Dave khawatir saat mendengar suara Alula yang terisak di seberang panggilan telepon. Ia pun bangkit berdiri dengan susah payah dari atas sofa yang sejak tadi ia duduki, dan segera berjalan dengan terpincang-pincang menuju garasi rumah kontrakannya.
"Apa yang terjadi, Lula? Kamu baik-baik saja, 'kan? Apa kamu terluka?" tanya Dave, sambil membuka pintu mobil dan duduk di balik kemudi. Ia takut jika sesuatu yang menimpanya semalam menimpa Alula juga.
"Ya, aku terluka, Dav, aku sungguh terluka. Jeremy tidak pulang semalaman, dan tahukah kamu ke mana dia pergi?" Alula balik bertanya dengan suara gemetar.
"Rumah Feli?" tebak Dave, yang sekarang mulai menjalankan mobilnya. Dave tahu entah bagaimana bahwa yang dimaksud Alula dengan terluka, bukanlah luka fisik seperti yang tangah ia rasakan saat ini.
Alula mengangguk. Ia tahu jika Dave tidak dapat melihat anggukan serta tangisannya, tetapi Dave pasti paham, karena ia meminta Dave untuk mengantarkannya ke kediaman Feli di hari yang sepagi ini.
Dave menghela napas saat Alula tidak lagi menjawab pertanyaannya, dan hanya terdengar suara isak tangis Alula di ponselnya. "Tunggulah di sana. Aku akan segera sampai. Jangan menangis, Alula," pinta Dave, yang kendaraannya mulai membelah ramainya kota Jakarta dengan kecepatan penuh.
***
Jeremy merasa sakit yang luar biasa di kepalanya. Pandangannya bahkan kabur dan perutnya mual. Ia bangkit perlahan dari posisi berbaringnya, dan ia begitu terkejut saat ia menyadari bahwa sekarang ia berada di dalam kamar yang jelas-jelas bukan kamarnya dan Alula.
Jeremy mengerjap, lalu memijat pelipis, berusaha mengingat apa yang terjadi semalam dan sedang berada di mana dirinya sekarang. Setelah beberapa saat berusaha mengingat, akhirnya Jeremy mendapat ingatannya kembali. Dan ingatan yang pertama masuk ke dalam benaknya adalah ingatan tentang tubuh Feli yang tanpa busana bergerak dengan lincah di atas tubuhnya, lalu suara erangan-erangan kenikmatan mulai memenuhi gendang telinganya, dan hal itu tentu saja membuatnya mual dan hampir muntah.
"Sial!" seru Jeremy, menyentak selimut yang menutupi tubuh telan_jangnya. Ia berniat untuk segera berpakaian dan kembali ke rumah. Tidak sepantasnya ia berada di kamar Feli. Namun, belum lagi ia berhasil meraih pakaiannya yang berserakan di lantai, Feli datang dengan membawa nampan berisi sarapan untuk Jeremy.
Feli tersenyum, wajahnya merona begitu melihat tubuh Jeremy yang tidak tertutup sehelai benang pun. Feli masih ingat bagaimana hangatnya tubuh Jeremy saat menindih tubuhnya, dan ia sangat menyukainya ketika Jeremy membuatnya duduk di atas pria itu dan mulai mengerang tak keruan.
"Selamat pagi," ujar Feli, sambil meletakan nampan. Gaun malamnya yang berleher rendah terbuka sedikit pada bagian atasnya saat ia menunduk.
Jeremy membuang muka dan buru-buru mengenakan celana serta kemejanya.
"Kamu mau pergi?" tanya Feli.
Jeremy menatap Feli, kemudian bertanya, "Apa kita melakukannya semalam?"
Jeremy berharap Feli akan menjawab 'Tidak'
Ia sungguh berharap jika bayangan Feli yang menggeliat di bawah tubuhnya dan bergerak lincah di atas tubuhnya hanyalah mimpi semata. Namun, harapannya itu sia-sia belaka. Feli mengangguk, dan anggukan Feli seketika menghantam kesadaran Jeremy.
"Ya, kita melakukannya, Jeremy. Kita benar-benar melakukannya semalam." Feli menjawab dengan kedua mata yang berbinar bahagia.
