NovelToon NovelToon

Om CEO Galak Itu Suamiku

Awal pertemuan

Bruuuk!

Suara tubuh beradu terdengar cukup keras, diiringi suara barang-barang berserak di lantai.

Seorang gadis tersungkur di lantai dengan posisi kepala mendongak ke atas.

"Pencuri! Tangkap dia pak!" teriak seorang wanita pekerja di minimarket.

Seorang satpam begegas melangkah mendekati gadis yang tersungkur di lantai, membantu gadis itu berdiri, lalu memegang kedua pergelangan tangan si gadis ke belakang. Satpam tadi mendorong tubuh gadis berpakaian lusuh itu memasuki sebuah ruangan.

Sedangkan pria yang di tabrak gadis tadi, masih berdiri diam di tempatnya.

Detik kemudian, pria yang ditabrak gadis tadi tersadar. Lalu, ia berjongkok memungut beberapa buku dan alat tulis yang berserak di lantai.

"Lucu sekali kalian, gadis itu hanya mengambil sepotong roti dan beberapa alat tulis saja, tapi kalian malah memperlakukan nya seperti penjahat besar," seringai pria itu dalam hati.

Sementara itu, di ruangan tempat gadis tadi di bawa, dirinya kini di duduk kan di sebuah kursi, menghadap pada seorang pria paruh baya berkumis tebal.

Pria paruh baya berkumis tebal yang duduk di hadapan gadis itu, menggunakan kemeja putih serta dasi yang melingkar di leher hingga menjuntai ke perut buncit nya.

Sedangkan di samping kanan gadis itu, berdiri wanita yang meneriaki nya maling dan di samping kirinya berdiri satpam.

"Pak, saya minta maaf," lirih si gadis pelan, wajah nya tertunduk pasrah.

"Bawa dia ke kantor polisi sekarang!" perintah tegas pria paruh baya berkumis tebal, seraya mengibaskan satu tangan nya, menyuruh mereka keluar.

Satpam dan wanita yang berdiri di samping si gadis segera melakukan pria perut buncit. Gadis itu memberontak, mengibas lengan nya, yang di pegang satpam dan wanita yang meneriaki nya maling.

"Pak, saya mohon! Jangan bawa saya ke kantor polisi, saya mohon pak. Saya akan melakukan apa saja asal jangan bawa saya ke kantor polisi. Saya mohon pak, saya mohon," lirih gadis itu mengiba.

"Bawa dia sekarang juga!" bentak pria paruh baya itu, tanpa memperdulikan permohonan si gadis. Satpam dan si wanita pekerja segera menyeret kedua lengan si gadis keluar dari ruangan.

Ceklek

Pintu terbuka, terlihat pria tampan yang di tabarak gadis tadi berdiri di depan pintu.

"Berapa kerugian kalian?" tanya pria yang masih berdiri diambang pintu.

Pandangan pria itu tertuju pada gadis yang lengan nya di pegang oleh satpam dan seorang wanita.

"Lepas kan dia!" suara bariton pria tampan berpostur tubuh atletis itu, menatap tajam pada satpam dan wanita yang memegang lengan si gadis.

Sontak dua orang yang memegang lengan si gadis terlepas mendengar suara bariton yang menggelegar.

Si pria tampan berjalan mendekati si gadis, lalu membisik kan sesuatu padanya.

Setelah si pria tampan berbisik, gadis itu segera berjalan keluar dari ruangan, dengan kepala tertunduk.

Pria tampan menoleh, melihat gadis yang menabrak nya tadi hingga menghilang. "Sekarang katakan! Berapa kerugian kalian semuanya?" Seringai menakutkan terpancar di wajah pria tampan, di sertai kilat matanya yang tajam menatap pria buncit.

Pria buncit yang sudah berdiri, tubuh nya menggigil ketakutan.

"Tu-tuan Zidan Alvero. Ma-maafkan saya," lirih pria buncit itu terbata-bata, saat ini tubuh nya masih gemetar ketakutan.

* * *

Gadis yang menabrak Zidan tadi masih menunggu di luar mini market, karna tadi Zidan membisik kan agar menunggu.

"Om, terimakasih, karna tadi sudah menolong saya," Gadis itu membungkukan sedikit tubuh nya.

"Kenapa kau mencuri tadi?" tanya Zidan yang berdiri membelakangi nya.

"Sumpah, Om. Saya baru kali ini melakuan nya," lirih nya membela diri, bola mata nya pun sudah berkaca dengan kepala tertunduk.

"Cih, tidak usah menangis! Sudah tertangkap baru menangis. Kenapa tidak sebelum mencuri tadi kau menangis!" bentak Zidan.

Tubuh gadis itu menggelinjang kaget. "Saya lapar om,"

Zidan berbalik badan menatap gadis itu. "Semua pencuri seperti kau selalu memberikan alasan yang sama. Kau kira aku bodoh, akan percaya begitu saja alasan kau itu? Yang kau curi itu buku dan alat tulis, apa semua itu akan kau makan?"

Gadis yang sejak tadi menunduk, menggeleng pelan. "Nggak Om," sanggah nya.

"Lalu, buat apa kamu mencuri buku itu?" tanya Zidan lagi.

"I-itu karna sebentar lagi saya mau ujian, Om. Saya nggak punya perlengkapan alat tulis dan buku Om," Mata gadis itu kini sudah basah, bibir nya bergetar.

"Cih, sudah ketahuan mencuri masih mau berbohong. Ikut saya sekarang!" Zidan melangkah kan kaki nya pergi. Namun, baru bebarapa langkah, Zidan berhenti, menoleh ke belakang, melihat gadis itu yang masih berdiri diam seperti patung.

"Apa dia tuli? Heis, merepotkan sekali," gerutu Zidan dalam hati.

"Pencuri..... Kenapa kau masih berdiri di sana?" Zidan berteriak lantang. Namun, gadis itu masih diam tak bergeming.

"Heis," Dengan dada yang membusung, Zidan kembali melangkahkan kaki mendekati gadis itu.

"Apa kau tuli?" tanya Zidan yang sudah berdiri tepat di belakang gadis itu. Namun, gadis itu masih diam saja.

"Dasar pencuri!" gerutu Zidan pelan, tapi masih bisa di dengar oleh gadis itu.

Gadis itu berbalik badan menghadap Zidan yang berdiri di belakang nya. Tapi, Zidan sudah berbalik badan memunggungi gadis itu.

Gadis itu hanya menatap punggung Zidan.

"Om bilang apa tadi?" tanya nya.

Mendengar gadis itu bersuara, Zidan kembali berbalik badan. Kini mereka saling berhadapan. "Ternyata kau tidak tuli." cibir Zidan.

Gadis itu kembali menunduk, karna tak sanggup menatap kilat mata Zidan yang begitu tajam.

"Dasar pencuri!" desis Zidan.

"Saya bukan pencuri!" teriak nya kembali menangis, seraya menghentak-hentakan kaki ke tanah.

"Lalu apa kalau bukan pencuri? Ooo, atau jangan-jangan tadi itu kau hanya meminjam saja?" Zidan terus berkata sinis, seperti memang sengaja memancing emosi gadis itu.

"Nggak! Saya terpaksa melakukan nya," lirih nya mengaku, kepalanya kembali menunduk.

"Ha ha ha. Kau bilang terpaksa? Itu memang alasan yang selalu di ucapkan pencuri jika sudah tertangkap," ucap Zidan sinis.

Gadis itu hanya diam dengan kepala masih menunduk

"Kenapa kau diam?" Seperti nya Zidan memang sengaja memancing emosi gadis itu.

"Iya, saya pencuri! Puas Om sekarang?" teriak nya dengan suara serak, di sertai tangis nya yang semakin menjadi.

"Akhirnya mengaku juga kau," Mulut Zidan masih berkata sinis. Namun, senyum tipis terbit di bibirnya, senyum yang tak pernah terlihat selama ini.

"Sekarang ikut saya ke kantor polisi," Zidan sengaja ingin menggoda gadis itu.

Sontak tubuh gadis itu menegang seketika di sertai kedua mata melebar menatap Zidan.

"Ja-jangan Om. Hikz, hikz," gadis itu menutup mata nya dengan ke dua telapak tangan.

'Dasar wanita! Kenapa selalu menjadikan air mata sebagai senjata?' batin Zidan kesal.

"Diam lah!" bentak Zidan. Jujur hatinya, seperti tercubit mendengar tangis gadis itu.

Tangis gadis itu pun seketika terhenti.

"Siapa nama kau?" tanya Zidan.

Gadis itu mengangkat sedikit wajah nya kemudian menuduk lagi.

"Salsabila."

Di Ancam lapor polisi

"Om, nggak akan membawa saya ke kantor polisi, kan," lirih Salsa memohon di sertai kepala yang masih menunduk.

"Baiklah, saya tidak akan membawa kau kekantor polisi, tapi-"

"Tapi apa Om?" potong Salsa cepat.

"Kau harus mengganti semua uang yang telah saya keluar kan sebagai uang jaminan tadi," Zidan tersenyum tipis. Namun, tidak dengan Salsa, tubuh gadis itu seketika menegang mendengar Zidan meminta ganti rugi padanya.

Bagaimana bisa dirinya mengganti uang yang di minta pria dingin yang berdiri di hadapannya ini. Sedangkan saat ini saja, ia tidak mempunyai uang sepersen pun.

"Bagaimana?" tanya Zidan lagi.

"Be-berapa Om?"

"Sepuluh juta saja," ucap Zidan santai, lalu berbalik badan membelakangi Salsa.

"Se-sepuluh juta!"

Kedua bola mata Salsa membola sempurna. Keget. tentu dirinya kaget mendengar nominal uang sebanyak itu, karna menurutnya barang yang tidak jadi diambil nya mungkin hanya senilai lima puluh ribu.

Zidan kembali berbalik badan.

"Ehh, kau kira mereka mau menerima ganti seharga barang yang kau ambil." Zidan mendengus kesal. Dirinya seperti mengetahui apa yang gadis itu pikirkan.

"Ta-tapi, kan barang nya nggak jadi saya ambil Om." Salsa memberanikan menjawab dengan kepala menunduk.

"Ya sudah, kalau kau tidak mau menggantinya, saya akan bawa kau ke tempat tadi, biar orang tadi yang membawa kau ke kantor polisi," Lalu, Zidan mencengkram pergelangan tangan Salsa.

"Lepas Om, iya saya akan ganti," Salsa memberontak.

Zidan pun melepaskan cengkraman tangan nya di pergelangan tangan Salsa.

"Mana," Zidan menampung satu tangan nya.

Salsa kembali menunduk. "Sekarang saya belum ada uang Om. Tapi saya janji akan mengganti semua nya kalau sudah ada uang,," ucap Salsa penuh keyakinan, meski semua itu mustahil baginya.

"Baiklah," Zidan mengangguk setuju.

Salsa bernafas lega. "Apa sekarang saya sudah boleh pergi Om?" tanya nya kemudian.

"Pergi, kemana?" Zidan pun bertanya dangan kedua alis bertaut.

"Ya, cari uang lah, kan Om minta uang buat ganti rugi?" Salsa mendengus sebal meski dengan wajah masih menunduk.

"Eh! Kau kira saya akan percaya begitu saja! Siapa yang menjamin kalau kau tidak akan kabur?"

"Nggak Om, saya janji nggak akan kabur, secepatnya saya akan menggantinya," Salsa berusaha meyakinkan, meski dirinya tidak yakin akan mendapatkan uang sebanyak itu dalam waktu singkat. .

"Siapa yang akan percaya dengan kau! Dasar pencuri!" Zidan berdecih.

"Saya bukan pencuri!" Salsa menjerit, lalu berbalik badan membelakangi Zidan.

Zidan tersenyum tipis.

'Hmh. Lucu juga gadis kecil ini, apalagi kalau dia sadang marah. Ah sial! Apa yang aku pikir kan?' Zidan menggelengkan kepalanya menepis kan pikiran yang barusan melintas.

"Ikut saya," Zidan mengayun kan langkah. Tapi, baru beberapa langkah, ia kembali berhenti, menoleh ke kebelakang melihat Salsa yang masih berdiri diam.

"Kenapa kau masih diam?"

"Om mau bawa saya kemana?" lirih Salsa bertanya.

"Ke kantor polisi!"

Salsa tersentak, 'Oh Tuhan! Bagaimana ini, gimana kalau dia benar-benar membawa ku ke kantor polisi,' batin Salsa ketakutan

"Nggak mau! Saya kan sudah janji akan mengganti uang, Om," Lalu, Salsa berbalik badan melangkahkan kaki nya pergi.

"Pergi saja kau, saya akan telepon polisi sekarang," Zidan berteriak seraya mengeluarkan ponsel nya dari dalam kantong celana.

Salsa menoleh pada Zidan yang sudah mendekatkan ponsel ke telinga. Detik itu juga Salsa berlari untuk menghentikan.

"Jangan Om!" pekik Salsa, kedua tangannya merebut ponsel di tangan Zidan.

Traaak...

Ponsel itu jatuh ke lantai.

Tubuh Salsa menegang, menatap ponsel yang sekarang sudah berada di lantai dalam kondisi pecah.

Tubuh Salsa semakin gemetar ketakutan, dirinya yakin itu pasti benda mahal. Bagaimana bisa dia mengganti ponsel itu?

"Arrrrgh!" Zidan menggeram kesal, menatap tajam gadis yang berdiri menunduk sambil meremas jemari tangan.

"Ma- maaf kan saya Om," lirih nya menyesal, kepala nya masih menunduk, takut melihat wajah Zidan.

Zidan mengambil ponsel nya, lalu melangkah pergi meninggal kan Salsa. .

Salsa yang merasa bersalah, kini mengekori Zidan.

'Akhir nya kau mengikuti ku juga gadis nakal," batin Zidan ketika mengetahui Salsa mengikutinya.

Zidan menghentikan langkah, tepat di depan sebuah mobil sport mewah yang terparkir. Lalu ia menoleh kebelakang, melihat Salsa yang berdiri tidak jauh darinya. Zidan membuka pintu sebelah kiri mobil lamborghini veneno milik nya.

"Masuk!" perintah Zidan tanpa menoleh pada Salsa yang berdiri di belakang.

Namun, Salsa masih berdiri diam dengan kepala menunduk.

"Masuk atau saya telepon polisi sekarang!"

Mendengar ancaman Zidan, gegas Salsa berlari kecil tanpa mengangkat kepalanya yang masih menunduk. Ia masuk ke dalam mobil sport yang pintu nya sudah di buka kan Zidan.

Zidan menutup kembali pintu mobilnya, setelah memastikan, posisi duduk Salsa sudah nyaman.

Kemudian Zidan berjalan ke pintu kemudi, duduk dan segera melajukan mobil sport mewah nya membelah jalan Ibu kota.

'Kemana aku harus membawa gadis ini? Apa aku antarkan saja dia pulang kerumah nya? Ah, aku sampai lupa, dia kan tadi mengambil satu roti. Apa saat ini dia lapar?' batin Zidan.

Zidan terus memacu mobil sport nya dan berhenti di parkiran sebuah restoran mewah terkenal. Kemudian ia keluar dari dalam mobil, berjalan menuju ke dalam restoran.

Langkah Zidan kembali terhenti, saat teringat gadis yang bersamanya masih berada di dalam mobil.

'Merepotkan sekali gadis itu. Kenapa dia belum juga keluar?" decak Zidan, lalu kembali ke mobil nya.

"Pencuri! Tidak bisa kah kau turun dari mobil," Zidan berkata sambil mengetuk pintu kaca mobilnya.

Salsa hanya diam saja, ia tetap duduk seperti tidak mendengarkan apa-apa.

'Dasar orang aneh, apa dia tidak tau kalau aku tidak bisa membuka pintu mobilnya yang sama aneh ini. Mobil dan yang punya sama-sama aneh,' Salsa menggerutu kesal.

Zidan baru menyadari, pintu mobilnya kan memang berbeda.

'Baru kali ini aku membuka kan pintu mobil untuk orang lain." Zidan menggerutu sendiri sembari membuka pintu mobil nya.

Setelah pintu terbuka Salsa segera keluar dari dalam mobil.

Zidan kembali berjalan masuk ke dalam restoran.

'Dasar orang aneh, untuk apa dia membawa ku ke tempat seperti ini,' batin Salsa dalam hati, kepalanya mendongak ke atas melihat tinggi bangunan yang ada di depannya.

Zidan yang sudah menghentikan langkah, berdiri di depan Salsa, dengan kedua tangan berada di dalam saku celana.

Salsa kembali menunduk ketika mata nya melihat Zidan yang berdiri di depannya.

"Sampai kapan kau akan berdiri di sana?" tanya Zidan.

Tapi, Salsa seperti tidak mendengarkan ucapannya, ia masih saja berdiri diam.

"Gadis kecil ini kalau tidak di paksa, pasti akan berdiri di sana sampai pagi,' Zidan menggerutu kesal.

"Baiklah, saya akan telepon polisi sekarang,"

Mungkin dirinya akan selalu menggunakan kata-kata itu agar gadis itu mau menurutinya.

Terbukti, mendengar ucapan Zidan akan menelpon polisi. Salsa buru-buru melangkah mendekati Zidan.

Zidan yang melihat nya hanya tersenyum kecil lalu berjalan masuk ke dalam restoran.

'Iiih, menyebalkan sekali orang tua ini!' gerutu Salsa dalam hati.

3.Makan di restoran

Zidan melangkah masuk ke dalam restoran mewah itu. para pelayan menyapanya dengan senyum ramah.

"Silahkan tuan," sapa salah satu pelayan wanita restoran itu dengan ramah.

Pelayan itu membawa Zidan ke pintu lift. Menekan tombol yang ada di samping lift, tidak lama pintu lift pun terbuka. pelayan mempersilahkan zidan masuk ke dalam lift.

"Silahkan tuan," ucap pelayan itu mempersilahkan zidan masuk ke dalam lift.

Zidan menoleh ke arah Salsa gadis yang sejak tadi bersama nya. Salsa hanya berdiri tidak jauh dari pintu dengan wajah menunduk.

"Hei batu......" teriak Zidan, Salsa mengangkat wajah  nya melihat Zidan.

'Ish, apa? dia bilang aku batu.'  batin Salsa dalam hati.

Zidan melihat pelayan yang berdiri di samping nya.

"Bawa dia kemari," titah Zidan pada pelayan yang berdiri di sampingnya. Pelayan itu pun menuruti perintah zidan, berjalan mendekati Salsa.

"Mari Nona," ucap pelayan sambil mengulurkan tangan nya kedepan.

Salsa mengikuti pelayan itu, ia lansung masuk ke dalam lift yang pintu nya sudah terbuka.

Setelah Salsa masuk, Zidan dan pelayan itu pun ikut masuk. Pelayan itu kemudian menekan salah satu angka di samping pintu. Kotak besi itu pun bergerak ke atas.

Setelah sampai di puncak tertinggi bangunan itu, pintu lift terbuka, mereka pun keluar.

Pelayan membawa mereka ke meja khusus untuk tamu VIP, lalu mempersilahkan Zidan dan Salsa duduk di sana.

Dari tempat duduk nya, Salsa bisa memandang bebas keindahan kota di malam itu,menatap kelap kelip lampu yang menerangi malam.

'Wah, ini sangat Indah sekali,'

sorak Salsa dalam hati, mata nya tak berkedip memandang kelap-kelip lampu dari puncak lantai tertinggi gedung restoran.

"Silahkan nona," ujar pelayan seraya menyerahkan padanya buku menu. Salsa mangambil buku itu, lalu meletakkan nya kembali di meja.

"Nona pesan apa?" tanya pelayan bersiap menulis di kertas catatan nya.

Salsa menoleh ke arah pelayan yang berdiri di sampingnya.

"Saya nggak pesan apa-apa Kak," ucap Salsa tersenyum kikuk.

Pelayan itu menatap Salsa heran. Namun Salsa tidak memperdulikan, ia mengalihkan pandangan nya ke balik kaca, melihat pemandangan kota yang tak pernah ia lihat sebelumnya.

"Eh, batu. Apa kau tidak suka makanan di sini?" tanya Zidan, yang sejak tadi memperhatikan nya.

"Nggak, saya ngggak ada bilang nggak suka," jawab Salsa di sertai gelengan kepala.

"Kalau tidak suka, kenapa kau tidak pesan makanannya?" tanya Zidan dengan kedua alis bertaut.

"Sa-saya kenyang Om," jawab Salsa berbohong.

"Eiz....." Zidan berdecak kesal, tangan nya masih memegang buku menu restoran.

Kemudian Zidan menoleh melihat pelayan. ia menggerakkan satu telunjuk nya, memberi kode pada pelayan itu agar mendekat pada nya.

"Kau bawa semua menu yang ada di restoran ini,"  bisik Zidan di telinga pelayan itu.

Setelah itu Zidan mengeluarkan ponsel nya dari saku celana, dan menelepon seseorang.

"Datang ke restoran xxx sekarang," ucap Zidan lalu mengakhiri panggilan telepon nya.

Salsa tidak menoleh sedikit pun pada Zidan, mata nya tengah asyik melihat pemandangan yang ada di hadapan nya. Pemandangan yang pelum pernah ia lihat sebelum nya.

Tidak berselang lama, dua orang pelayan restoran itu datang, mendorong sebuah meja troli, yang penuh berisi makanan.

Kemudian 2 pelayan itu menata piring-piring yang berisi makanan di atas meja. Meja yang cukup lebar itu terlihat terlalu kecil karna tampak sempit terisi penuh dengan piring-piring yang berisi makanan dibawa pelayan.

"Kalian pergilah," perintah zidan pada kedua pelayan itu.

"Silahkan di nikmati makanan nya Tuan, Nona," ucap pelayan itu kemudian berlalu pergi.

Zidan melihat Salsa yang sejak tadi matanya tidak lepas menatap piring-piring yang berisi makanan yang terhidang di meja. Bibir gadis itu terlihat bergerak seperti sedang mengunyah makanan.

Zidan kemudian memposisikan serbetnya di leher, mengambil pisau dan garpu, dan mulai memotong-motong kecil daging di dalam piring nya. Ia sesekali melihat Salsa yang masih duduk diam, sambil meringis memegang perut nya.

"Apa kau bisa kenyang jika hanya melihat makanan itu," ucap Zidan sinis, seraya menyuap sepotong daging ke mulutnya.

Salsa menggeleng lemah lalu menyilangkan kedua tangannya di dada. Wajah ia palingkan dari tumpukan makanan yang sejak tadi sudah membuat cacing cacing di perutnya meronta ronta.

Zidan tersenyum kecil.

'Is, dasar manusia sombong, serakah, bisa bisa nya dia  makan sendiri, tanpa menawari ku, ufh." gerutu Salsa sambil memegang perutnya yang semakin terasa perih.

Salsa sudah tidak tahan lagi dengan rengekan cacing-cacing didalam perutnya. Setelah menghela nafas panjang, ia memberanikan diri nya bersuara.

"Om......" ucap Salsa pelan.

Zidan menaikan satu alisnya, menatap gadis yang duduk di depannya.

Salsa diam, ia malu untuk melanjutkan kembali kata-kata nya.

"Om, boleh nggak saya minta itu," ucap Salsa menunjuk salah satu piring yang berisi makanan di dekatnya.

"Ambil lah yang mana kau suka, anggaplah semua makanan di sini punya kau, jadi makan lah semua nya," ucap Zidan.

"Be-benaran Om, semua ini buat saya?" tanya Salsa meyakinkan.

"Iya." jawab Zidan.

Tanpa basa-basi lagi Salsa lansung meraih satu piring makanan di depannya, yang sejak tadi sudah membuat air liur nya menetes.

"Pelan saja kau makan nya, tidak ada orang di sini yang akan meminta," ucap Zidan sinis.

"Saya sangat lapar Om," ucap Salsa yang terus saja menyantap makanan di piringnya

***

Flashback siang tadi di rumah Salsa.

Salsa yang baru saja pulang sekolah. Setelah mengganti seragam sekolah, ia pergi ke dapur membuka tudung saji yang ternyata kosong.

Kemudian Salsa mengambil satu mie instan di atas meja dapur. Ia juga mengambil sabiji bawang, serta lima biji cabe rawit. Kini salsa tengah asyik menumis bawang di penggorengan, mengaduk-aduk dengan sendok di tangannya.

Tiba tiba dari arah belakang. sebuah tangan yang melingkar di perut nya. Sontak tubuh Salsa menolak berontak, ia menoleh kan wajahnya kebelakang, Tubuh nya seketika gemetar saat melihat orang yang ada di belakang nya.

"Lepas..!" teriak Salsa berusaha melepaskan tangan yang memeluk tubuh nya itu.

"Ssssssssssst,,,,,,." bisik suara yang memeluk tubuh Salsa.

"Lepaskan..!" Teriak Salsa yang terus memberontak.

"Teriak lah yang keras, jika kau ingin Ibu mu mati," bisik nya di telinga Salsa.

"Kau!!!" bentak Salsa mengetahui siapa orang itu. Ya, dia adalah Herman, Ayah tiri nya.

"Tenang lah sayang," ucap Herman.

"Cuih,,,!" Salsa meludahi wajah Herman, lalu ia menghentak kan satu kaki nya menginjak kaki Herman.

Akhir nya tangan Herman yang melingkar pinggang Salsa terlepas. Salsa lalu meraih pisau yang ia gunakan tadi untuk mengupas dan memotong bawang. Ia mengacungkan pisau itu pada Herman. Tapi, Herman mencoba merebut paksa pisau yang ada di tangan Salsa hingga secara tidak sengaja pisau itu mengenai lengan Herman.

Sreeet.

Pisau itu menggores lengan Herman. Salsa lalu berlari masuk ke kamarnya. Ia menutup pintu kamar dan mengunci nya. Ia juga menahan pintu itu dengan badannya.

Dor

Dor

Dor

"Salsa buka. buka pintunya!" teriak Herman dari luar kamar.

Salsa diam menahan pintu itu dengan tubuh yang sudah gemetar. Ia menangis ketakutan, di rumahnya saat ini tidak ada siapa-siapa.

Kini sudah tidak terdengar lagi suara Herman berteriak dan menggedor pintu dari luar.

Salsa kemudian melangkah pelan ke ranjangnya. Perlahan ia duduk di sudut ranjang, dengan memeluk kedua lutut nya. Rasa takutnya belum hilang, kini rasa lapar datang lagi.

Akhir nya Salsa tertidur di kamar itu, dengan rasa lelah, takut, dan lapar.

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!