Maaf guys untuk nama panggilan kakeknya Gara, Ibrahim... author salah sebut nama panggilan depannya 😍bukan ustad ya melainkan Kiyai.
...****...
Dalam sekali lihat, Gara langsung tau bahwa gadis berseragam putih abu ini adalah gadis yang bertemu tadi malam dengannya di jalanan. Gadis yang membuatnya kehilangan motor karena hampir menabraknya.
Kedua netra mereka bertemu cukup lama, mata berwarna hitam pekat dan coklat muda itu saling menatap sama satu sama lain.
"Lo? Si kerudung pink!" sentak Gara dengan tatapan nyalang pada Najwa. Ia bahkan mendorong Najwa dengan kasar sampai gadis itu jatuh ke selokan kecil yang ada disana.
Najwa sempat terkejut dengan sikap Gara yang dinilai tidak gentleman dan mendorongnya sampai jatuh. Lihat saja, rok abu-abunya sobek dan sepatunya juga basah karena jatuh ke selokan.
"Astagfirullahaladzim! Kamu teh keterlaluan pisan! Kenapa pake dorong-dorong saya?" tanya Najwa dengan suara yang meninggi. Tapi Gara tidak memedulikan Najwa yang marah-marah padanya, ia malah berdiri sendiri tanpa membantu Najwa.
"Sial! Punggung gue sakit! Emang ya, sejak ketemu lo bawaannya sial mulu," ujar Gara yang kini sudah berdiri dihadapannya Najwa. Dia melihat Najwa dari atas sampai ke bawah.
'Oh, jadi dia anak SMA? Cantik juga' Pikir Gara dalam hatinya.
"Om bilang apa?!" Najwa mendongak dan menunjukkan kemarahannya pada Gara.
Gara menatap sinis pada Najwa. "Tadi bapak, seorang manggilnya om. Gak konsisten banget Lo! Dasar bocil."
"Maaf saya gak sengaja nabrak om barusan, tapi om gak usah marah-marah juga kali. Tadi malam om juga hampir nabrak saya kan?" Najwa mengambil sepedanya yang terjatuh di selokan.
Gara sama sekali tidak mempedulikan Najwa bicara apa, matanya fokus mengedar ke sekeliling seperti mencari sesuatu. Ada beberapa mata yang memperhatikannya dengan tatapan terpesona, ada lagi yang menatapnya tajam. Akan tetapi, Gara tidak mempertahankan mereka semua. "Om? Apa om denger saya?" tanya Najwa dengan kening berkerut.
"Lo pasti tau kan dimana rumah ustadz Sholeh atau kiyai Hasanuddin?" tanya Gara seraya menatap Najwa.
"Iya, ustadz sholeh adalah--kyaakk!!" Najwa berteriak kaget sebab Gara tiba-tiba saja memegang pergelangan tangannya dan menariknya pergi dari sana. Meninggalkan sepedanya disana.
"Anter gue kesana. Anggap aja sebagai balasan karena lo udah nabrak gue pake sepeda lo!" seru Gara yang masih memegang tangan Najwa.
"Ta-tapi...kita bukan muhrim, om gak boleh pegang-pegang saya om!" teriak Najwa kesal karena Gara mencengkram pergelangan tangannya dengan kuat.
"Tunjukkin jalannya, jangan bawel!" sentak Gara pada gadis itu. Najwa pun berjalan dengan diseret oleh Gara, mereka tak luput dari pandangan orang-orang di pesantren. Najwa kesal karena pria ini berbuat seenaknya kepadanya, lihat saja kalau sudah bertemu dengan Abinya. Ia akan mengadukan semua kelakuan Gara. Najwa berusaha menahan kesalnya, ia ingin ini bulan suci Ramadan. Kalau dia marah-marah yang ada pahala puasanya malah hilang atau berkurang.
Akhirnya mereka pun sampai didepan rumah ustad Sholeh yang masih berada di lingkungan pesantren itu, namun terletak di paling ujung asrama santriwati.
"Ini rumah ustadz Sholeh, jadi lepasin saya om!" perintah Najwa kesal.
"Temenin gue ke dalem," kata pria itu datar.
"A-apa?" Najwa dibuat terperangah dengan ucapan Gara padanya. Ia pun kehilangan kesabaran lalu menginjak kaki Gara dengan sepatunya, cukup keras.
"Ack!! DAMNN!!" pekik Gara yang akhirnya tanpa sengaja melepaskan tangan Najwa dari genggamannya.
"Nyebelin!" Najwa masuk ke dalam rumahnya dengan cepat, sementara Gara masih berdiri disana dengan tatapan bertanya-tanya.
"Lah? Kenapa si kerudung pink masuk ke rumah ustadz Sholeh?" gumam Gara bingung. "Bodoh amat deh, yang penting gue harus ketemu ustad Sholeh atau kiyai Hasan buat minta izin masuk pesantren ini." gumamnya lagi lalu ia pun melangkahkan kakinya mendekati pintu rumah yang tertutup itu karena Najwa menutupnya barusan.
"Permisi! Pardon...eh... Assalamualaikum." Gara mengetuk pintu rumah, ia sempat lupa bagaimana mengucapkan salam.
Tak lama kemudian, seseorang membuka pintu rumah sederhana berlantai satu itu. Gara melihat seorang pria paruh baya dengan setelan religinya tengah berdiri dihadapannya. Pria itu tampak berwibawa dan tegas.
"Waalaikumussalam, maaf...kamu cari siapa ya?" tanya ustad Sholeh seraya melihat wajah Gara baik-baik.
"Gue cari ustad Sholeh, kakek gue kiyai Ibrahim yang nyuruh gue kesini," ucap Gara dengan bahasa yang kurang sopan didengar dan membuat ustad Sholeh mengerutkan keningnya. Bahkan penampilannya saja sudah buat geleng-geleng kepala untuk siapapun yang melihatnya. Namun ustad Sholeh tidak mempermasalahkan bagaimana penampilan seseorang, bukankah yang terpenting bagaimana akhlak orang itu terlebih dahulu? Soal penampilan bisa diubah.
Jadi ini cucu Kiyai Ibrahim... astagfirullahaladzim. Tidak heran kiyai Ibrahim dan ustad Zaki sampai bicara seperti itu ditelpon.
Ustad Sholeh mengelus dadanya, ia merasa miris karena sikap dan ucapan Gara yang tidak sopan bukan karena penampilannya. Dia sudah mendengar soal Gara dari kiyai Ibrahim dan ustad Zaki sebelumnya. Tapi pria itu tidak menyangka bahwa apa yang dikatakan oleh sahabat dan ayah sahabatnya itu bukan mengada-ngada.
"Ayo masuk dulu nak, kita bicara didalam!" ajak ustad Sholeh ramah.
Gara langsung menyelonong masuk ke dalam rumah, bahkan ia langsung duduk di sofa ruang tengah sebelum dipersilahkan oleh tuan rumah. Benar, ada masalah dengan akhlak Gara disini. Tak terasa waktu pun berlalu, hingga adzan magrib pun berkumandang dan waktu buka puasa tiba.
"Najwa! Tolong siapkan air minum untuk tamu kita!" ujar ustad Sholeh pada Najwa yang masih berada di dalam kamarnya.
"Iya Abi," balas Najwa sambil membuka pintu kamarnya dan dia sudah berganti baju. Najwa menatap Gara dengan sinis, lalu ia pun berjalan pergi ke dapur untuk mengerjakan apa yang diperintahkan oleh abinya.
Cih! Beraninya dia natap gue kayak gitu. Tapi, ternyata dia anak ustad Sholeh. Gara tersenyum tipis, arah pandangnya mengikuti Najwa yang pergi ke dapur.
"Ekhem!" deheman ustad Sholeh membuat Gara sontak mengalihkan atensi pada pria paruh baya itu. Ustad Sholeh melihat pandangan mata Gara pada Najwa.
"Jadi, apa tujuan kamu datang kemari?" tanya ustad Sholeh tanpa basa-basi. Kali ini keramahan itu hilang dan berubah menjadi tatapan tajam.
"Pasti ustad udah dengar tentang gue dari kakek dan bokap gue. Mana mungkin mereka gak bilang. Jadi gue gak usah jelasin lagi dong?" kata Gara dengan gaya angkuhnya.
"Saya ingin kamu mengatakannya sendiri, apa tujuan kamu--"
"Apaan sih? Ustad udah tau, jadi gak usah gue jelasin." Sela Gara ditengah-tengah ustad Sholeh yang sedang bicara.
Ustadz Sholeh menatap Gara semakin tajam. "Kalau kamu tidak mau mengatakannya, saya tidak punya pilihan lain selain mengusir kamu dari sini. Orang yang masuk ke pesantren ini, harus punya tujuan!" tegas ustadz Sholeh yang mulai geram dengan sikap Gara yang menyelanya.
JIRR! Kok dia jadi galak gini sih. Batin Gara terheran-heran dengan sikap ustadz Sholeh yang berbeda saat membukakannya pintu dan sekarang. Bahkan tatapan ustad Sholeh seakan menghunus kepadanya. Persis seperti tatapan abinya kepadanya, atau bahkan tatapan kiyai Ibrahim.
Gara sempat terdiam sejenak, bahkan dia tidak sadar jika Najwa sudah membawakan dua gelas air minum dan meletakkannya ke atas meja. Ketika Najwa akan pergi dari sana, ucapan Gara menghentikan langkahnya.
"Gue kesini di suruh belajar ngaji, alias mesantren."
Apa? Segede itu mau mesantren? Najwa melirik sekilas pada Gara, dia tidak percaya tujuan si preman datang ke pesantren adalah untuk menimba ilmu agama.
...****...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 38 Episodes
Comments
Ainisha_Shanti
Gara memang nak kena ketuk kot baru otak dia normal
2023-05-02
0
Kurnianovi
bener bener si gara kelakuan nya astaghfirullah
2023-04-14
1
Uyhull01
Ya Allohh itu bahasanya gak sopan sekali si Gara ini🤦♀️🤦♀️
2023-04-11
1