yang kebetulan juga sedang libur sekolah dan memilih ikut ibunya ke rumah Sarah, sekedar main dan melihat atraksi Adam yang jarang sekali ada di kompleks perumahan mereka.
"Kasih aja seporsi buat Ardi, Bang. Ngapain sedikit, mana puas," celetuk Sarah sambil tertawa kecil.
Adam tersenyum dan mengangguk setelahnya menyendokkan lagi nasi goreng ke piring yang di pegang Ardi.
"Waahhh harumnya, makasih ya Mbak Sarah. Sering-sering ...," kekeh Ardi sambil membawa nasi goreng itu ke dekat ibunya.
Selang berapa menit kemudian tampak mobil sedan mewah milik orang tua Sarah mendekat dan membunyikan klakson dua kali.
Tin
Tin
"Dad!" seru Sarah menyambut kedatangan orang tuanya.
Bima yang tengah mengintip terkejut bukan main. "Apa? Kok orang tuanya Sarah juga dateng sih? Alamat kena kutukan ini nanti."
Bima lekas beranjak menuju kamar dan mencari-cari pakaian kerjanya untuk segera berangkat ke kantor. Padahal hari ini dia sengaja membolos karna sedang malas dan Jeni juga sedang tak menghubunginya membuat kemalasannya bertambah ratusan kali lipat. Tapi melihat pemilik perusahaan datang ke rumahnya langsung saja membuat Bima seperti terkena setrum listrik tegangan tinggi.
"Sarah, coba lihat siapa yang ikut sama Momy dan Dady." tunjuk Nyonya Ellen pada dua orang yang duduk di kursi belakang mobil mereka.
"Hum? Siapa memangnya Mom?" tanya Sarah penasaran dan langsung mendongakkan kepalanya ke dalam mobil.
"Uncle Andrew? Aunty Sonia?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 225 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
kapok Bima, OB Aja belagu lupa diri dulu cuman cuci WC, jadi mantu orkai lupa ember sm lap🤭
2025-01-23
0
keyJoe
apakah itu org tua adam?
klo iya, bakal seru nih...
2023-03-30
0