~Ketika harapan sudah pupus, barulah datang sebuah penyesalan ~
Mata Keisha dan Kevin bertemu cukup lama, mereka saling pandang dan beradu dengan pikirannya masing-masing. Sampai sebuah suara memecahkan keheningan mereka.
"Kevin, kenapa kamu masih di sini? Bukankah tadi kamu bilang ingin mengambil baju ganti untuk istri dan Ibu mertuamu?" tanya seorang pria paruh baya yang tidak lain adalah Heru Ayah mertuanya.
Karena tidak kunjung ada jawaban dari menantunya, maka pria itu mengikuti pandangan Kevin yang tertuju pada sosok perempuan yang berbalut pakaian formal yang sudah basah karena air hujan. "Kei, kamu__" ucapan Heru terhenti sesaat. Kata-katanya hanya sampai di tenggorokan, dia tidak berani menatap putrinya. Dirinya diselimuti oleh rasa bersalah.
"Ini Sus, saya akan menghubungi keluarga pasien nanti. Untuk saat ini tolong tangani dia dengan baik," ujar Keisha dengan cepat.
Dia belum siap untuk bertemu dengan Ayahnya terutama setelah pertengkaran barusan. Jadi Keisha hanya mengisi setengah dari data diri pasien dan bergegas meninggalkan meja resepsionis. Dia berjalan cepat menuju ke arah pintu keluar rumah sakit.
Kevin langsung mengejar Keisha dari belakang, sementara Heru masih mematung di dalam. Dia merasa bersalah pada putrinya karena telah menamparnya tadi, apalagi bekas tamparannya masih tercetak jelas di pipi putrinya, meski sedikit dikaburkan oleh tetesan air hujan.
"Kakak Ipar, biarkan saya mengantarmu." Tawar Kevin pada Keisha ketika mendapati perempuan itu buru-buru mencari kendaraan di luar sana.
"Tidak perlu, aku bisa menjaga diriku sendiri." Tolak Keisha dan bergegas menaiki taksi yang sudah berada di hadapannya.
Kevin hanya dapat melihat mobil taksi berwarna biru itu semakin menjauh dan ditelan kegelapan malam karena cahaya lampu jalanan yang redup. Setelah melihat kepergian Keisha, pria itu kembali ke dalam rumah sakit dan memeriksa keadaan Ayah mertuanya yang masih berdiri di sana tanpa bergeming sedikitpun dari posisinya.
"Ayah, lebih baik Ayah istirahat di rumah. Mari ikut saya pulang sekalian, biar Helen dan Ibu yang menemani Bibi Aini menjaga Rafi di sini," tawar Kevin pada Ayah mertuanya.
Namun lelaki paruh baya itu hanya diam tanpa berbicara sedikitpun. Hingga sebutir air bening keluar dari sudut matanya. Ayah mertuanya meneteskan air mata. "Mari Ayah, saya akan mengantar Ayah pulang," pinta Kevin kembali seraya merangkul pundak Heru, dan menggiring lelaki paruh baya itu keluar dari rumah sakit menuju ke parkiran untuk mengambil mobilnya.
Di sisi lain Keisha menundukkan wajahnya dan menyenderkan kepalanya di kaca jendela mobil. Perempuan itu menangis dalam diam, dia tidak mengeluarkan suara isak tangis dan hanya mengeluarkan bulir-bulir air bening dari sudut matanya. Perasaannya kembali sedih saat melihat wajah Ayahnya tadi. Dia mengingat kembali memori saat pria itu menampar wajahnya dan meluapkan amarah padanya.
"Apa Ayah kasihan melihatku? Apa Ayah malu karena memiliki putri yang belum menikah sampai sudah berumur sepertiku?"
"Iya! Ayah kasihan melihatmu seperti ini! Ayah tidak sanggup lagi mendengar orang menghinamu karena kamu belum menikah! Ayah tidak bisa lagi membungkam mulut orang yang berbicara buruk tentangmu! Dan Ayah juga tidak tega melihatmu terus ditolak oleh pria hanya karena kamu tidak bisa memberi mereka keturunan."
"Ayah tidak perlu mengasihaniku, Aku tidak butuh dikasihani. Aku bisa mengurus diriku sendiri. Aku mohon, Ayah jangan pernah ikut campur tangan lagi dalam urusanku. Ini hidupku, biar aku yang menentukan jalan hidupku."
Memori yang berputar dalam benaknya mengingatkan kembali setiap adegan pertengkaran itu. "Ibu, Kei sudah lelah," batin Keisha dalam hati. Pak Supir terus menjalankan mobilnya menuju ke selatan, sesuai dengan alamat yang perempuan itu berikan saat dia naik taksi tadi.
