Bab 2. Gara Kabur

****

Gara, pria berusia hampir 24 tahun itu terdiam ditempatnya saat abinya membahas tentang warisan. Gara ingat benar saat kakeknya masih tinggal di rumahnya, kakeknya Muhammad Ibrahim Bharata pernah mengatakan pada cucu laki-lakinya ini. Bahwa dia tidak akan memberikan warisan pada Gara kalau suatu saat nanti Gara memiliki akhlak tidak baik dan melanggar norma agama. Ibrahim berkata lebih baik memberikan warisan pada anak-anak yatim daripada pada cucunya yang memiliki akhlak tidak baik.

"Kenapa kamu diem? Takut, kalau Abi adukan kelakuanmu sama kakek kamu di Mesir?" tanya ustadz Zaki menyudutkan putranya itu. Benar saja, ancaman ini membuat Gara terdiam seribu bahasa. Pria itu akan berpikir ulang untuk melawan ayahnya.

Tentang Ibrahim, kakek dari Gara. Pria tua itu berada di Mesir karena ia adalah guru besar yang mengajar bahasa Arab disana. Semua keluarga Gara memiliki latar belakang agama yang kuat, ya kecuali Gara.

"Gara! Jawab Abi! Kamu harus setuju ke pesantren besok. Umimu sudah mengemasi barang-barang milik kamu. Kamu tinggal berangkat." tegas ustadz Zaki. Sementara istrinya hanya diam, menghela nafas sesekali, dia tidak bisa terus menutupi kesalahan putranya lagi.

"Aku nggak mau dad. Lagian aku ini udah gede, kenapa Abi paksa aku kayak gini? Aku butuh kebebasan! Aku sudah bisa menentukan jalan hidupku sendiri!" serka Gara dengan kekesalan yang terlihat di matanya untuk ustadz Zaki. Gara tidak suka diceramahi oleh orang lain, atau didikte.

"Menentukan jalan hidup seperti apa, Muhammad Ilham Sagara? Dan soal kebebasan, bukannya Abi dan umi selama ini untuk cukup memberikan kamu kebebasan? Kamu tinggal di luar negeri, seperti keinginanmu. Kamu kuliah dengan jurusan yang kamu inginkan, kamu berfoya-foya dengan uang yang kami berikan....kami biarkan. Lalu kebebasan apa lagi yang kamu inginkan Gara? 5 motor yang harganya puluhan juta, bahkan kamu menganggapnya cuma sampah aja kan?!" Kali ini ustadz Zaki bukan marah lagi, melainkan murka pada putranya. Kedua kakak perempuannya yang sudah menikah, sangat berbeda jauh dengan anak laki-laki yang dia banggakan.

"Dad, Daddy kan kaya. Puluhan juta bukan apa-apanya buat Daddy. Kenapa daddy marahin aku cuma gara-gara motor? Sampai nyuruh aku masuk pesantren segala, aku bukan anak kecil dad!" bentak Gara marah.

"Kamu berani bentak Abi? Orang tuamu?" desah ustad Zaki kecewa.

"MUHAMMAD ILHAM SAGARA!" kali ini Asiyah yang bicara. Dia tidak bisa berdiam diri saja dengan bersabar menunggu Gara berubah.Ya, kali ini Gara harus ditegaskan dengan tindakan. Asiyah setuju dengan suaminya.

Gara terlonjak kaget saat mendengar uminya yang selalu lemah lembut, baru saja meninggikan suara memanggil nama lengkapnya. "Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan "ah" dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia." (QS: Al-Isra ayat 23-24) kamu jangan lupakan itu nak. Perkataan membentak orang tua, termasuk perbuatan durhaka. Cepat minta maaf pada Abimu!" tegur Asiyah seraya mengingatkan bahwa sikap putranya itu salah.

"Ckckck, ceramah mulu." Gara malah berdecak kesal mendengar ucapan uminya. Pria itu mengabaikan kedua orang tuanya dan masuk ke dalam kamarnya yang ada di lantai atas.

Di lantai bawah Asiyah dan suaminya sedang berusaha menetralkan nafas dan hati dari rasa marah. Baru kali ini mereka marah sampai berapi-api pada Gara.

"Abi, kita harus gimana? Umi nggak mau Gara semakin salah jalan." Asiyah menundukkan kepalanya, ia merasa miris dengan kelakuan Putranya.

"Nasi sudah jadi bubur, umi. Tapi semua masih bisa diperbaiki dengan membuat adonan yang baru. Masih belum terlambat untuk semuanya, untuk Gara."

"Maksud Abi? Masuk pesantren Ar-Rahman?" Asiyah bertanya seraya menatap suaminya. Ustadz Zaki menganggukkan kepalanya.

"Iya umi, kalau Gara masuk ke pesantren yang dikelola oleh Abi. Yang ada Gara akan bersikap seenaknya disana, sedangkan di pesantren Ar-Rahman, mau tidak mau Gara harus menuruti peraturan disana." jelas ustad Zaki pada istrinya yang mendapatkan persetujuan dari Asiyah. Mereka sepakat untuk memasukkan Gara ke dalam pesantren Ar-Rahman yang dipimpin oleh ustad Sholehudin Rahman, sahabat baik ustad Zaki yang juga lulusan Kairo, Mesir.

Malam itu, Gara nekad kabur dari rumahnya, tentu saja dengan membawa ATM dan barang-barang berharga yang bisa ia jual nantinya. Bahkan Gara mengambil perhiasan milik ibunya yang ditaruh di kamar tamu, anehnya kamar tamu itu tidak dikunci dan Gara mudah mengambilnya.

"Gak ada yang bisa ngatur-ngatur gue! Termasuk bokap nyokap, ini hidup gue dan gue yang jalanin." gerutu Gara sambil melompat dari jendela kamarnya. Gara geram melihat baju-bajunya di lemari yang sudah dibuang oleh kedua orang tuanya. Padahal baju-baju dan celana itu adalah baju kesayangannya yang selalu dia pakai untuk bermain atau balapan.

"Bos! Cepetan!" ujar Nico pada temannya sekaligus bosnya itu. Gara sendiri adalah ketua geng black dragon. Salah satu geng motor terbesar di kota Paris Van Java itu.

"Oke." Gara pun menaiki motor Nico, kemudian mereka pergi dari kediaman ustadz Zaki.

Tak berselang lama setelah mereka pergi, kedua orang tua Gara melihatnya dari jendela. Mereka terlihat kecewa dengan Gara yang sudah berani mencuri bahkan kabur dari rumah.

"Abi...apa kita harus melakukan ini?" tanya Asiyah cemas.

"Umi, kita nggak punya pilihan lain. Kalau kita mau Gara berubah, kita harus melakukannya. Umi lihat sendiri kan bagaimana kelakuan Gara?" ustadz Zaki melihat raut wajah istrinya yang gelisah dan sedih saat ini. "Abi mohon sama umi, jangan pernah menyalahkan orang lain tentang apa yang terjadi sama Gara. Tidak umi! Umi salah besar. Gara seperti ini karena ulah dirinya sendiri yang tidak bisa menjaga diri dari pergaulan di luar sana." tegas ustadz Zaki.

Asiyah hanya bisa mengusap dadanya, ia berharap semoga dengan semua ini Gara bisa sadar akan kesalahannya.

Dan ditengah perjalanannya, Gara meminta Nico untuk memberhentikan motornya di sebuah club' malam. Tentu saja dengan senang hati Nico menepikan motornya. Nico sudah tau bahwa bosnya ini akan mengajaknya bersenang-senang seperti biasa. Ya, walaupun Gara suka pergi ke club malam alias tempat dugem, tapi dia tidak pernah bermain wanita. Disana ia hanya bersenang-senang saja dengan minuman keras bersama teman-temannya.

Tak hanya Nico yang diajak, melainkan temannya anggota black dragon juga. Yaitu Adrian dan Marcel. Merekalah orang-orang yang paling dekat dengan Gara.

"Karena mood gue lagi bad, kalian gue traktir sepuasnya," ujar Gara pada semua teman-temannya.

"Serius Gar? JIRR! Lo baik bener." celetuk Marcell pada sahabatnya itu. Mereka semua bahagia karena Gara akan mentraktir mereka. Akhirnya keempat orang itu memesan makanan dan minuman yang mereka inginkan. Tengah malam, tempat hiburan itu masih ramai.

Setelah Gara selesai bersenang-senang dengan teman-temannya, ia pun berniat untuk membayar semua tagihan memakai kartu kreditnya. "Sorry bro, tapi kartu kredit lo gak bisa dipake." kata seorang pria yang bekerja di bagian kasir club' malam itu.

"Sorry, maksud lo gimana?" Gara mengerutkan keningnya, ia bingung.

"Kayaknya kartu kredit lo di blokir, bro." kata pria itu lagi yang membuat Gara bingung. Setelah ia cek kata sandi sudah benar dan kartu ATM tidak bisa diakses. Oke, akhirnya Gara memakai kartu ATMnya yang lain dan mencobanya kembali. Namun tetap saja gagal, tetap sama.

Gara mulai panik, dengan apa dia akan membayar traktiran teman-temannya? Kemudian ia pun menyerahkan berlian milik Asiyah yang ia curi dari kamar ruang tamu sebagai alat pembayaran.

"Apa Daddy dan mommy yang blokir kartu kredit gue? Tega banget mereka." gerutu Gara geram. Gara berjalan kembali ke tempat karaoke untuk pergi bersama teman-temannya. Namun sebelum sampai disana, Nico datang menghampirinya dengan raut wajah tegang.

"Cepet lari Gar! Lo dikejar polisi!" bisik Nico pada temannya itu.

"Hah?"

Belum sempat Gara mencerna apa yang dikatakan oleh Nico, beberapa orang berpakaian polisi sudah mendatangi tempat itu. "Saudara Muhammad Ilham Sagara! Jangan lari!" polisi itu mengejar Gara yang saat ini berlari melarikan diri dari sana.

Sial! Gue salah apa? Kenapa polisi mau nangkap gue?

Gara panik, ia berlari dan terus berlari. Hingga akhirnya ia tertangkap oleh polisi dan dibawa ke jeruji besi saat itu juga. Pada saat dini hari, ketika semua orang tengah terlelap tidur atau baru saja bangun untuk menyiapkan sahur. Sedangkan Gara berada di balik jeruji besi.

"Pak! Bapak tidak bisa menangkap saya? Atas dasar apa saya ditangkap begini?" tanya Gara pada polisi.

"Karena kamu sudah mencuri berlian dan mencuri ATM." kata polisi itu tegas.

"Itu berlian ibu saya! Dan ATM jga ATM saya, lalu kenapa saya ditangkap karena itu?" Gara tidak mengerti kenapa dia ditangkap karena masalah ini.

"Itu karena kedua orang tua kamu yang sudah melaporkanmu kemari!"

Deg!

Gara tercengang mendengarnya, dia memegang erat jeruji besi didepannya dengan geram. "Tolong izinkan saya bicara dengan Daddy dan mommy saya pak!" teriak Gara marah.

****

Di sebuah rumah berlantai satu dan tampan sederhana, seorang wanita baru saja bangun dari tidur lelapnya. Dia pergi ke dapur untuk menyiapkan makan sahur untuk Abi dan kedua adiknya.

"Teteh?"

"Fahmi? Kamu udah bangun? Ini masih jam setengah 3 loh." kata Najwa seraya menatap anak remaja laki-laki yang berdiri diambang pintu.

"Kenapa teteh gak bangunin Fahmi? Fahmi kan bisa bantu teteh masak." Fahmi menggerutu pada kakaknya, anak laki-laki yang baru saja menginjak kelas 1 SMA itu.

"Biar Kakak aja yang masak, kamu siapin aja piring sama gelas. Udah itu, bantu kakak bangunin Sifa sama Abi ya." jelas Najwa pada adiknya itu.

Fahmi tersenyum seraya berada dalam posisi menghormati kakaknya. Setelah ibu mereka meninggal saat usia Najwa 10 tahun, ia harus menggantikan posisi sang ibu untuk mengurus kedua adiknya yang saat itu masih kecil-kecil. Fahmi 8 tahun dan Sifa berusia 6 tahun. Najwa sangat menyayangi kedua adiknya itu dan kini dia sudah menginjak kelas 3 SMA yang sebentar lagi lulus ujian.

Ketika semua orang sudah berkumpul di ruang makan untuk menyantap sahur. Ustad Sholeh, ayah dari Najwa bertanya tentang sekolah Najwa.

"Najwa, kapan kamu beres ujian?" tanya Ustad Sholeh pada putri sulungnya.

"Insya Allah, 4 bulan lagi Abi." jawab Najwa sambil membantu menyiapkan makanan untuk adik adiknya.

"Oh begitu ya...hem... Najwa, Abi udah pernah bilang kan soal ustad Hasan?" ustad Sholeh menatap ke arah putrinya itu.

"Ya Abi?"

"Besok ustad Ihsan, istri dan putranya Iqbal akan datang ke rumah kita. Untuk membicarakan masalah perjodohan kalian." terang ustad Sholeh yang hanya mendapatkan jawaban anggukan kepala dan senyuman tipis dari bibir Najwa. Sebagai anak yang berbakti, tentu saja Najwa selalu patuh pada perintah orang tuanya. Termasuk abinya yang akan menjodohkan ia dengan pria pilihan abinya itu.

"Apapun keputusan Abi, itu pasti yang terbaik untuk Najwa." kata Najwa.

...****...

Terpopuler

Comments

Kurnianovi

Kurnianovi

masuk penjara dulu abis itu baru dah setuju masuk pondok si Gara..

2023-04-14

0

Uyhull01

Uyhull01

haihhh lgian kmu mah aneh Gar, mencuri milik orang tua kmu sndti, ya jd nikmati dlu hidup d jeruji besi, spya kmu sadar akan ksalahn kmu Gar,

2023-04-11

1

Seuntai Kata

Seuntai Kata

Sagara, itu hukumanmu😂

2023-03-21

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!