"Tidak, Bu, saya beli cash, lagian hutang saya udah lunas," ucap Bapak hingga membuat beberapa tetangga terkejut mendengar ucapannya.
Jelas saja, baru beberapa hari lalu kami didatangi depkolektor yang ingin menagih hutang pinjol bapak. Saat itu bapak sampai bersembunyi di belakang rumah karena takut pada mereka. Setiap harinya, akan ada beberapa orang yang diutus dari aplikasi pinjal itu untuk mendatangi bapak untuk meminta uang angsuran.
Setiap harinya pula, kami selalu jadi tontonan para tetangga yang hanya melihat kami tanpa mau membantu.
"Hah? Uang darimana, Pak? Kan hutang bapak itu sampai ratusan juta." Bu Dina seperti tak percaya dengan ucapan Bapak. Andai saja dia tahu, bahwa semua itu didapatkan Bapak dari hasil menikahkanku dengan pengusaha yang sedang mencari rahim pengganti.
"Ya ada sih, kami dapat rezeki lumayan sehingga bisa melunasi hutang kami dan juga membeli barang-barang yang kami inginkan."
Kini gantian ibu yang berbicara. Sifat pamernya ini memang tak pernah bisa hilang. Namun begitu, tak apalah jika dia pamer pada Bu Dina, tetangga yang paling tidak bisa melihat orang lain senang.
"Apa dong? Jangan-jangan kalian jual perawannya si Aira, ya? Ups, apa masih perawan?"
Ucapan Bu Dina tentu saja langsung mengejutkan kami semua. Kompak, para tetangga yang lain pun langsung menatapku dari atas hingga ke bawah. Mereka juga melihat paper bag yang aku bawa. Tempat kebaya dan juga perhiasan yang tadi diberikan Bu Sera. Gawat, kalau mereka tahu, pasti semua akan berantakan.
"Tidak, saya tidak begitu. Sebenarnya ini, istri saya dapat warisan dari kampung, makanya kami biss bayar hutang dan beli sepeda motor."
Ucapan bapak memang masuk akal. Apalagi, orang-orang di sini tidak tahu dari mana Ibu berasal. Padahal, dulunya Ibu hanyalah gadis desa yatim piatu yang tidak memiliki apa-apa. Tapi kalau keadaannya seperti ini, mungkin berbohong adalah hal yang paling tepat. Kalau mereka sampai tahu, maka pernikahan ku dengan Mas Reyhan akan batal. Dan tentu pengaruhnya akan sangat besar bagi kami. Selain harus mengembalikan semua yang diberikan oleh Mas Reyhan dan Mbak Sera, kami juga pasti akan dituntut.
"Oh, untung aja ada warisannya. Kalau enggak, pasti bakalan jadi gembel di jalan," cibir Bu Dina dengan tatapan sinis.
"Ya udah, Pak, bawa masuk aja sepeda motornya, nanti ada yang panas," sindirku membaca ekspresi wajah Bu Dina dan Susi.
Bapak pun langsung menurut dan memasukkan sepeda motor ke dalam rumah karena hari hampir malam.
****
"Eh, Ham, kamu sepeda motor baru, ya? Istri kamu katanya dapat warisan, ya?" tanya Om Bowo, yang tiada angin tiada hujan, tiba-tiba datang ke rumah kami yang reot ini.
"Iya, Mas," sahut ibu dengan tatapan sinis.
"Wah, bagi, dong, masa ada rezeki saudaranya tidak dibagi," ucap Om Bowo tanpa rasa bersalahnya. Hello? Kemana saja Om selama ini? Kenapa baru muncul disaat kami sudah lumayan? Dulu, waktu kami terlilit hutang dan tidak punya apa-apa, Om tidak pernah membantu. Sekarang tahu-tahu datang dan meminta bagian.
"Maaf, Mas, atas dasar apa saya harus memberikan harta warisan dari keluarga saya untuk kalian?" ucap ibu masih dengan tatapan sinisnya.
"Ya itu kewajiban kalian sebagai adik. Masa iya sih kalian menikmati semua sendiri. Kami juga kan saudara, jadi harus dikasih," sambung Tante Feni dengan angkuhnya. Sedari tadi dia terus berkipas seakan menganggap bahwa rumah kami ini sangat panas.
"Dulu nggak mau ngakuin saudara, sekarang malah ngaku saudara. Nggak malu?" tutur ibu hingga membuat wajah Tante Feni dan Om Bowo memerah.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments
վմղíα | HV💕
lanjut thor 👍 👍
2023-03-18
1
puputgendis
intinya 11/12 sm loh 🤣🤭🤭
2023-03-04
0
Ayas Waty
nih si Bowo n Feni tipe saudara yang gk punya malu
2023-03-04
0