BUKAN PERNIKAHAN IMPIAN
Alula menangis haru, saat akhirnya ia menyandang status sebagai seorang istri dari pria yang sangat ia cintai—Jeremy Dermawan. Pria bertubuh tinggi dan berwajah tampan, dengan rambut kecokelatan, alis tebal, hidung mancung, bermata cokelat dan bibir yang sensual.
Baru beberapa menit yang lalu, Jeremy mengikatnya dalam sebuah ikatan suci sebuah pernikahan. Pernikahan yang sangat sederhana, terlalu sederhana bahkan karena hanya dihadiri oleh beberapa orang saja—asisten Jeremy, Eve yang merupakan teman Luna, dan seorang kepala pelayan di rumah Jeremy. Sosok penting yang seharusnya hadir di dalam acara sakral tersebut memilih untuk tidak hadir, dan hal itu membuat Alula sedih.
“Tidak masalah, Alula sayang, jangan menangis.” Jeremy mengusap pipi Alula yang basah dan mencubit hidung mancung Alula dengan gemas.
Jeremy tahu apa yang dipikirkan Alula saat ini. Sejak mata indah wanita itu menjelajahi setiap sudut ruangan, Jeremy mengerti jika Alula menanti kehadiran orang tua Jeremy, yaitu Antonio dan Bianca Dermawan. Namun, kehadiran Bianca dan Antonio di pernikahan mereka seperti yang Alula harapkan sudah pasti tidak akan pernah terjadi. Toh, baik Bianca ataupun Antonio tidak ada yang menyetujui pernikahan antara Jeremy dan Alula sejak awal.
“Selamat untuk kalian berdua. Aku sangat bahagia. Siapa yang menyangka jika keputusanku untuk memecat Alula akhirnya membawa Alula bertemu dengan jodohnya,” ujar Eve, seorang wanita berusia 40-an yang merupakan pemilik kedai minum tempat Alula bekerja selama beberapa tahun terakhir.
Suara Eve yang sedikit cempreng dan terlalu ceria mengejutkan Alula, membuat kesedihan Alula menyingkir sejenak dari benaknya.
Jeremy tertawa, begitu juga dengan Alula. Keduanya masih ingat bagaimana awal pertemuan mereka yang begitu berkesan di sebuah kedai minum milik Eve, hingga akhirnya Jeremy kembali berkunjung ke kedai minum itu tepat saat Alula dipecat dari pekerjaannya oleh Eve.
Pemecatan yang Eve lakukan tentu saja menjadi kesempatan bagi Jeremy untuk mendekati Alula. Toh, sejak pertama kali melihat Alula, Jeremy telah jatuh cinta pada wanita itu.
Jeremy pun membawa Alula ke kota saat itu juga dan beberapa minggu setelahnya Jeremy melamar Alula walaupun kedua orang tua Jeremy tidak menyukai Alula karena latar belakang kehidupan Alula yang bagi keluarga Jeremy sangat hina. Ya, bagi mereka seorang putra konglomerat tidak sepantasnya bersanding dengan wanita penjaga kedai minum.
***
Dave menghentikan mobil yang ia kendarai tepat di depan sebuah rumah mewah bergaya Eropa yang memiliki banyak pilar dan jendela-jendela berukuran besar. Rumah mewah itu adalah kediaman keluarga Dermawan.
Begitu mobil berhenti, Dave menoleh ke kursi belakang di mana Jeremy dan Alula duduk tanpa suara sejak tadi.
“Apa ini keputusan yang baik menurutmu?” tanya Dave pada Jeremy. “Bukankah lebih baik jika kamu tinggal di apartemen untuk sementara waktu sambil menunggu keadaan menjadi lebih kondusif.”
Jeremy menggeleng. “Tidak, Dav, lebih baik seperti ini. Bagaimana pun juga Alula berhak untuk tinggal di rumah ini. Dia menantu di keluarga Dermawan sekarang, dan aku ingin agar ibu atau pun ayahku menerima Alula seperti yang seharusnya. Tinggal terpisah tidak akan membawa kemajuan apa pun.”
Dave mengangguk. “Baiklah, aku mengerti apa yang kamu pikirkan. Semoga semuanya berjalan sesuai keinginanmu. Ayo, aku rasa kita harus segera turun.” Dave segera keluar dari dalam mobil, kemudian dengan cepat ia membuka pintu bagian belakang mobil untuk Alula dan Jeremy.
“Terima kasih,” ujar Alula, suaranya yang begitu pelan dan sedikit gemetar membuat Dave merasa kasihan pada wanita itu.
“You're welcome.”
Langkah kaki Alula terasa begitu berat, walaupun saat ini Jeremy tengah menggenggam tangannya dan menuntunnya menaiki undakan yang terdapat di teras. Perlahan langkah keduanya mulai memasuki ambang pintu yang dibiarkan terbuka lebar, dan suasana rumah yang begitu tenang dan sejuk menyambut kedatangan Jeremy dan Alula.
Alula terlihat takjub begitu melihat bagian dalam rumah. Langit-langit yang tinggi dan jendela-jendela berukuran besar memberi kesan megah dan tidak membosankan.
Akan tetapi, suara teriakan seorang wanita membuat Alula harus menyingkirkan rasa takjubnya untuk sementara.
“Berhenti di sana!”
Alula menghentikan langkah, begitu juga dengan Jeremy.
“Ma,” ujar Jeremy, begitu melihat Bianca yang berdiri di ujung anak tangga menuju lantai atas.
“Siapa yang mengizinkanmu membawa wanita sampah ini kemari, hah?” Bianca melangkah menghampiri Jeremy dan langsung mendorong Alula begitu ia tiba di hadapan Alula.
Jeremy menahan tubuh Alula agar tidak terjatuh. Tatapan Jeremy yang tajam dan menusuk seketika beralih ke Bianca yang balas menatapnya dengan penuh kebencian.
“Tidak seharusnya Mama bersikap seperti ini pada Alula. Dia istriku, Ma,” ujar Jeremy.
Bianca tersenyum sinis. “Istri katamu? Bukankah mama sudah berulang kali mengatakan padamu bahwa kamu akan menikahi Feli Maura, Anak Pak Smith yang lulusan universitas luar negeri itu. Bukannya menuruti perintah mama, kamu malah datang dari tempat antah berantah dan membawa wanita ini ke rumah. Mau ditaruh di mana muka mama, Jeremy?! Pak Smith dan istrinya sudah setuju pada perjodohan yang mama atur, tapi kamu malah ....” Bianca menggantung ucapannya, kemudian ia menyentuh kepalanya seolah tubuh tuanya hendak pingsan.
Dave yang tiba tepat waktu berusaha untuk menahan tubuh Bianca agar wanita tua itu tidak terjatuh.
“Anda tidak apa-apa, Nyonya?” tanya Dave, yang terlihat khawatir.
Bianca mengangguk, lalu menatap Jeremy yang tidak bereaksi apa-apa. “Dave jauh lebih baik daripada kamu, Jeremy,” gerutu Bianca, kemudian ia melanjutkan. “Pokoknya mama tidak mau dia tinggal di sini. Awas saja kalau sampai kamu membawanya ke kamarmu dan—“
“Sudah cukup, Ma. Dia istriku, dan Mama sama sekali tidak berhak menjauhkanku darinya.” Jeremy meraih pergelangan tangan Alula, lalu meneriaki seorang pelayan agar membawa koper Alula ke dalam kamarnya.
“Jeremy, Mama tidak setuju, pokoknya tidak setuju!” Bianca meneriaki Jeremy yang mulai menapaki anak tangga menuju kamarnya yang ada di lantai atas.
Alula menarik lengan kemeja Jeremy. “Mamamu masih marah. Biar aku kembali ke rumahku yang sebelumnya saja.”
Jeremy menggeleng. “Jangan dengarkan. Suatu saat nanti mama pasti akan menerimamu. Itulah sebabnya kita tinggal di sini, agar kamu dan mama bisa saling mengenal,” ujar Jeremy dengan yakin, walaupun Alula sama sekali tidak yakin akan pendapat Jeremy. Alula tahu bahwa Bianca tidak akan pernah menyukainya sampai kapan pun.
***
Alula merenggangkan kedua tangan saat akhirnya ia selesai merapikan pakaiannya ke dalam lemari pakaian Jeremy.
Jeremy yang sejak tadi membantu Alula segera melingkarkan tangan di pinggang wanita itu dan mendaratkan kecupan singkat di pipi Alula.
“Kenapa pakaianmu sedikit sekali?” tanya Jeremy, sambil memperhatikan pakaian Alula yang memang hanya beberapa lembar di dalam lemarinya.
“Karena aku tidak membutuhkan banyak pakaian. Lagi pula, mengoleksi banyak pakaian bukanlah gayaku. Apa kamu lupa kalau aku ini berasal dari golongan kelas menengah ke bawah. Mana mampu membeli pakaian terus-terusan.”
Jeremy tertawa mendengar jawaban Alula. “Ya, lagi pula kamu tidak perlu memiliki banyak pakaian setelah menikah. Saat kita hanya berduaan seperti ini jauh lebih baik jika kamu tidak mengenakan apa pun.” Jeremy tersenyum nakal, lalu mulai melepas kancing pakaian Alula satu per satu.
Alula menahan tangan Jeremy. “Baru juga jam tujuh malam.”
Jeremy menjauhkan tangan Alula dari tangannya, kemudian berbisik di telinga Alula. “Tidak masalah. Lebih cepat lebih baik. Apa gunanya membuang-buang waktu.”
Suara Jeremy yang begitu parau terdengar sangat menggoda di telinga Alula. Ia pun akhirnya pasrah dan membiarkan Jeremy menuntunnya ke atas ranjang.
Jeremy membaringkan tubuh Alula dengan begitu lembut di atas ranjang berseprai putih, lalu ia sendiri memilih berbaring di samping Alula dengan sebelah kaki yang ia silangkan di atas tubuh wanita itu.
Alula melenguh saat tangan Jeremy mulai menyentuh wajahnya, kemudian turun ke leher, lalu ke dada. Napas Alula yang mulai memburu membuat Jeremy semakin bersemangat. Jeremy mulai membuka kancing pada kemejanya sendiri, tetapi suara ketukan di pintu mengacaukan segalanya.
“Sial, siapa yang datang di saat seperti ini.” Jeremy mengeluh, sementara Alula segera bangkit untuk duduk dan merapikan pakaian serta rambutnya.
“Jeremy, buka pintunya! Ini mama. Mama sedang tidak enak badan. Ayo Antar mama ke dokter!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments