Alul mengatur napas, berusaha untuk menjaga emosinya agar tetap stabil. Percuma saja jika ia menghampiri Jeremy dan mengamuk di dalam sana. Toh, hal itu hanya akan membuat Jeremy malu dan tentu saja akan mempermalukan dirinya sendiri. Lagi pula, ia belum tahu siapa wanita yang sedang duduk bersama dengan sang suami dan atas dasar kepentingan apa Jeremy bertemu dengan wanita itu sehingga lupa pada janjinya untuk pulang lebih awal.
Alula memilih untuk abai. Ya, baginya abai adalah keputusan yang tepat dan hal itu lebih baik untuk sekarang. Perlahan Alula mengusap pipinya yang basah karena air mata, mengembuskan napas dengan kasar lalu melanjutkan langkah menuju kantor Jeremy.
Dalam perjalanan menuju kantor Jeremy, Alula terus saja menundukkan wajah, menatap layar ponsel yang menunjukan peta jalan menuju kantor Jeremy.
Buk!
Alula meringis saat tubuhnya menabrak seseorang yang baru saja keluar dari dalam lobi kantor DD Group, dan seseorang yang ia tabrak itu adalah Dave.
Dave dengan cepat memeluk pinggang Alula, menahan tubuh Alula agar tidak terjatuh.
"Terima kasih dan maaf," gumam Alula, sambil mendongak menatap Dave. Wajahnya sedikit terkejut karena tanpa terasa ternyata ia telah tiba di tempat tujuan.
Dave mengangguk, dan membantu Alula agar kembali berdiri dengan tegak. "Tidak masalah, tapi sebaiknya lain kali jangan melamun saat sedang berjalan," ujarnya.
Alula mengangguk sebelum kembali menunduk dan mengusap pipinya yang kembali basah. Sejak tadi air matanya memang tidak pernah berhenti mengalir. "Ah, aku payah sekali," ujarnya lagi.
Dave diam saja, ia tidak tahu apa yang membuat Alula tiba-tiba datang ke kantor dalam keadaan yang bisa dikatakan tidak baik-baik saja.
"Kemana tujuan Anda, Nyonya?' tanya Dave.
Alula mendongak. "Jangan panggil aku seperti itu. Panggil saja Lula. Aku sama sekali tidak nyaman jika dipanggil dengan sebutan Nyonya."
Dave mengangguk. "Baiklah, Lula, ke mana kamu ingin pergi?"
"Ruangan Jeremy. Di mana ruangannya?" tanya Alula, dengan suara gemetar.
Melihat Alula yang lagi-lagi menangis membuat Dave merasa kasihan walaupun ia tidak tahu atas alasan apa Alula menangis.
"Jika kamu tidak keberatan, biar kuantar ke ruangan Jeremy."
Alula mengangguk. "Ya, tolong."
Dave tersenyum, lalu kembali masuk ke dalam gedung perkantoran dan melangkah menuju elevator. Alula mengekor langkah Dave dengan wajah menunduk.
Di dalam Elevator, Dave tanpa sadar terus memerhatikan Alula. Menurutnya penampilan Alula terlihat berbeda dari penampilan saat mereka pertama bertemu. Wanita itu kini terlihat lebih kurus dan muram, tidak ada binar bahagia di mata indahnya, selain itu wajahnya juga terlihat pucat tanpa riasan. Padahal sebagai istri seorang CEO, Alula bisa berpenampilan lebih baik dari yang sekarang wanita itu perlihatkan. Meskipun demikian, Alula tetap terlihat cantik, Dave akui bahwa selera Jeremy memang tidak buruk. Walau berpenampilan sederhana dan wajah tidak memakai riasan, Alula tetap terlihat luar biasa cantik dan anggun.
"Nah, kita sudah sampai," ujat Dave, saat mereka telah tiba di lantai 13, di mana ruangan Jeremy berada.
Dave segera keluar dari dalam elevator, diikuti oleh Alula yang memandang seluruh bagian bangunan dengan takjub.
"Aku tidak menyangka jika kantornya akan sebagus ini," ujar Alula.
Dave tersenyum. "Perusahaan keluarga Dermawan adalah salah satu perusahaan terbesar dan sukses di kota ini. Jadi, mustahil sekali jika kantornya hanyalah sebuah bangunan kecil."
Alula mengangguk. "Mereka adalah keluarga yang sangat beruntung."
"Kamu juga sangat beruntung karena telah berhasil menaklukan hati Jeremy. Dia sangat mencintaimu, Alula."
Alula mendongak, menahan agar air matanya tidak kembali tumpah. Ia malu jika terus-terusan menangis di hadapan Dave.
"Seberat apa pun cobaan yang berusaha menggoyahkan rumah tanggamu dan Jeremy, aku mohon tetaplah bertahan. Semua cobaan akan selesai pada akhirnya. Manusia tidak diciptakan untuk terus-terusan menangis dan menderita." Dave berusaha menyemangati Alula yang terlihat kembali bersedih.
Alula tersenyum. "Terima kasih, Dave."
"Sama-sama. Jika ada yang ingin kamu ceritakan padaku, ceritakan saja. Memendam sendirian sebuah rasa sakit akan berakibat buruk untuk kesehatanmu," ujar Dave. "Nah, kita sudah sampai. Ini adalah ruangan Jeremy."
Dave menyentuh kenop pintu dan memutarnya. Saat pintu terbuka, seorang wanita yang mengenakan pakaian petugas kebersihan keluar dari dalam ruangan dengan membawa alat pel dan juga sapu.
"Pak, Bu," sapa petugas itu sambil lalu.
Dave hanya mengangguk, begitu juga dengan Alula.
Lima belas menit yang lalu ....
Rina, salah seorang petugas kebersihan yang bertugas di lantai 13 terlihat mengendap-endap keluar dari dalam gudang yang ada di lantai satu.
Rina dengan cepat masuk ke dalam elevator yang dikhususkan untuk para petugas kebersihan sembari membawa beberapa alat kerjanya seperti alat pel dan juga sapu di satu tangan, sementara di tangannya yang lain terlihat sebuah kantong sampah yang sebenarnya tidak berisi sampah, melainkan berisi foto-foto Jeremy dan Feli yang baru saja diantar seorang sopir ke dalam gudang. Sopir itu adalah utusan Bianca Dermawan.
Setibanya di lantai 13, Rina langsung menuju ruangan Jeremy dan menyusun foto-foto tersebut di atas meja kerja Jeremy sesuai dengan perintah Bianca.
Rina selesai tepat saat Dave tiba dan membuka pintu ruangan.
***
"Wah, luar biasa," ujar Alula, begitu ia telah berada di dalam ruangan Jeremy. "Ini ruangannya?"
Ruang kerja Jeremy memang berukuran besar, dan segala benda yang ada di dalamnya adalah benda-benda mahal dan berkualitas baik buatan luar negeri.
Dave tersenyum. "Suamimu bekerja di sini setiap harinya."
Alula tersenyum, lalu ia berkata, "Harus kuletakkan di mana tas ini?"
"Letakan saja di atas mejanya. Memangnya apa isi tas itu?" tanya Dave, sambil menatap Alula yang bergerak menuju meja kerja Jeremy.
"Berkas penting. Itu kata Mama Bianca. Karena ini sangat penting, maka Mama Bianca memintaku mengantarkannya langsung ke ruangan Jeremy." Alula menjawab, lalu meletakkan tas tersebut di atas meja yang penuh dengan beberapa berkas dan juga bingkai foto.
Alula meraih salah satu bingkai foto di atas meja kerja Jeremy dan memperhatikan foto tersebut dengan perasaan hancur. Bagaimana bisa Jeremy meletakkan foto wanita lain di atas meja kerjanya. "Wah," gumam Alula.
Dave segera menghampiri Alula saat ia menyadari bahwa ada yang tidak beres. Dan benar saja, begitu tiba di meja kerja Jeremy, Dave melihat beberapa bingkai foto, padahal sebelumnya bingkai tersebut tidak pernah ada di sana.
"Siapa yang meletakan ini di sini," desis Dave, lalu tangannya terulur, bersiap untuk menyingkirkan bingkai-bingkai foto tersebut dari atas meja.
Akan tetapi, Alula melarangnya.
"Biarkan saja. Tidak udah disingkirkan, toh aku sudah melihatnya. Lagi pula, aku sudah melihat yang aslinya juga."
Dahi Dave mengernyit. "Maksudnya?"
"Beberapa saat yang lalu aku melihat wanita ini dan juga Jeremy di sebuah restoran. Mereka akrab sekali."
Dave menghela napas, sekarang ia tahu apa yang membuat Alula menangis dan terlihat sedih sejak tadi, dan ia juga tahu bahwa semuanya bukanlah sebuah kebetulan semata.
"Ini semua pasti ulah tante Bianca," batin Dave.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Azahra Azahra
kalau aku digituin pasti ku labrak 🤣
2023-03-11
1