Herman mengedarkan pandangannya ke setiap sudut kamar, seperti sedang mencari sesuatu. netranya menangkap lemari pakaian, satu-satu nya tempat yang belum di periksanya. Tanpa berpikir panjang di buka nya lemari itu, lalu mengangkat tiap lipatan kain di dalam lemari.
"Arggg...... Sial. Dimana si Rita menyimpan uang pesangon nya?! Sudah tiap sudut d rumah ini aku periksa, tapi tetap tidak ada. Kalau bukan gara-gara anak sialan itu, harus nya aku sudah menjadi kaya raya saat ini, tidak seperti sekarang, tuan Albert malah mendesak ku untuk melunasi semua hutang hutang nya." gerutu Herman kesal.
Memang benar, saat ini tuan Albert memerintah kan anak buah nya mencari Herman, meminta lelaki itu agar segera melunasi hutang-hutangnya.
Karna tidak menemukan uang pesangon istrinya, Herman keluar dari rumah.
.
.
.
Bell sekolah berbunyi, para siswa berhamburan keluar dari kelas. Salsa mengejar Santi, yang sudah dulu berjalan ke luar kelas, tidak seperti biasa nya, sahabat nya itu akan selalu menunggu nya untuk sama-sama keluar kelas, hingga tiba di depan gerbang sekolah, baru mereka akan berpisah.
"San.... Santi....Tunggu." teriak Salsa memanggil sahabat nya, ia berlari mengejar Santi yang berjalan cepat di depannya.
"Hafh... Hafh... Hafh.... Kamu kenapa sih San? dari tadi aku teriak-teriak memanggilmu, tidak kamu dengarkan," tanya Salsa dangan nafas tersengal.
Tapi sahabat nya itu tidak menjawab, Santi terus saja berjalan.
"Santi," Salsa memegang tangan sahabat nya itu, hingga langkah Santi terhenti. Kini tubuh mereka saling berhadapan. Namun, Santi seketika memalingkan wajah nya ke samping.
"Aku tau kamu marah San. Tapi jangan seperti ini, kamu tau kan, aku nggak punya teman lain selain kamu, cuma kamu San, cuma kamu yang mau berteman dengan aku," lirih Salsa dengan netra yang berkaca.
Santi masih marah, kesal dengan Salsa, karna sahabat nya itu tidak menceritakan semua permasalahan nya, Santi merasa kecewa, merasa Salsa menyembunyikan masalah dari nya.
"Sudah lah Sa, aku harus segera pulang, ada urusan penting," balas Santi menghindar, lalu ia menepis tangan sahabatnya itu sedikit kasar.
Santi pergi meninggal kan Salsa yang masih diam berdiri.
"Maafkan aku San," gumam Salsa yang tidak tau apa-apa, menatap punggung Santi hingga menghilang dari pandangan nya.
.
.
Di luar gerbang sekolah, sudah terparkir mobil yang mengantar kan Salsa pagi tadi, juga seorang laki laki yang sama, berdiri di samping pintu mobil.
Sebenarnya Salsa ingin menghindar, jika ada pintu keluar lain selain pintu gerbang di depannya saat ini.
"Silahkan nona," pinta laki-laki yang sejak tadi berdiri di samping pintu mobil, seraya membukakan pintu.
Salsa berdiri dengan dahi yang mengernyit.
"Saya bisa pulang sendiri," sahut Salsa.
"jangan nona, tuan akan memecat saya jika tau nona pulang sendiri," lelaki yang di perintah kan menjadi sopir pribadi Salsa itu memohon.
"Salsa......Salsa..." teriak Herman memanggi, berlari mendekati Salsa.
Salsa yang hendak masuk ke dalam mobil, menghentikan langkah nya kala melihat lelaki yang berstatus sebagai ayah tirinya itu berlari mendekatinya.
"Ngapain lagi dia mencari ku?" batin Salsa tak suka.
"Sa... ibumu....Ibumu nak....Hosf.... Hosfh.... Hosh.. ucap Herman dengan nafas tersengal.
"Kenapa ibu?" tanya salsa khawatir.
"Ibu mu sakit! dia menyuruh mu pulang, dia menyesal karna sudah mengusir mu dari rumah, sekarang dia sakit, karna selalu memikirkan mu nak," tutur Herman panjang lebar dengan raut muka sedih.
Salsa yang mendengar penuturan Herman, mengurungkan niat nya, untuk pulang ke mension zidan bersama sang sopir. ia segera berlari menuju rumah Ibunya.
Salsa memang sudah terbiasa, sewaktu tinggal di rumah Rita dulu pulang-pergi berjalan kaki.
Herman menyeringai, kembali berlari mengikuti Salsa yang telah dulu berlari.
"Nona tunggu," teriak sopir yang bernama Jefri memanggil nya. Jefri masuk ke dalam mobil, mengejar Salsa.
Namun, Salsa berlari melewati jalan pintas yang sering di lewatinya, membuat Jefri kehilangan jejak.
"Dimana kamu nona, bisa mati aku kalau tuan tau" batin Jefri cemas.
.
.
.
Di tempat lain. .
Zidan baru saja mendapatkan email dari Antonio, orang kepercayaan mendiang papa nya, yang mengurus perusahan nya yang ada di Jerman. Antonio meminta Zidan datang ke Jerman, untuk menyesuaikan masalah besar yang menimpa perusahaannya.
Tok
Tok
Tok
Di luar, pintu ruangan nya di ketuk.
"Masuk." titah Zidan yang masih menatap layar laptop.
Raka masuk ke ruangan itu, dengan raut wajah cemas.
"Kebetulan sekali kau datang Raka. Aku baru saja hendak memanggil kau,"
"Ada apa Bos?" tanya Raka.
"Siap kan Jet pribadi, serta keperluan ku, untuk besok terbang ke Jerman." jawab Zidan.
"Baik bos" balas Raka.
Raka masih berdiri di ruangan itu, seperti ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa Raka, kenapa kau masih berdiri di situ, apa ada yang ingin kau sampaikan?" tanya Zidan.
"Hari ini nona Salsa tidak pulang ke mension Bos, tadi ayah tirinya datang ke sekolah, mengatakan jika Ibu nya sakit, lalu nona pergi ke rumah ibu nya," jawab Raka.
"Bukan kah aku sudah menyuruh kau, menyiap kan sopir untuk mengantar-jemputnya," bentak Zidan.
"Tadi Jefri sudah menjemputnya Bos, tapi nona Salsa lari, dan Jefri kehilangan jejak nya," balas Raka melaporkan.
"Lalu sekarang dia sekarang dimana? Apa dia di rumah Ibunya?" tanya zidan lagi.
"Tidak bos, Jefri sudah saya suruh mendatangi rumah Ibunya, tapi rumah itu kosong," jawab Raka.
"Lalu, kenapa kau masih di sini? Cari dan temukan dia sekarang," bentak Zidan diiringi pukulan keras di meja nya.
"Baik bos" balas Raka yang lansung pergi dari ruangan itu.
.
.
.
Di tempat lain, Salsa yang tadinya panik dan khawatir saat mendengar ibu nya sakit. kini terlihat cemas. Pasal nya ia tidak tahu, dimana keberadaan nya saat ini.
Saat ini ia di duduk kan di sebuah kursi dengan tangan dan kaki yang terikat, serta mata dan mulut nya tertutup dengan kain. gadis itu hanya bisa mendengar suara orang yang berbicara.
"Tunggu 30 menit lagi Man, Bos gua akan menjemput gadis ini, dan loe akan segera menerima uang nya," kata seseorang di ruangan itu.
"Baiklah lah" balas suara laki laki yang Salsa kenali itu sebagai suami Ibu nya.
"tadi dia bilang ibu sakit karna memikirkan ku. Tapi, kenapa dia membawa ku kesini? tempat apa ini? Kenapa mata ku di tutup nya? Apa dia membohongi ku? Ya Allah kenapa aku mudah sekali percaya dengan manusia seperti dia," Salsa merutuk dalam hati.
Sedangkan Raka mengerahkan beberapa anak buah nya mencari Salsa. Bagi nya tidak lah sulit untuk menemukan Salsa, karna menurut Jefri, Salsa tidak naik kendaraan.
Raka meminta izin melihat CCTV di setiap rumah warga atau kanto dan toko yang Salsa dan Herman lewati. Kini ia telah menemukan keberadaan Salsa.
"Masuk, dan jangan biarkan satu pun orang keluar dari rumah ini," perintah Raka pada anak buahnya, saat sudah berada di depan sebuah bangunan.
Prakkk
Tanpa menunggu aba-aba lagi, pintu itu sudah roboh di tendang anak buah Raka. Mereka lansung masuk ke dalam. tidak berapa lama, tiga orang laki laki sudah di bawa keluar oleh para anak buah Raka, ke dua tangan mereka di pegang dari arah belakang.
"Lepaskan. Siapa kalian, mau apa kalian brengsek." cerca salah satu orang itu
Raka tidak memperdulikan orang-orang itu, ia segera masuk ke dalam bangunan bercat kuning itu, membuka satu dari tiga kamar yang masih tertutup.
Ceklek
pintu itu terbuka.
"Ufgh........ Ufgh....... Ufgh....... ," hanya suara itu yang keluar dari mulut Salsa karna mulutnya di ikat kain. ia juga menghentak-hentakkan tubuh nya di kursi.
"Nona, apa kamu baik-baik saja?" tanya Raka yang lansung mendekat ke arah salsa.
"Ufgh..... Ufgh....," racau Salsa tidak jelas.
"Tenang lah nona," ujar Raka lalu membuka semua ikatan di tubuh salsa.
Salsa lansung berhambur memeluk Raka, isak tangis nya pun seketika pecah.
"Lepaskan nona, jangan seperti ini, jika Bos Zidan tau, saya bisa mati," Raka berusaha melerai pelukan Salsa.
"Abang......hikz....hikz," Salsa terisak tangan nya masih memeluk Raka.
"Sudah nona, tolong lepaskan lah tangan mu ini, saya tidak ingin mati di tangan Bos Zidan"
"Terimakasih, Abang sudah menyelamatkan aku" lirih Salsa setelah melerai pelukannya. Salsa juga menghapus air mata nya.
"Saya hanya menjalankan perintah saja nona, berterima kasih lah pada Bos Zidan," seru Raka seraya berjalan keluar dari ruangan itu, Salsa mengikutinya di belakang.
Salsa menatap tajam Herman, ketika berjalan melewati nya.
"Jefri..." panggil Raka.
"Iya tuan," balas Jefri sedikit berlari mendekati Raka.
"Antar kan nona Salsa ke mension sekarang!" titah Raka.
"Baik tuan," balas Jefri.
"Mari nona," ajak Jefri.
Salsa pun mengikuti Jefri.
Bugh
Bagh
Pukulan keras dari Raka, mendarat di wajah Herman hingga kepalanya terhuyung kesamping serta mengeluarkan cairan merah di sudut bibirnya. .
Raka menepuk-nepuk kan kedua telapak tangannya, setelah memukul wajah Herman, seperti tangan nya terkena kotoran yang begitu menjijikan.
"Beri mereka pelajaran, agar mereka tidak lupa dengan kita," titah Raka pada anak buah nya, kemudian meninggalkan tempat itu.
"Baik tuan," balas mereka dengan senang hati.
Bugh
Bagh
Bugh
Bagh
Herman dan dua temannya di hajar habis habisan oleh anak buah Raka, hingga mereka babak belur.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments