BAB 09. Batas Tipis Orientasi Cinta

Fey terdiam sesaat setelah kejadian itu, tapi lamunannya terhenti saat dia sadar, dia sudah tiba di lantai yang ingin dia datangi.

Fey melangkahkan kakinya keluar dan berusaha menghilangkan segala pemikirannya tentang kalimat Frey kepadanya tadi.

Ia menenteng rantang berisi makan siang, menuju ruangan Zen yang sudah diberitahukan oleh Ayah Mertuanya tadi, sesampainya di depan ruangan Zen, Fey mengetuknya perlahan.

"Siapa?" tanya Zen dari dalam saat mendengar suara ketukan pintu dari Fey.

"Assalamualaikum Mas, ini aku Fey," jawab Fey yang membuat Zen menghela napas panjang.

"Masuk."

Fey membuka pintu ruangan tersebut, Zen tampak sibuk dengan laptopnya yang membuat Fey merasa tidak enak mengganggunya, Fey menaruh rantang di meja Zen.

"Kamu sudah makan Mas?"

"Belum, Dek, kamu ngapain kesini?" tanya Zen balik menutup laptopnya.

"Aku cuma nganterin makan siang, sekalian minta maaf kalau aku tadi telat bangun Mas," jawab Fey menundukkan kepalanya.

Zen berdiri dia meraih dagu istrinya itu kemudian mengangkatnya. "Gak usah sedih begitu, Gapapa, Mas maklumi kok, kamu juga pasti lagi capek-capeknya."

"Kamu bawa masakan dari rumah yah, wah kebetulan Mas belum makan," ujar Zen membuka rantang itu.

Fey merasa hangat melihat sifat suaminya itu, walaupun dia tahu suaminya belum mencintainya karena kelainan yang dia derita, tapi Fey percaya cepat atau lambat suaminya akan mencintainya.

Zen duduk dan membuka rantang makanan itu, dan langsung memakannya. "Kamu duduk juga, kamu belum makan juga kan, sini Mas suapin."

Zen mengarahkan sendok itu kepada Fey yang membuat Fey membuka mulutnya, disaat Fey menyantap makanan itu tiba-tiba saja air matanya jatuh yang membuat Zen langsung menghentikan aktivitasnya.

"Kamu kenapa? Mas ada salah yah? Mas salah ngomong?" Zen menaruh sendoknya kemudian meraih wajah Fey untuk dia elus. "Ada masalah?"

Fey menggeleng, dia mengusap air matanya. "Aku lagi berusaha berdamai dengan keadaan aja, aku gak yakin kapan semuanya akan berakhir atau akan tetap baik-baik aja."

Zen berdiri kemudian memeluk Fey, dia mengelus pelan kepala istrinya itu dan melepas cadarnya agar bisa mengusap air mata yang mungkin membasahi pipinya.

"Mas, gak merasa menyesal nikah sama aku? Aku jahat, aku gak akan pernah mencintai Mas Zen," ujar Fey pelan.

"Mas lebih jahat, Mas nikahin kamu hanya untuk perantara agar Mas bisa lepas dari orientasi Mas yang salah, tapi Mas sadar menikahi kamu itu memiliki point plus," jawab Zen kembali mengelus puncak kepala istrinya yang terbalut hijab.

"Tapi apa artinya pernikahan tanpa saling mencintai?" tanya Fey kembali. "Kita merasa baik-baik saja, tapi sebenarnya keadaannya sedang tidak baik."

"Semuanya akan baik-baik aja dek, jika kita sama-sama merasa takut kehilangan, semuanya akan baik-baik saja," bisik Zen lembut.

Adegan itu berlangsung sangat lama, sampai keadaan hati Fey sudah membaik, Zen melepaskan pelukannya dan kembali melanjutkannya makan siangnya.

"Mas, Mas Frey juga kerja disini yah?" tanya Fey yang membuat Zen menatap Fey.

"Kenapa kamu nanyain dia?"

"Gapapa Mas, aku cuma gak sengaja ketemu Mas Frey di lift tadi, aku pikir dia kerja disini juga, makanya bisa ketemu."

"Gak Fey, Frey itu memiliki perusahaan sendiri bahkan bidang perusahaan keluarga kita dan dia sangat berbeda, mungkin dia kesini karena ada urusan kerjasama," jawab Zen padahal tidak ada kerjasama bisnis diantara mereka yang membuat Zen merasa khawatir akan ini.

Namun dia sedikit berbohong kepada Fey, agar dia tidak merasa khawatir.

•

•

•

TBc

***Karya ini telah kontrak dengan NovelToon, dilarang membajak karya seperti mencetak ulang tanpa izin.***

***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***