Langit yang cerah tanpa awan menyambut kedatangan Feli Maura Smith kembali ke Indonesia. Feli Maura adalah seorang wanita cantik yang selama ini digadang-gadang akan menjadi istri dari seorang Jeremy Dermawan. Feli memiliki tubuh yang tinggi menjulang, pinggang ramping, rambut sepanjang bahu, dan kedua mata indah dengan tatapan tajam. Senyum tersungging di bibirnya yang tipis begitu ia melihat bangunan megah di hadapannya yang merupakan kediaman kedua orang tuanya.
Feli melangkah perlahan menaiki undakan di teras rumah megah tersebut. Teriakan Nyonya Smith sontak memenuhi seisi ruangan saat dilihatnya sang putri mulai memasuki ruang tamu sembari menyeret sebuah koper berwarna lilac.
"Oh, Sayangku, Feliku, kenapa tidak mengabari mama kalau akan pulang hari ini, Nak?" jerit Amara Smith, lalu sibuk meneriaki pelayan agar membawakan koper Feli ke dalam kamar.
Feli tersenyum sembari memeluk Amara. "Bukan surprise namanya kalau aku bilang akan datang, Ma."
Amara cemberut, kemudian mengangguk. "Ya, benar juga, tapi alangkah baiknya jika kamu memberi kabar dulu, Feli, setidaknya mama bisa bersiap-siap untuk menyambutmu."
Feli tertawa, lalu menarik lengan Amara untuk duduk di sofa. "Aku cuma mampir sebentar, Ma, karena aku harus menemui Jeremy. Sudah lama aku tidak melihatnya. Kira-kira apakah dia akan terkejut begitu melihat kemunculanku yang tiba-tiba?" tanya Feli, dengan kedua pipi yang merona merah.
Senyum di wajah Amara seketika menghilang begitu nama Jeremy disebut. Ia masih merasa begitu terhina dan sakit hati atas tindakan yang dilakukan oleh Jeremy. Apalagi melihat rona di kedua pipi Feli, membuat rasa sakit hati Amara semakin bertambah.
Melihat wajah Amara yang tiba-tiba cemberut, Feli pun menjadi bingung. "Ada masalah?" tanya Feli, penasaran.
Amara menghela napas panjang, kemudian berkata, "Tidak ada masalah, hanya saja menurutku lebih baik kita tidak usah membicarakan Jeremy, mama tidak suka padanya!"
Feli menaikan sebelah alisnya, ia terlihat bingung begitu melihat kemarahan yang tampak jelas di wajah Amara. Sang ibu yang begitu memuja-muja Jeremy tidak mungkin tiba-tiba membenci Jeremy begitu saja tanpa alasan yang jelas.
"Serius Mama tidak suka pada Jeremy? Kenapa? Bukankah selama ini Mama yang heboh sekali ingin menikahkanku dengan Jeremy. Mama dan Tante Bianca bahkan telah--"
"Itulah sebabnya mama membenci Jeremy, karena Jeremy itu telah kurang ajar pada kita, Fel, terutama padamu. Jeremy yang seharusnya menikah denganmu dan menjalin hubungan denganmu sesuai perjodohan yang Bianca katakan, malah memilih wanita lain untuk dinikahi. Mama sungguh tidak terima. Jeremy itu sama saja telah menghina keluarga kita, apalagi wanita yang dia nikahi hanyalah wanita biasa yang entah datang dari belahan dunia mana."
Deg!
"Jeremy menikah, Ma? Dia sudah menikah?" tanya Feli, yang terlihat tidak percaya pada ucapan Amara. Dadanya tiba-tiba saja terasa sesak, dan hatinya sakit. Bagaimana bisa Jeremy menikahi orang lain selain dirinya?!
Amara mengangguk, lalu memeluk Feli yang kedua matanya seketika menjadi merah. "Jangan sedih, Sayangku. Kamu jauh lebih berharga daripada wanita kampung itu. Selera Jeremy memang parah sekali!"
Feli diam saja, ia tidak ingin memperlihatkan kesedihannya kepada Amara. "Aku akan menemuinya nanti dan berkenalan dengan istrinya, Ma.
***
Jeremy menjentikkan jarinya, meminta Dave yang baru saja masuk ke dalam ruang kerjanya untuk segera datang ke meja kerjanya yang penuh dengan berbagai macam berkas.
Dave yang melihat kode tersebut dari Jeremy, segera berlari-lari kecil menyeberangi ruangan yang berukuran besar agar lekas tiba di hadapan Jeremy.
Begitu tiba di hadapan Jeremy, Dave langsung meringis. "Kamu habis perang dengan kertas?" tanya Dave, sembari menatap meja kerja Jeremy yang berantakan.
Jeremy hanya terkekeh pelan, lalu segera menepuk pundak Dave. "Bantu aku, oke," pintanya.
Dave menghela napas. "Apa yang harus kulakukan?" tanyanya dengan malas, jika sedang hanya berdua saja dengan Jeremy, Dave memang menanggalkan formalitas antara dirinya dan Jeremy.
"Tolong selesaikan sisanya, Dav, aku sudah berjanji untuk pulang lebih awal hari ini. Alula pasti sudah menunggu sejak tadi."
Dave mengangguk. "Oke, oke, aku sedang ada di posisi mau-tidak mau, 'kan? Bahkan jika aku menolak pun kamu akan tetap memaksaku untuk menyelesaikan kekacauan ini."
Jeremy kembali terkekeh. "Akan aku traktir minum besok," ujar Jeremy, lalu segera melangkah menuju pintu dengan tergesa-gesa.
"Aku mau minuman yang mahal!" Dave berteriak, mengiring kepergian Jeremy yang secepat kilat
Jeremy tersenyum puas setelah berhasil menyingkirkan pekerjaannya yang menumpuk, walaupun ia harus mengorbankan Dave yang pastilah sedang mengeluh di dalam ruangannya saat ini. Namun, hal itu bukan masalah baginya, yang terpenting adalah ia dapat menghabiskan waktu dengan Alula hari ini.
Jeremy melepas jas yang ia kenakan dan melonggarkan dasinya, bersiap untuk melangkah menuju elevator. Namun, langkahnya terhenti saat seorang pria berjas hitam yang merupakan asisten dari Antonio Dermawan datang menghampirinya.
"Tuan," sapa asisten itu, sembari sedikit membungkukkan tubuhnya.
"Ya, ada apa?" tanya Jeremy, "Aku sedang buru-buru," lanjutnya.
"Tuan Antonio memanggil Anda untuk datang ke ruangannya sekarang."
Jeremy mendengkus, "Katakan pada Ayah kalau aku--"
"Harus, Tuan, Ayah Anda berpesan bahwa Anda tidak boleh menolak keinginannya sesuka hati," ujar asisten itu dengan tegas, walaupun Jeremy dapat melihat kegugupan yang tersirat di wajahnya.
Jeremy memasang kembali jasnya, lalu melangkah menuju ruangan Antonio dengan enggan. Setibanya di depan pintu ruangan Antonio yang terbuat dari kaca, Jeremy langsung membuka pintu tanpa mengetuk terlebih dahulu, dan ia mendapatk sang ayah sedang sibuk memainkan ponsel di balik meja kerjanya.
"Ada apa, Ayah? Aku sedang terburu-buru sekali sekarang," ujar Jeremy.
"Bagaimana kamu bisa berniat untuk pulang padahal jam kerja masih cukup panjang, Jeremy?" ujar Antonio dengan santai.
Jeremy tertawa sinis. "Apakah Ayah tidak menyadari bahwa beberapa hari ini aku bekerja hampir siang dan malam? Aku tidak pernah beristirahat semenjak aku menikah. Seharusnya aku berbulan madu dengan istriku, bukannya menghabiskan banyak waktu di sini sampai-sampai aku tidak memiliki waktu untuk istriku sama sekali!"
Antoni menatap Jeremy lalu berkata, "Jika dia ingin hidup dengan nyaman, maka dia harus menerima resikonya, 'kan? Katakan pada istrimu kalau uang tidak datang sendiri, butuh kerja keras agar dapat hidup mewah dan layak seperti yang dia inginkan."
"Apa maksud, Ayah? Alula tidak butuh semua kekayaan ini, dia bukan wanita seperti itu."
Antonio menghela napas, lalu bersandar pada sandaran kursinya. "Niatnya sudah terbaca sejak awal, Jeremy. Istrimu itu bukan wanita polos seperti yang kamu pikirkan. Dia pasti mengincar harta yang kamu miliki."
"Ayah terdengar seperti mama sekarang," komentar Jeremy. Ia sungguh tidak percaya jika ayahnya yang selama ini ia kenal sebagai sosok yang bijaksana dapat menilai Alula seburuk itu.
Antonio hanya mengangkat kedua bahu, dan kembali menatap ponselnya. "Datanglah ke Paris Resto, temui seseorang di meja nomor tiga belas," titahnya, "aku tidak ingin mendengar bantahan apalagi perdebatan, Jeremy," tambah Antonio, begitu membaca tanda-tanda penolakan yang akan Jeremy utarakan.
***
Jeremy mengemudikan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju sebuah restoran Paris yang terletak hanya beberapa blok dari kantor. Di dalam perjalanan, ia berusaha untuk menghubungi Alula, tetapi tidak sekali pun panggilannya terhubung.
Setelah beberapa saat akhirnya Jeremy tiba di restoran yang Antonio maksud. Ia segera turun dari dalam mobil dan menyerahkan kunci mobil pada petugas valet. Jeremy melangkah dengan cepat melewati ambang pintu dan mencari meja nomor tiga belas.
Dari ambang pintu Jeremy dapat melihat seorang wanita duduk di meja nomor tiga belas. Posisi wanita itu yang duduk membelakangi pintu masuk membuat Jeremy tidak dapat melihat wajah si wanita dengan jelas.
"Jarang-jarang ayah mengirimku untuk menemui klien wanita," gumam Jeremy, lalu melanjutkan langkah menuju tempat si wanita duduk.
"Selamat siang ... astaga, Feli!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Azahra Azahra
astaga di adu domba dong
2023-03-11
1