Tidak terasa satu minggu telah berlalu. Jeremy yang tiba-tiba saja mendapat banyak tugas dari sang Ayah mau tidak mau harus menghabiskan banyak waktu di kantor daripada di rumah. Hal itu tentu saja membuat waktunya untuk Alula tidaklah banyak.
Jeremy harus berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, dan kembali ke rumah saat malam sudah larut. Memang Alula selalu menanti kedatangan Jeremy, tetapi tidak jarang wanita itu sudah tertidur saat Jeremy tiba.
“Heem,” Alula menggeliat saat ia merasakan sentuhan hangat di pinggangnya. Ia segera membuka mata dan mendapati Jeremy tengah berbaring di sampingnya sambil memeluknya.
“Hai,” ucap Jeremy, menyentuh wajah Alula yang terlihat pucat. “Kamu sakit?” tanya Jeremy.
Alula menggeleng. “Tidak, aku hanya mengantuk.”
“Tidurlah lagi kalau begitu. Aku akan berangkat ke kantor.” Jeremy mengecup bibir Alula dan segera bangkit dari ranjang.
“Berangkat? Memangnya sudah jam berapa sekarang?” Alula terlihat bingung. Ia tidak menyangka jika hari sudah kembali pagi. Semalam ia pasti ketiduran lagi saat sedang menanti kedatangan Jeremy.
“Sekarang sudah jam delapan, Sayang, tidurlah lagi.”
'Jam delapan. Ya, Tuhan, kiamat!’ batin Alula.
Sejak kejadian rusaknya pakaian mahal milik Bianca, Alula berusaha menebus kesalahannya dengan cara mengerjakan semua pekerjaan rumah pagi-pagi sekali saat Jeremy masih tidur. Setelah pekerjaannya selesai, ia kembali merangkak ke tempat tidur agar Jeremy tidak tahu apa yang telah dilakukannya. Itulah penebusan kesalahan yang Bianca minta dari Alula.
“Hai, Sayang, tidurlah lagi. Kenapa malah melamun?”
Suara Jeremy mengejutkan Alula yang tengah membayangkan hukuman apa yang akan Bianca berikan padanya nanti.
“Aku berangkat.” Jeremy mengecup pipi Alula dan segera keluar dari kamar.
Jeremy menuruni anak tangga dengan perasaan tidak nyaman. Ia memikirkan kondisi Alula yang menurutnya sangat berbeda. Wajah istrinya itu terlihat lebih tirus dan pucat, belum lagi tatapan mata Alula yang biasanya begitu cerah dan berbinar, dalam beberapa hari ini terlihat begitu sayu dan lelah. Ia yakin pasti ada sesuatu yang tidak beres.
“Pak, Pak Karim!” Jeremy memanggil seorang pelayan yang kebetulan melintas di dekatnya. Pelayan itu adalah Karim, kepala pelayan yang menjadi saksi pernikahan Jeremy dan Alula beberapa waktu lalu.
“Ya, Tuan, ada apa?” tanya Pak Karim.
“Aku ingin menanyakan sesuatu padamu, Pak. Tolong jawab dengan jujur.”
***
Langkah Jeremy begitu cepat melintasi ruang keluarga, lalu berbelok menuju lorong sempit berkarpet merah yang akan membawanya ke kamar Seli dan Salsa.
Jeremy sudah mendengar semua yang seharusnya tidak ia dengar. Karim mengatakan semuanya pada Jeremy, tentang bagaimana Alula harus bekerja di rumah saat Jeremy tidak ada. Dan semua perlakuan buruk yang Alula terima itu terjadi dari pagi sebelum Jeremy bangun, hingga malam hari sebelum Jeremy tiba dari kantor.
“Seli, Salsa, kalian di dalam?” Jeremy mengetuk pintu kamar Seli dan Salsa saat ia telah tiba di depan pintu kamar adiknya.
Seli segera membuka pintu dan ia tersenyum saat melihat Jeremy berdiri di depan pintu kamarnya.
“Hai, Kak, ada apa pagi-pagi kemari? Apa ingin menambah uang saku kami?” tanya Seli yang terlihat begitu ceria.
Jeremy tidak menjawab, ia melangkah memasuki kamar adiknya dan segera berkata, “Langsung saja, kurasa aku tidak perlu berbasa-basi lagi. Kebetulan ada mama juga di sini,” ujar Jeremy, sambil menatap tajam ke arah Seli dan Salsa.
“Ada apa, Kak?” tanya Salsa, terlihat gugup karena tatapan Jeremy.
“Apa masalah kalian berdua pada Alula? Dia itu istriku. Kakak ipar kalian! Kenapa kalian memperlakukannya seperti pembantu?!”
“Kak, apa maksud Kakak?” tanya Seli, yang memasang ekspresi bingung.
Jeremy mengangkat tangannya di udara, meminta Seli untuk diam. “Aku belum selesai, Sel! Dengarkan aku baik-baik. Kalian berdua tidak akan kumaafkan jika kalian berdua masih terus-terusan memerintah Lula untuk mencuci pakaian kalian atau membuatkan kalian sarapan. Kalian pikir dia itu pembantu! Apa masih kurang pelayan di rumah ini, hah?” bentak Jeremy. Ia sungguh tidak mampu menahan amarahnya saat membayangkan Alula mendapat siksaan dari kedua adiknya dan juga ibunya.
Salsa menangis begitu mendengar bentakan Jeremy, tapi tidak dengan Seli, gadis itu mendongakkan kepala agar dapat menatap wajah Jeremy.
“Kenapa Kakak tiba-tiba datang dan menuduh kami yang bukan-bukan? Apa Kak Lula mengatakan bahwa kami memerintahnya melakukan ini dan itu? Iya? Tidak, Kak, tidak seperti itu. Kak Lula sendiri yang ngotot ingin membuat sarapan untuk kami, bukan kami yang minta. Kak Jeremy harusnya bertanya dulu pada kami sebelum memarahi kami. Kenapa tiba-tiba datang dan marah, sungguh tidak adil!” Seli menangis, ia kesal sekali karena Jeremy yang selama ini selalu memanjakannya dan tidak pernah marah padanya tiba-tiba saja membentak dirinya dan Salsa hanya karena Alula.
Melihat putrinya menangis, Bianca segera menghampiri Jeremy dan mendorong Jeremy, memaksa pria itu keluar dari dalam kamar Seli dan Salsa.
“Keluarlah, Jeremy, mama tidak suka kamu membentak adikmu, apalagi cuma karena wanita sampah itu.”
“Ma, dia istriku!”
“Terserah padamu menganggapnya apa. Bagi mama dia hannyalah wanita kurang ajar, wanita sampah, pelacur yang telah berani masuk ke dalam keluarga kita dan mengubahmu menjadi kasar seperti ini.”
Deg!
Alula menghentikan langkah saat didengarnya suara Bianca mengomel dari dalam kamar Seli dan Salsa. Ia yang kebetulan melewati kamar kedua gadis itu tidak sengaja mendengar perkataan Bianca yang mengatakan dirinya sampah, dan pelacur.
Alula menyentuh dadanya yang terasa nyeri dan segera berbalik pergi kembali ke kamarnya.
***
Tidak ada hal yang lebih menyakitkan bagi Alula selain fakta bahwa mertua yang seharusnya menjadi orang tuannya saat ini sangat membencinya, hingga di titik sang mertua menganggap jika dirinya adalah sampah dan pelacur yang merusak kehidupan keluarga mereka.
Alula duduk di lantai kamarnya sambil memeluk kedua lutut yang ia lipat sedemikian rupa, mengingat kembali perkataan Bianca barusan membuat air mata Alula kembali menetes. Ia terisak seorang diri di dalam kamar.
Beberapa saat kemudian, pintu kamar Alula tiba-tiba terbuka dan Bianca muncul di ambang pintu. Wajah wanita tua itu terlihat begitu merah, rahangnya mengeras dan rona di wajahnya begitu gelap.
Alula segera bangkit berdiri sembari mengusap air matanya.
“Ma ....”
Plak!
Jika tamparan kali ini adalah tamparan yang pertama kali Alula terima, mungkin ia akan terkejut, tetapi setelah tinggal dengan Bianca selama beberapa hari terakhir membuat Alula sadar bahwa tamparan seperti yang barusan ia dapatkan akan semakin sering ia rasakan di hari-hari berikutnya.
“Sekali lagi kamu mengadu pada Jeremy, aku tidak akan segan-segan untuk memotong lidahmu, Alula!”
Alula menggeleng sambil mengibaskan tangannya dengan cepat. “Aku tidak mengadu, Ma, sungguh—“
“Jika bukan kamu, lantas siapa? Hantu?!” Bianca membentak, “gara-gara kamu Jeremy sampai berani membuat Seli dan Salsa menangis. Sebelumnya Jeremy tidak pernah seperti itu, tapi semenjak kamu masuk ke dalam kehidupan Jeremy, semuanya menjadi kacau balau. Lihat saja, kalau kamu berani macam-macam, aku akan membuat hidupmu bagai di neraka. Dasar pembawa sial!”
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Azahra Azahra
dahlah. mama jahat pasti anak jahat juga 😡
2023-03-11
3