Selama dua jam lamanya, taksi itu berhenti di gedung apartemen yang cukup bagus. Setelah membayar ongkos taksi, perempuan itu berjalan gontai menuju lobby, dia kemudian menuju lift dan menekan angka 28. Tidak butuh waktu lama pintu lift sudah terbuka yang menandakan dia telah sampai di lantai 28, dia bergegas menuju ke sebuah ruangan di sudut utara yang bertengger gantungan pintu "281B" nomor apartemennya.
Perempuan itu menggesek kartu ID dan segera masuk ke dalam ruangan, dia langsung masuk ke kamar mandi untuk membersihkan diri. Dia menaruh semua pakaian basahnya dalam mesin cuci dan menggantinya dengan pakaian kering. Setelah ritual bersih-bersihnya selesai dia langsung merebahkan tubuhnya di kasur, menyelimuti tubuhnya yang mulai menggigil kedinginan.
"Kapan aku akan bahagia?" batinnya dalam hati.
Malam itu begitu panjang bagi Keisha, tubuhnya kedinginan dan mulai merasa demam. Dia menekuk lututnya dan memeluknya dengan erat, dia mencoba tidur dalam posisi meringkuk. Meski matanya berat dan tidak dapat terpejam namun pada akhirnya dia terlelap pada Pukul 03.15 pagi, ketika fajar sebentar lagi akan menyingsing.
Keesokan paginya dering ponsel memenuhi ruangan persegi itu, beberapa panggilan tak terjawab tertera di layar ponsel itu. Ponsel yang dibanting Heru adalah ponsel pribadi Keisha, sementara kini ponsel yang bergetar tersebut merupakan ponsel yang memang dikhususkan untuk pekerjaan kantornya.
Tertulis nama "Ferdian" di riwayat panggilan itu. Sudah lebih dari dua puluh panggilan tidak terjawab baik dari Ferdian maupun Fina. Sementara si pemilik ponsel masih terlelap di kasurnya dengan dahinya yang sedikit berkeringat.
Drrtt.. Drrt.... Drrtt....
Beberapa pesan masuk secara bergantian ke ponsel Keisha.
Kei, kenapa kamu tidak datang ke kantor? Apa terjadi sesuatu padamu?
Apa semalam baik-baik saja?
Aku mengkhawatirkanmu.
Kei, ku mohon jawablah.
Jangan membuatku cemas.
Ferdian.
Kemudian pesan lain juga datang dari sekertarisnya Fina.
Bu Kei, apa Anda tidak masuk kantor hari ini?
Beberapa klien ingin bertemu dengan Ibu, apa saya perlu menolak keinginan mereka? Atau menyuruh mereka untuk menunggu?
Fina
Selain pesan dari Fina dan Ferdian ada pesan dari nomor tidak dikenal juga masuk ke kontak pesannya.
Nyonya, hari ini saya sengaja datang ke kantor Anda pagi-pagi, untuk bertemu dengan Nyonya. Karena beberapa hari lagi saya akan pergi ke Singapura untuk menemui nenek saya. Tapi saya tidak melihat Nyonya di kantor, apa Nyonya sedang di luar kota saat ini? Atau Nyonya memang tidak datang ke kantor hari ini? Tolong balas saya Nyonya. Saya mengkhawatirkan keadaan Nyonya, jangan menghindar dari saya hanya karena saya melamar Nyonya. Saya merasa bersalah.
Angga Adiputra.
Pesan-pesan itu terus berdatangan memenuhi kontak pesan Keisha, namun semua pesan itu terabaikan dan hanya menjadi tumpukan spam. Karena saat ini, tubuh perempuan itu sedang tidak sadarkan diri, akibat demam hingga suhu tubuhnya mencapai 39° celcius. Tidak ada yang mengetahuinya, bahkan tetangganya pun tidak memeriksa apartemen Keisha, karena memang sudah terbiasa ruangan itu dibiarkan sepi karena penghuninya sibuk bekerja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 156 Episodes
Comments
Rosita Husin Zen
ya Alloh kasihan banget ya hidup kesyah .
2021-04-15
0
Nyi Badas
perempuan lemah bget..emg knp klo gk nikah meski usia sdh tua...gk ush nganggepin mulut oranglah..hidup sndiri enjoyyy
2021-02-09
0
maura shi
sakit hati q thor
org yg d cintai sekarang menjadi sodara ipar,yg mau tk mau harus bertemu setiap saat
semoga km menemukan kebahagiaan ya kei
2020-11-13
1