Satu minggu telah berlalu, dan suasana tidak kunjung membaik. Sikap Jeremy masih sama, dan hal itu membuat Alula semakin tersiksa. Bagaimana tidak, jika Jeremy setiap hari berangkat ke kantor pagi-pagi sekali, dan akan pulang setelah malam telah larut. Jangankan menyentuh Alula, berbicara dengan Alula saja Jeremy enggan.
Seperti pagi ini, Jeremy sudah bangun saat hari masih gelap, dan tanpa mengatakan apa-apa Jeremy langsung melangkah menuju kamar mandi, padahal Alula telah bangun juga dan sedang duduk di sofa yang ada di tengah-tengah Kamar. Alula sengaja duduk di sana, agar Jeremy melihat keberadaannya. Namun, sikap Jeremy sama saja. Alula seolah tidak tampak di mana pun.
Alula tidak tahan lagi dengan sikap Jeremy yang seperti itu. Ia menghela napas dalam-dalam, kemudian menghembuskannya dengan kasar sebelum menyusul Jeremy ke kemar mandi.
Brak!
Alula membuka pintu kamar mandi yang tidak terkunci, kemudian ia langsung menarik lengan Jeremy yang sedang mengguyur tubuhnya di bawah shower.
"Alula. Apa-apaan ini?" tanya Jeremy yang terkejut, lalu mematikan shower yang masih mengeluarkan air hangat.
"Katakan saja padaku, Jeremy, apa yang salah? Apa yang membuatmu bersikap seperti ini?" tanya Alula dengan gemas. "Apa karena aku belum juga memberimu anak? Apa komentar teman-temanmu di pesta saat itu memengaruhimu sekarang? Sejak pulang dari pesta itu sikapmu sangat aneh, Jeremy. Dan kamu tidak berusaha untuk menjelaskan padaku agar aku dapat mengerti dan memaklumi semua keadaan ini."
Jeremy mengusap wajahnya yang basah, kemudian ia berkata, "Tidak ada yang salah. Sama sekali tidak ada. Sekarang keluarlah, Alula, aku ingin mandi." Jeremy memunggungi Alula, dan kembali menyalakan shower untuk meneruskan mandinya.
Alula diam mematung, tidak peduli pada tubuhnya yang ikut basah karena terkena air dari shower yang menyala. Setelah beberapa saat ia menunggu dan Jeremy tidak kunjung kembali bicara padanya, Alula memukul punggung Jeremy dengan kuat dan segera keluar dari kamar mandi sambil menghentak-hentakkan kaki.
Jeremy hanya berbalik sejenak untuk menatap punggung Alula yang menghilang di balik pintu.
***
Kesibukan di kantor DD Group pagi ini sangat luar biasa. Jeremy bahkan harus menghadiri beberapa kali pertemuan dan rapat dengan dewan direksi dari pagi hingga siang menjelang, sampai-sampai Jeremy melewatkan jam makan siangnya.
Setibanya di dalam ruangannya sendiri, Jeremy langsung duduk di balik meja kerja dan kembali sibuk dengan laptopnya.
Dave yang sejak tadi mendampingi setiap aktivitas Jeremy meletakan beberapa berkas di atas meja dan di rak-rak buku, kemudian ia menghampiri Jeremy dan berkata, "Singkirkan sejenak laptopmu itu, Jeremy, aku rasa kamu butuh istirahat. Apa kamu tidak lelah?"
Jeremy tidak mengindahkan perkataan Dave. Ia hanya mendelik beberapa saat ke arah Dave sebelum akhirnya kembali sibuk menghadapi laptopnya.
Melihat sikap Jeremy yang beberapa hari ini tidak bersahabat padanya, membuat Dave bingung dan memutuskan untuk bertanya pada Jeremy. "Bicaralah padaku, Jeremy. Apa aku telah membuatmu kesal tanpa sengaja, atau ada sesuatu yang sedang mengganggu hatimu belakangan ini? Kamu tidak biasanya bersikap seperti ini."
Jeremy menghentikan kegiatannya, lalu menatap Dave. "Bisakah kamu diam. Apa kamu tidak lihat kalau aku sedang sibuk."
Dave menghela napas, kemudian keluar dari dalam ruangan Jeremy tanpa mengatakan sepatah kata pun lagi. Sesampainya di luar ruangan, Dave segera mengeluarkan ponselnya dari dalam saku jas dan menghubungi Alula.
"Hai, Tuan Putri, sedang apa kamu di jam segini?" tanya Dave, begitu Alula mengangkat telepon pada dering pertama.
"Sedang apa lagi menurutmu. Aku hanya sibuk menyirami tanaman. Tidak banyak yang bisa aku kerjakan, Dav." Alula menjawab dari seberang panggilan.
Dave tersenyum. "Kalau begitu biar aku memberimu pekerjaan, bagaimana?"
"Ya, ya, katakan saja. Memangnya apa yang harus kulakukan? Apa di kantor Jeremy sedang membutuhkan karyawan tambahan?"
Dave tertawa. "Tidak, kami tidak butuh karyawan tambahan, hanya aja Jeremy tidak sempat makan siang tadi. Kami sibuk sekali hari ini. Aku rasa karena kesibukan ini jugalah Jeremy jadi sensitif dan mudah marah. Bagaimana kalau kamu memasak untuknya dan bawakan Jeremy makan siang. Mungkin saja dia akan menjadi lebih rileks saat kamu ada di sini Alula."
Alula berdecak. "Aku tidak yakin. Di rumah saja dia selalu cemberut padaku." Alula menjawab dengan malas.
"Tidak ada salahnya kita coba, 'kan? Masalah yang enak, dan datang langsung ke kantor. Hari ini sepertinya aku dan Jeremy akan lembur."
Bianca yang berdiri tidak jauh dari tempat Alula menerima telepon dapat mendengar semua pembicaraan antara Dave dan Alula. Dari pembicaraan itu ia mengetahui bahwa Alula berencana untuk datang ke kantor Jeremy dengan membawakan makan siang.
Mengetahui rencana tersebut, Bianca pun mendapatkan ide untuk membuat kebersamaan antara Jeremy dan Alula kembali berantakan.
Bianca melangkah menuju ruang keluarga, dan segera menelepon Feli dari ruangan itu agar tidak terdengar oleh Alula.
"Halo, Feli sayang," ujar Bianca dengan suara yang mendayu-dayu saat Feli menerima telepon darinya.
"Ya, Tante, ada apa?" tanya Feli, dari seberang panggilan.
"Hem, begini, Feli, maukah kamu mengantarkan makan siang untuk Jeremy? Kudengar dia sibuk sekali di kantor siang ini, sampai-sampai dia tidak sempat makan siang. Kalau kamu datang ke kantor sambil membawa makanan, dia pasti akan senang, Fel."
Feli Maura tidak pernah merasa sebahagia sekarang, sehingga ia tidak berusaha untuk menolak tawaran dari Bianca meskipun ia merasa tidak enak pada Alula. Jarang sekali ia memiliki kesempatan untuk melayani Jeremy semenjak Jeremy menikah, dan hal itu sungguh membuat Feli merasa sedih dan putus asa.
"Baik, Tante, Feli akan masak makanan kesukaan Jeremy, dan mengantarkan makanannya ke sana. Tante tenang saja, ya."
Bianca tersenyum. "Terima kasih, Feli sayang, kamu memang paling bisa diandalkan. Aah, andai saja kamu jadi menantu tante, tante pasti akan bahagia sekali. Ya, sudah, tante tutup kalau begitu, ya, Feli."
Setelah memutus panggilan dengan Feli, Bianca tertawa puas karena sebentar lagi ia akan melihat kekecewaan di wajah Alula yang ia benci.
Bianca merapikan dress-nya, lalu melangkah menuju dapur di mana Alula sedang sibuk mengolah makanan untuk dibawa ke kantor Jeremy.
"Alula," ujar Bianca saat tiba di dapur.
"Ma," Alula membungkuk sedikit. Ia terkejut karena tiba-tiba saja Bianca menginjakan kakinya di dapur. Padahal Bianca paling anti memasuki dapur. "Mama perlu sesuatu?" tanya Alula.
"Ah, tidak, mama hanya mau melihat apa yang sedang kamu kerjakan. Apa kamu sedang membuat cake?" tanya Bianca, yang berlagak tidak tahu apa pun.
Alula menjatuhkan spatula yang tengah dipegangnya. Ia heran, karena tidak biasanya Bianca tertarik untuk mengetahui apa yang sedang ia kerjakan.
"Aku hanya sedang memasak untuk Jeremy, Ma. bukan menyatakan cake." Alula menjawab dengan suara pelan.
"Oh, memasak untuk Jeremy. Teruskan saja kalau begitu," ujar Bianca, lalu ia memilih untuk duduk di salah satu kursi yang ada di dapur, sementara Alula mulai memasak.
Alula tidak bisa melakukan pekerjaannya dengan santai, karena ia tidak terbiasa berada di satu ruangan dengan Bianca untuk waktu yang lama. Ia gugup, dan berkeringat dingin. Ia takut jika apa yang dikerjakannya dapat memicu kemarahan Bianca. Toh, selama ini Bianca memang selalu mengintimidasinya, dan menyalahkan setiap tindakannya.
Hal yang sebaliknya justru terjadi pada Bianca. Bianca terlihat menikmati apa yang dilihatnya. Mendapati wajah Alula yang pucat dan tangan Alula yang gemetar membuat Bianca puas. Setidaknya ia mengetahui bahwa Alula masih merasa takut padanya. Bahkan setelah dua tahun tinggal bersama, Alula tidak sedikitpun merasa santai saat berada di dekat Bianca.
Setelah beberapa saat, Bianca akhirnya bangkit berdiri ketika Alula sedang sibuk menyiapkan kotak bekal, dan dengan gerakan secepat kilat Bianca menuang garam dapur yang cukup banyak ke nasi putih dan tumisan yang telah Alula buat.
"Ckckck, kasihan sekali kamu, Alula, semuanya akan sia-sia saja. Dasar wanita bodoh," gumam Bianca sembari berjalan keluar dari dapur.
***
Alula tiba di kantor Jeremy setengah jam kemudian. Ia melangkah dengan tergesa-gesa menuju elevator yang akan membawanya ke lantai di mana ruangan Jeremy berada.
Alula terlihat begitu ceria. Ia bahkan tersenyum dengan ramah kepada orang-orang yang ditemuinya di koridor. Alula berpikir bahwa ia akan menggunakan kesempatan ini untuk berbaikan degan Jeremy.
Setibanya di depan pintu ruangan Jeremy, Alula merapikan rambut dan dress-nya, kemudian ia mengetuk beberapa kali dan membuka pintu kaca tersebut.
"Hai," sapa Alula dengan riang.
Melihat Alula berdiri di ambang pintu, Dave langsung meminta Alula untuk masuk. "Lihatlah, Jeremy, siapa yang datang!" seru Dave.
Jeremy mengangkat wajah dari layar laptop dan dahinya berkerut begitu melihat Alula berdiri di tengah ruangannya.
"Alula, sedang apa di sini?" tanya Jeremy.
"Sedang apa lagi coba? Apa kamu tidak melihat kotak bekal yang dia bawa?" ujar Dave. "Sekarang ayo cepat tutup laptop itu, dan nikmati makan siangmu, Jeremy."
Jeremy mendengkus, lalu bangkit berdiri dan menghampiri Alula yang sekarang telah duduk di sofa. Meskipun sedang marah pada Alula, tetapi Jeremy tidak tega jika harus menolak makanan yang Alula bawa, toh Alula telah membawanya jauh-jauh.
"Apa yang kamu bawa?" tanya Jeremy, begitu ia telah duduk di samping Alula.
"Ini makanan kesukaanmu. Aku memasaknya sendiri, Jeremy," ujar Alula dengan bangga, sambil membuka kotak bekal dan kemudian menyerahkan sendok ke Jeremy.
Jeremy menerima sendok dari Alula, dan langsung menyuapkan satu sendok nasi dan tumisan udang ke mulutnya.
Jeremy terbatuk, dan langsung memuntahkan makanan yang baru saja masuk ke mulutnya.
"Ada apa, Jeremy?" tanya Alula keheranan, sementara Dave mengambilkan sebotol air mineral untuk Jeremy.
"Kenapa asin sekali, Alula?" tanya Jeremy.
"Asin? Yang benar? Tadi tidak asin kok," ujar Alula.
"Tapi ini memang asin, Alula. Aku tidak bisa memakan ini, maaf."
Ceklek.
Pintu ruangan terbuka, dan Feli terlihat memasuki ruangan sambil membawa sebuah kotak bekal berwarna tosca.
"Hai, Jeremy, aku tidak tahu kalau ada Alula juga di sini," ujar Feli, yang sedikit salah tingkah.
"Tidak apa-apa," ucap Jeremy. "Apa yang membawamu kemari, Fel?"
"Hem, ini. Aku ... aku membawakan makan siang untukmu, Jeremy, aku membuatnya sendiri."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments