Om CEO Galak Itu Suamiku
Bruuuk!
Suara tubuh beradu terdengar cukup keras, diiringi suara barang-barang berserak di lantai.
Seorang gadis tersungkur di lantai dengan posisi kepala mendongak ke atas.
"Pencuri! Tangkap dia pak!" teriak seorang wanita pekerja di minimarket.
Seorang satpam begegas melangkah mendekati gadis yang tersungkur di lantai, membantu gadis itu berdiri, lalu memegang kedua pergelangan tangan si gadis ke belakang. Satpam tadi mendorong tubuh gadis berpakaian lusuh itu memasuki sebuah ruangan.
Sedangkan pria yang di tabrak gadis tadi, masih berdiri diam di tempatnya.
Detik kemudian, pria yang ditabrak gadis tadi tersadar. Lalu, ia berjongkok memungut beberapa buku dan alat tulis yang berserak di lantai.
"Lucu sekali kalian, gadis itu hanya mengambil sepotong roti dan beberapa alat tulis saja, tapi kalian malah memperlakukan nya seperti penjahat besar," seringai pria itu dalam hati.
Sementara itu, di ruangan tempat gadis tadi di bawa, dirinya kini di duduk kan di sebuah kursi, menghadap pada seorang pria paruh baya berkumis tebal.
Pria paruh baya berkumis tebal yang duduk di hadapan gadis itu, menggunakan kemeja putih serta dasi yang melingkar di leher hingga menjuntai ke perut buncit nya.
Sedangkan di samping kanan gadis itu, berdiri wanita yang meneriaki nya maling dan di samping kirinya berdiri satpam.
"Pak, saya minta maaf," lirih si gadis pelan, wajah nya tertunduk pasrah.
"Bawa dia ke kantor polisi sekarang!" perintah tegas pria paruh baya berkumis tebal, seraya mengibaskan satu tangan nya, menyuruh mereka keluar.
Satpam dan wanita yang berdiri di samping si gadis segera melakukan pria perut buncit. Gadis itu memberontak, mengibas lengan nya, yang di pegang satpam dan wanita yang meneriaki nya maling.
"Pak, saya mohon! Jangan bawa saya ke kantor polisi, saya mohon pak. Saya akan melakukan apa saja asal jangan bawa saya ke kantor polisi. Saya mohon pak, saya mohon," lirih gadis itu mengiba.
"Bawa dia sekarang juga!" bentak pria paruh baya itu, tanpa memperdulikan permohonan si gadis. Satpam dan si wanita pekerja segera menyeret kedua lengan si gadis keluar dari ruangan.
Ceklek
Pintu terbuka, terlihat pria tampan yang di tabarak gadis tadi berdiri di depan pintu.
"Berapa kerugian kalian?" tanya pria yang masih berdiri diambang pintu.
Pandangan pria itu tertuju pada gadis yang lengan nya di pegang oleh satpam dan seorang wanita.
"Lepas kan dia!" suara bariton pria tampan berpostur tubuh atletis itu, menatap tajam pada satpam dan wanita yang memegang lengan si gadis.
Sontak dua orang yang memegang lengan si gadis terlepas mendengar suara bariton yang menggelegar.
Si pria tampan berjalan mendekati si gadis, lalu membisik kan sesuatu padanya.
Setelah si pria tampan berbisik, gadis itu segera berjalan keluar dari ruangan, dengan kepala tertunduk.
Pria tampan menoleh, melihat gadis yang menabrak nya tadi hingga menghilang. "Sekarang katakan! Berapa kerugian kalian semuanya?" Seringai menakutkan terpancar di wajah pria tampan, di sertai kilat matanya yang tajam menatap pria buncit.
Pria buncit yang sudah berdiri, tubuh nya menggigil ketakutan.
"Tu-tuan Zidan Alvero. Ma-maafkan saya," lirih pria buncit itu terbata-bata, saat ini tubuh nya masih gemetar ketakutan.
* * *
Gadis yang menabrak Zidan tadi masih menunggu di luar mini market, karna tadi Zidan membisik kan agar menunggu.
"Om, terimakasih, karna tadi sudah menolong saya," Gadis itu membungkukan sedikit tubuh nya.
"Kenapa kau mencuri tadi?" tanya Zidan yang berdiri membelakangi nya.
"Sumpah, Om. Saya baru kali ini melakuan nya," lirih nya membela diri, bola mata nya pun sudah berkaca dengan kepala tertunduk.
"Cih, tidak usah menangis! Sudah tertangkap baru menangis. Kenapa tidak sebelum mencuri tadi kau menangis!" bentak Zidan.
Tubuh gadis itu menggelinjang kaget. "Saya lapar om,"
Zidan berbalik badan menatap gadis itu. "Semua pencuri seperti kau selalu memberikan alasan yang sama. Kau kira aku bodoh, akan percaya begitu saja alasan kau itu? Yang kau curi itu buku dan alat tulis, apa semua itu akan kau makan?"
Gadis yang sejak tadi menunduk, menggeleng pelan. "Nggak Om," sanggah nya.
"Lalu, buat apa kamu mencuri buku itu?" tanya Zidan lagi.
"I-itu karna sebentar lagi saya mau ujian, Om. Saya nggak punya perlengkapan alat tulis dan buku Om," Mata gadis itu kini sudah basah, bibir nya bergetar.
"Cih, sudah ketahuan mencuri masih mau berbohong. Ikut saya sekarang!" Zidan melangkah kan kaki nya pergi. Namun, baru bebarapa langkah, Zidan berhenti, menoleh ke belakang, melihat gadis itu yang masih berdiri diam seperti patung.
"Apa dia tuli? Heis, merepotkan sekali," gerutu Zidan dalam hati.
"Pencuri..... Kenapa kau masih berdiri di sana?" Zidan berteriak lantang. Namun, gadis itu masih diam tak bergeming.
"Heis," Dengan dada yang membusung, Zidan kembali melangkahkan kaki mendekati gadis itu.
"Apa kau tuli?" tanya Zidan yang sudah berdiri tepat di belakang gadis itu. Namun, gadis itu masih diam saja.
"Dasar pencuri!" gerutu Zidan pelan, tapi masih bisa di dengar oleh gadis itu.
Gadis itu berbalik badan menghadap Zidan yang berdiri di belakang nya. Tapi, Zidan sudah berbalik badan memunggungi gadis itu.
Gadis itu hanya menatap punggung Zidan.
"Om bilang apa tadi?" tanya nya.
Mendengar gadis itu bersuara, Zidan kembali berbalik badan. Kini mereka saling berhadapan. "Ternyata kau tidak tuli." cibir Zidan.
Gadis itu kembali menunduk, karna tak sanggup menatap kilat mata Zidan yang begitu tajam.
"Dasar pencuri!" desis Zidan.
"Saya bukan pencuri!" teriak nya kembali menangis, seraya menghentak-hentakan kaki ke tanah.
"Lalu apa kalau bukan pencuri? Ooo, atau jangan-jangan tadi itu kau hanya meminjam saja?" Zidan terus berkata sinis, seperti memang sengaja memancing emosi gadis itu.
"Nggak! Saya terpaksa melakukan nya," lirih nya mengaku, kepalanya kembali menunduk.
"Ha ha ha. Kau bilang terpaksa? Itu memang alasan yang selalu di ucapkan pencuri jika sudah tertangkap," ucap Zidan sinis.
Gadis itu hanya diam dengan kepala masih menunduk
"Kenapa kau diam?" Seperti nya Zidan memang sengaja memancing emosi gadis itu.
"Iya, saya pencuri! Puas Om sekarang?" teriak nya dengan suara serak, di sertai tangis nya yang semakin menjadi.
"Akhirnya mengaku juga kau," Mulut Zidan masih berkata sinis. Namun, senyum tipis terbit di bibirnya, senyum yang tak pernah terlihat selama ini.
"Sekarang ikut saya ke kantor polisi," Zidan sengaja ingin menggoda gadis itu.
Sontak tubuh gadis itu menegang seketika di sertai kedua mata melebar menatap Zidan.
"Ja-jangan Om. Hikz, hikz," gadis itu menutup mata nya dengan ke dua telapak tangan.
'Dasar wanita! Kenapa selalu menjadikan air mata sebagai senjata?' batin Zidan kesal.
"Diam lah!" bentak Zidan. Jujur hatinya, seperti tercubit mendengar tangis gadis itu.
Tangis gadis itu pun seketika terhenti.
"Siapa nama kau?" tanya Zidan.
Gadis itu mengangkat sedikit wajah nya kemudian menuduk lagi.
"Salsabila."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments