BAB 11. Hal Yang Tertunda

Zen sedang berjalan masuk ke dalam rumah setelah seharian bekerja di kantor, jam sudah menunjukkan pukul delapan malam, dimana seharusnya sudah jam makan malam.

Saat Zen tiba disana, dia tidak sengaja mengintip dapur dimana dia melihat Fey dan Ibu Tirinya sedang memasak untuk makan malam, awalnya Zen merasa ragu meninggalkan Fey sendiri dirumah karena dia tahu tabiat Ibu Tiri dan Adik Tirinya.

Tetapi melihat adegan didepannya membuat Zen ragu, apakah itu benar-benar Ibu Tirinya, karena sikapnya kepada Fey, seolah Fey adalah anak kandungnya sendiri.

"Mas Zen?" Fey yang melihat Zen sudah pulang segera mencuci tangannya di wastafel kemudian berjalan menghampiri Zen. "Mas sudah pulang yah, mau mandi yah, aku bantu siapin dulu yah."

Zen tidak menjawab, dia hanya mengangguk dan berjalan mengikuti Fey menuju kamar mereka, kamar mereka sendiri di lengkapi kamar mandi pribadi, jadi Fey hanya tinggal menyiapkan air hangat untuk Zen mandi.

"Udah siap Mas, handuknya aku taruh di gantungan yah, aku siapin baju dulu," ujar Fey yang hendak berjalan menuju lemari tetapi Zen menahannya.

"Kamu bilang kamu ragu dan tidak tahu kapan semuanya akan baik-baik saja kan?" ujar Zen yang membuat Fey menatapnya dalam.

Jika ini pembahasan mengenai tadi siang, rasanya Fey memilih mengabaikannya, tapi ini tentang masalah hati Zen atas kata-kata Frey tadi siang.

Zen membuka kemejanya sehingga memperlihatkan badannya hanya memakai kaos singlet, Zen berjalan ke arah pintu dan menguncinya, memastikan privasi keduanya akan benar-benar terjaga.

"Mas, sudah siap," bisik Zen meraih cadar Fey dan membukanya.

"M-Maksud Mas? Aku gak akan maksa kalau memang Mas belum bisa lepas dari orientasi Mas, jika Mas melakukannya dengan terpaksa, itu sama saja."

"Suth!" Zen menaruh telunjuknya di bibir Fey kemudian menarik wajah Fey mendekat kepadanya. "Mas, sudah siap, dek."

Sebuah tabrakan antara dua mulut terjadi disuasana itu, Zen mencium istrinya itu dengan lembut sampai membuat Fey tidak bisa memiliki kesempatan untuk menolak segala pergerakan Zen kepadanya.

"M-Mas?" Fey menatap Zen perlahan saat ciuman itu terlepas.

Zen tidak menghiraukan itu, dia melepas Kaos singletnya dan juga celananya membuat kini dia benar-benar tidak memakai apa-apa ketika dia melepas semuanya termasuk pakaian dalamnya.

Zen mengangkat Fey dan menidurkannya di ranjang, kalimat dari Frey tadi siang membuat keinginan untuk menjadi suami seutuhnya timbul dihati Zen.

Dia tidak peduli dengan hambatan yang ada kedepannya, segala halangan untuk mereka dari segala arah, akan menjadi pemicu meningkatnya konflik asmara diantara mereka.

Dan Zen, benar-benar sangat bersemangat untuk ini, Fey menutup matanya, saat satu persatu pakaiannya juga turut dilepas, Zen menikmati detik demi detiknya.

Dan akhirnya.

Wakafa Billahi Syahida, Biar Allah-lah yang menjadi saksi dalam adegan mereka berdua, pembuktian seorang suami terhadap ketekunan melawan orientasi dan keutuhan rumah tangga yang sesungguhnya.

Setelah adegan tadi, kini Fey dan Zen sedang berada di kamar mandi, berada di dalam satu bak mandi yang sama menikmati air hangat mereka.

"Mas, merasa bahwa hanya kamu yang bisa mematahkan keraguan Mas," bisik Zen memeluk istrinya dari belakang. "Mas tidak tahu ini cinta atau bukan, tapi selalu ada hasrat untuk membahagiakan kamu."

"Itu semua karena usaha, Mas kan, aku hanya orang baru yang hadir di hidup Mas, mana mungkin aku yang mematahkan segala keraguan itu."

Mereka mengakhiri acara mandi air hangat itu dengan keluar dari bak mandi, mereka juga segera berpakaian setelah kejadian malam ini, malam pengantin yang tertunda akhirnya terlaksana, Zen dan Fey segera keluar dari kamar karena Tuan Aldrich, Nyonya Reni dan Flora sudah menunggu mereka di meja makan.

"Lama banget sih, aku udah lapar tahu!" protes Flora saat Fey dan Zen baru tiba karena memang tidak di antara mereka yang makan jika anggota keluarga yang hadir belum lengkap.

"Flora! Kamu gak boleh begitu sama kakak kamu!" ujar Nyonya Reni yang membuat Flora hanya menghela napas panjang.

Lagi-lagi Maminya itu membela Fey, padahal kan rencana awal mereka, mereka ingin mengusir Fey pergi, tapi sekarang Maminya sendiri yang menyediakan kenyamanan terhadap Fey.

Fey yang melihat ekspresi Flora memilih duduk di samping Zen, di meja makan itu, Flora sendiri memilih menyantap makanannya.

Di dalam hatinya adalah memikirkan bagaimana cara memisahkan Zen dan Fey, agar dia bisa mendapat lima puluh juta sisa dari Frey jika rencana ini berhasil.

Dan Flora memiliki satu PR lagi yaitu Maminya yang sikapnya benar-benar berubah.

TBC

Terpopuler

Comments

Aminah Adam

Aminah Adam

lanjut

2023-03-26

0

Yunia Afida

Yunia Afida

akhirnya terjadi juga, zen bisa normal lagi

2023-03-20

1

As Lamiah

As Lamiah

semangat Fey meluluhkan flora untuk bisa bahagia bersama 🥰🥰🥰 semangat tour semoga sehat selalu 💪💪💪 semangat tour untuk kisah manis hidup Fey yg penuh dengan konflik

2023-03-19

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!