Jeremy menghampiri Feli, dan menyentuh kedua pundak wanita itu, lalu mengguncangnya dengan kasar. "Kenapa kamu mau, hah? Kenapa kamu tidak menolak, Fel?! Kamu tahu kalau aku adalah pria beristri, seharusnya kamu menolakku!"
"Bagaimana aku bisa menolak. Kamu memaksa, Jeremy. Kamu datang dalam keadaan mabuk, dan kamu langsung menarik paksa pakaianku, aku bisa apa!" Feli menyentak kedua tangan Jeremy dari pundaknya. Ia merasa kecewa karena kemarahan yang Jeremy tujukan padanya. Bukankah seharusnya Jeremy merasa senang, sama seperti dirinya. Bukannya malah marah dan menyalahkannya.
Jeremy kembali duduk di tepi ranjang dan mengacak rambutnya dengan frustrasi. Ia tidak menyangka jika dirinya mengkhianati ikatan suci pernikahannya dengan Alula, wanita yang sangat dicintainya. Jeremy sangat menyesal, dan penyesalannya begitu dalam. Ia bahkan tidak tahu bagaimana caranya untuk menghadapi Alula setelah ini. Ia benar-benar tidak tahu.
***
Alula masuk ke dalam mobil milik Dave saat mobil itu berhenti tepat di hadapan Alula yang menanti kedatangan Dave di depan gerbang rumah keluarga Dermawan.
Begitu berada di dalam mobil, Alula sangat terkejut melihat keadaan Dave. Wajah pria itu memar di beberapa bagian, pelipisnya bahkan sobek, begitu juga dengan bibirnya. Alula bahkan masih bisa melihat darah yang mengering di sudut bibir Dave.
"Apa yang terjadi?" tanya Alula, tangannya refleks menyentuh sudut bibir Dave.
Dave menjauhkan tangan Alula dari bibirnya. Ia tidak bisa menahan diri jika sampai Alula menyentuhnya. Ada perasaan aneh saat Alula berada di dekatnya, dan ia tidak ingin perasaan itu semakin aneh hanya karena Alula menyentuhnya.
"Jangan khawatirkan aku," ujar Dave.
Alula mengangguk, meskipun begitu ia tetap membuka laci di dasbor mobil Dave, Alula tahu jika Dave selalu menyimpan kotak P3K di sana.
"Apa yang kamu lakukan?" tanya Dave, saat dilihatnya Alula mengeluarkan kapas, cairan pembersih luka, dan betadine.
"Kamu harus membersihkannya dengan benar agar tidak terjadi infeksi," jawab Alula, lalu mulai menutulkan kapas tersebut di pelipis dan bibir Dave. "Diamlah, jangan banyak bergerak, Dav," ujar Alula, saat Dave meringis karena menahan perih.
"Ini perih, bagaimana aku bisa diam."
Alula tersenyum tipis. "Aku tidak tahu kalau kamu selemah ini."
"Aku akan jadi lemah jika berada di hadapanmu," gunan Dave.
"Hah, apa katamu barusan?"
Dave berdecak. "Sudahlah, lupakan saja." Dave menjauh dari Alula dan kembali fokus pada kemudi di hadapannya.
Alula menyimpan kembali kotak P3K di dalam laci dasbor dan kemudian duduk bersandar sambil menatap jalanan dengan tatapan kosong.
Dave memperhatikan Alula sejenak, lalu bertanya, "Apa yang terjadi pada Jeremy? Dan dari siapa kamu mengetahui kalau Jeremy ada di rumah Feli."
"Aku mendengar mama menelepon Feli pagi tadi, dan dari obrolan itu aku tahu kalau Jeremy menginap di sana." Alula menjawab dengan sedih.
Dave mengernyitkan dahi. "Jeremy tidak mungkin menginap di rumah Feli tanpa alasan. Apalagi Feli tinggal sendirian."
Alula menegakkan duduknya dan menatap Dave dengan intens, ia menuntut penjelasan yang lebih banyak dari Dave.
"Feli memang tinggal terpisah dari orang tuanya."
Air mata Alula menetes. Ia mulai membayangkan apa saja yang dilakukan Jeremy dan Feli yang hanya berdua di dalam sebuah rumah. Tidak mungkin mereka tidak melakukan apa pun, apalagi Jeremy pergi dalam keadaan marah.
Setelah beberapa saat melanjutkan perjalanan dalam diam, akhirnya mobil Dave berhenti di depan sebuah rumah klasik sederhana yang memiliki pagar rendah. Dari tepi jalan, Alula dapat melihat mobil Jeremy terparkir di halaman rumah mungil tersebut.
Dada Alula berdetak lebih cepat daripada sebelumnya saat ia melihat secara langsung mobil sang suami yang ada di sana.
"Jeremy benar-benar ada di sini," lirih Alula.
Dave menepuk pundak Alula. "Apa pun yang terjadi tegarlah, Alula."
Alula mengangguk, lalu membuka pintu mobil dan mulai melangkah keluar dari mobil. "Terima kasih sudah mau mengantarkanku."
Dave mengangguk. "Hubungi aku lagi jika ada masalah. Aku pasti akan datang kapan pun kamu memintaku untuk datang. Aku tidak peduli walaupun Jeremy kembali menghajarku."
Alula membelalak, akhirnya ia tahu bahwa semua luka di wajah Dave itu adalah perbuatan Jeremy. "Aku minta maaf atas nama Jeremy, Dav--"
"Jangan ... jangan minta maaf atas namanya, Alula."
Alula kembali tersenyum. "Terima kasih, Dav," ujar Alula, lalu mulai melangkah menuju halaman rumah Feli.
Setibanya di teras, Alula langsung menekan bel berkali-kali dengan tidak sabar. Dan beberapa saat kemudian pintu terbuka, memperlihatkan sosok cantik Feli yang hanya mengenakan gaun malam tipis dan berpotongan leher rendah. Alula bahkan dapat melihat belahan dada Feli dengan jelas.
"Alula," gumam Feli.
"Aku datang untuk menjemput suamiku," ujar Alula tanpa berbasa-basi. Ia berusaha tetap tenang walaupun hatinya terasa amat sakit saat ini.
"Jeremy ada di dalam. Dia baru saja akan pulang. Hem, masuklah dulu, Alula."
Alula menggeleng. "Tidak perlu. Aku takut jika aku masuk, aku akan mengamuk di dalam sana."
Feli terdiam, ia terlihat salah tingkah dan kehabisan kata-kata.
Beberapa saat kemudian kedua mata Alula yang mulai berkaca-kaca menangkap sosok Jeremy yang berantakan keluar dari dalam sebuah ruangan yang Alula yakini pastilah ruangan itu adalah kamar tidur Feli.
"Alula--"
"Aku tunggu di mobil." Alula berujar singkat, lalu segera berbalik dan menghampiri mobil Jeremy yang terparkir di halaman rumah Feli.
Jeremy langsung menyusul, tetapi Feli menahan langkah Jeremy dengan menarik lengan pria itu.
"Jeremy, terima kasih. Aku menghargai waktu kita semalam, dan--"
"Ck, diamlah Feli!" Jeremy menyentak tangan Feli dari lengannya, lalu ia segera melangkah dengan cepat ke halaman, menyusul sang istri yang ia tahu pastilah sedang terluka saat ini karena perbuatan bodohnya.
***
Perjalanan terasa amat panjang, padahal jarak antara rumah Feli dan rumah Jeremy tidaklah terlalu jauh. Di dalam perjalanan kembali ke rumah tidak ada yang saling bicara. Baik Jeremy atau Alula sama-sama memilih untuk diam meskipun alasan keduanya sangat berbeda.
Jika Alula merasakan kecewa dan marah, Jeremy justru merasa sangat bersalah hingga lidahnya menjadi kelu.
Setibanya di rumah, Alula langsung melepas sabuk pengaman dan menatap Jeremy sejenak. "Aku ingin bicara serius denganmu, usahakan agar mamamu tidak menggangu!" ujar Alula, dengan suara yang begitu sinis, seperti bukan dirinya.
Jeremy mengangguk, ia lalu keluar dari dalam mobil dan menyusul langkah Alula yang telah tiba di teras terlebih dulu.
"Jeremy, kemarilah, ayah ingin bicara!"
Langkah Alula dan Jeremy berhenti seketika, saat suara Antonio menggema di ruang utama rumah megah tersebut.
Jeremy menatap Antonio, kemudian berkata, "Nanti saja, Ayah, aku--"
"Ini penting Jeremy. Ini tentang Feli yang namanya tercemar karena ulahmu. Duduklah dan jangan membantah."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments